-->

Darurat Korupsi dalam Sistem Kapitalisme, Berantas dengan Solusi Islam


Oleh : Ummu Utsman

Kejaksaan Agung (Kejagung) membongkar kasus korupsi yang melibatkan Wilmar Group, dengan total penyitaan dana sebesar Rp 11,8 triliun terkait izin ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022 (Beritasatu.com).

Maraknya kasus korupsi dan kolusi, menambah berbagai angka negatif, terutama dalam hal persepsi korupsi dan kerugian negara. 
Presiden Prabowo Subianto menyebut ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang, yaitu state capture, yaitu kolusi antara kapital besar dan pejabat pemerintahan serta elite politik. Kolusi ini tidak membantu mengentaskan kemiskinan atau memperluas kelas menengah (Kumparan NEWS).

State capture sejatinya keniscayaan dalam sistem politik Demokrasi kapitalisme sekuler yang diterapkan hari ini. Akibatnya dunia menjadi tujuan bahkan dengan menghalalkan segala cara. Selain itu, sistem ini juga meniscayakan terjadinya politik transaksional karena penguasa membutuhkan banyak modal untuk maju dalam kontestasi sehingga membutuhkan kucuran dana dari pengusaha. Dan pengusaha akan menuntut balas budi dalam bentuk kebijakan penguasa yang terpilih dengan bantuan pengusaha tersebut.  

Hal ini akan berdampak besar terhadap negara dan rakyat. Uang negara yang harusnya digunakan untuk pembangunan dialihkan ke kantong pribadi atau kelompok tertentu, yang mengakibatkan kerugian besar terhadap finansial negara. Hal ini membuat negara menjadi buruk dimata dunia. Selain itu, rakyat juga ikut terdampak. Rakyat miskin semakin terpuruk dan  terjadi kesenjangan sosial serta ketidak adilan antara para elit dan masyarakat yang tidak mampu sehingga menimbulkan konflik sosial. 

Islam menjadikan akidah islam sebagai asas kehidupan setiap individu termasuk juga menjadi asas negara. Hal ini akan menjadikan setiap individu berbuat jujur dan tidak menjadikan jabatan sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri dengan perbuatan curang.

Islam memandang jabatan adalah Amanah, dan dijalankan sesuai dengan tuntunan hukum syara’ dan akan dipertanggungjawabkan kepada Allah.
Islam juga memiliki mekanisme untuk menjaga integritas setiap individu rakyat maupun pejabat termasuk sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Karena itu, korupsi akan dapat dicegah dalam negara yang menjalankan aturan islam secara kaffah.

Dengan demikian, penerapan syariah Islam dalam pengaturan negara ini di segala bidang kehidupan harus segera diwujudkan. Sebab Allah SWT telah memerintahkan semua muslim tanpa terkecuali untuk mengamalkan syariah Islam secara menyeluruh (kaffah). 
Adapun cara strategi Khilafah dalam memberantas korupsi, dilakukan melalui beberapa langkah sebagai berikut :

Pertama, menguatkan keimanan para penguasa, pejabat dan penegak hukum, serta rakyat akan pengawasan Allah (maraqabah), senantiasa merasa diawasi Allah, sehingga tidak sedikit pun kesempatan manusia untuk menerima suap sebab merasa senantiasa diawasi Allah. Mereka takut hanya kepada Allah dan tidak takut kepada selain Allah, dengan menjalankan , seperti segala perintahNya. Allah swt berfirman:

فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا

Artinya: Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. (Al Mâidah:44)

Kedua, penghitungan kekayaan pejabat sebelum dan sesudah menjabat jabatan yang diamatkan kepadanya. Hal demikian dilakukan dalam rangka tabayyun atau mencari tahu jumlah kekayaan seorang pemangku jabatan, yang memungkinkan rehabilitasi terhadap nama baik terhadap tindakan kejahatan berikutnya, misalnya suap dan korupsi (mencuri).

Ketiga, diberlakukannya seperangkat hukuman pidana yang keras, hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Sistem sanksi yang berupa ta’zir bertindak sebagai penebus dosa (al-jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan sekarang.

Keempat, untuk menghindari membengkaknya harta kekayaan para pegawai, sistem Islam juga melakukan penghitungan harta kekayaan. Pada masa kekhilafahan Umar Bin khatab, hal ini rutin dilakukan. Beliau selalu menghitung harta kekayaan para pegawainya seperti para Gubenur dan Amil.

Kelima, pilar-pilar lain dalam upaya pemberantasan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. Bisa di ambilkan contoh, khalifah Umar Bin abdul aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali bagi kita ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya. Beliau juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan Negara.

Keenam, dalam Islam status pejabat maupun pegawai adalah ajir (pekerja), sedangkan majikannya (Musta’jir) adalah Negara yang di wakili oleh khalifah atau kepala Negara maupun penguasa selain khalifah, seperti Gubenur serta orang-orang yang di beri otoritas oleh mereka. Hak-hak dan kewajiban diantara Ajir dan Musta’jir diatur dengan akad Ijarah. Pendapatan yang di terima Ajir diluar gaji, salah satunya adalah yang berupa hadiah adalah perolehan yang di haramkan.

Itulah beberapa strategi khilafah dalam memberantas korupsi atau suap-menyuap yang diharamkan dalam islam. Maka inilah keuntungan ketika kita menerapkan syari'at islam karena hanya dengan aturan islamlah korupsi mampu diminimalisir atau bahkan dihilangkan. Maka jelas pula ditiada aturan atau hukum selain Allah yang mampu memberantas kejahatan ataupun kemaksiatan kepada Allah SWT selain syari'at islam dalam bingkai khilafah sebagai ajaran islam tentunya.
Wallahu A'lam Bishshowab