-->

Kekerasan Dan Penelantaran Anak Merajalela, Apa Solusinya?


Oleh : Rini Mumtazsabrina

Tragis, kekerasan terhadap anak kembali membuat heboh public. Dalam waktu berdekatan dua kasus tragis yang melibatkan anak sebagai korban muncul di 2 daerah berbeda di Indonesia. AYS (28) dan istrinya YP (24) menyiksa bayi berusia 2 tahun yang diasuhnya hingga tewas, di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, gara-gara korban rewel.

Berawal dari ibu korban, IS (21), yang menitipkan anaknya kepada temannya, YP. YP meminta kepada IS untuk mengasuh korban, alasannya sebagai pancingan agar memiliki anak. Pada Jumat (23/5/2025), IS mengantarkan anaknya kepada YP.

IS rela menitipkan anaknya karena kesibukan kerja setelah berpisah dengan suaminya. Sebagai teman, IS mempercayakan anaknya dititipkan kepada YP. IS juga memberikan upah Rp 1,2 juta per bulan sebagai imbalan.

"Pengakuan tersangka, karena sakit hati lantaran korban sering rewel dan menangis," ungkap Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kuansing, AKP Shilton saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan WhatsApp, Sabtu (14/6/2025) malam. Shilton menjelaskan, korban dititipkan oleh ibunya, IS (21) kepada kedua pelaku pada 23 Mei 2025. Selama dititipkan, pasutri ini diduga sering melakukan penganiayaan terhadap korban

Setiap korban rewel dan menangis, kedua pelaku menampar mulut, memukul pantat, hingga mencubit seluruh tubuh korban. Kedua pelaku juga mengikat kedua tangan dan kaki juga mulut korban dengan lakban. Saat AYS melakukan penganiayaan, YP merekamnya sambil tertawa. “Video direkam oleh istrinya sambil tertawa melihat kelakuan suaminya,” ujar Kepala Polres Kuansing AKBP Angga F Herlambang lewat keterangan tertulis.

Kekerasan terhadap anak juga terjadi di Jakarta Selatan, seorang anak berusia 7 th (MK) di temukan dalam kondisi lemas dengan tubuh kurus dan tergeletak di sekitar kios Ramayana, Pasar Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan. Korban kemudian dievakuasi oleh petugas Satpol PP dan dibawa ke Puskesmas Cipulir 2, Jakarta Selatan. Diduga, korban dianiaya oleh ayahnya di Surabaya lalu dibawa dan ditinggalkan di Jakarta.

Selain kekerasan fisik seperti 2 kasus di atas, kekerasan seksual terhadap anak juga merupakan momok yang masih banyak menghantui masyarakat. Data system informasi online perlindungan perempuan dan anak (simfoni PPA) , kementrian PPPA 2024 bahkan menunjukan bahwa kekerasan seksual menjadi jenis kekerasan yang paling tinggi di tanah air.

Mirisnya, kekerasan pada anak ini banyak terjadi di dalam rumah dan di lakukan oleh orang tua ataupun orang terdekat.

Faktor Penyebab Yang Saling Berkaitan

Kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di lingkungan terdekat bahkan lingkungan keluarga, sejatinya tidak dapat di lepaskan dari berbagai factor yang saling berkaitan. Mulai dari tekanan ekonomi yang mendera , emosi orang tua yang tidak terkendali , kerusakan moral yang kian merajalela , lemahnya pemahaman akan fungsi keluarga , hingga lemahnya iman yang seharusnya menjadi penuntun dalam bersikap dan bertindak.

Semua permasalahan itu berpangkal pada system kehidupan yang di terapkan saat ini. Yaitu Sekulerisme Kapitalisme yang mencabut nilai – nilai spiritual dan kemanusiaan dari kehidupan. Membuat para orang tua menjadi kehilangan arah dalam mendidik dan mengasuh anak sesuai fitrah , serta menjadikan tekanan ekonomi sebagai pembenaran untuk menitipkan anak dalam waktu yang lama dan intens, menyiksa bahkan menelantarkan anak.

Sementara di sisi lain, sekulerisme juga menciptakan hubungan social yang dingin dan individualistis, sehingga masyarakat sekitar pun mulai hilang dan terkikis rasa kepedulian terhadap penderitaan yang terjadi di sekitar mereka.

Dimana Negara? 

Di Indonesia, sebenarnya sudah banyak regulasi tentang perlindungan anak, pencegahan kekerasan seksual, juga berbagai kebijakan pembangunan keluarga dan gerakan – gerakan masyarakat. Namum nyatanya, semua itu belum mampu menyelesaikan persoalan.

Sebab, regulasi – regulasi tersebut di bangun di atas fondasi paradigm Sekuler dan Kapitalistik yang memisahkan nilai – nilai agama dari kehidupan, serta lebih menekan kan kepada pendekatan technocratic, dan administrative tanpa menyentuh akar permasalahan yang bersifat ideology. Seperti rusaknya pola pikir masyarakat terhadap keluarga, lemahnya kesadaran moral dan spiritual, serta hilangnya fungsi negara sebagai pelindung hak – hak dasar anak dalam system kehidupan yang manusiawi dan penuh tanggung jawab.

Oleh karena itu, menyelesaikan permasalahan ini di bawah kehidupan yang di atur oleh system kapitalisme merupakan perkara yang mustahil. Permasalahan ini sejatinya hanya mampu di atasi oleh penerapan syariah islam yang di terapkan secara kaffah dibawah naungan Khilafah.

Pemecahan Masalah Dalam Khilafah

Penerapan islam secara kaffah (menyeluruh) dalam seluruh aspek kehidupan baik individu, keluarga, masyarakan maupun negara akan menjadi jaminan tegaknya kesejahteraan yang hakiki, ketentraman jiwa yang mendalam, serta terjaganya iman dan taqwa manusia kepada Allaah SWT, hingga terwujud kehidupan manusia yang terarah pada keadilan dan kasih sayang.

Negara Khilafah sebagai institusi pemerintah yang menerapkan islam secara kaffah akan melakukan edukasi secara massif dan terstruktur pada seluruh warga masyarakatnya, melalui system pendidikan berbasis aqidah islam. Sehingga terbentuk individu – individu yang berkepribadian islam, yakni berpola pikir dan bersikap sesuai dengan syariat.

Pendidikan dalam Khilafah tidak semata bertujuan untuk mencetak manusia cerdas secara intelektual, tetapi juga membentuk akhlak yang mulia dan ketaqwaan yang mendalam.
Dengan fondasi ini, setiap warga negara baik sebagai orang tua, anak, anggota masyarakat maupun pemimpin, akan mampu menjalankan perannya secara benar, bertanggung jawab dan penuh kasih sayang sesuai tuntunan Allaah SWT dan RasulNya.

Maka dalam masyarakat yang di bina oleh Khilafah, kekerasan dalam keluarga dapat di cegah sejak dini, karena setiap individu di bekali dengan kesadaran ruhiyyah, dan pemahaman yang utuh tentang hak dan kewajiban dalam kehidupan social dan rumah tangga.

Negara juga akan memainkan peran strategis dalam menguatkan pemahaman terhadap hukum – hukum keluarga islam. Baik melalui kurikulum pendidikan islam, media masa, hingga kebijakan – kebijakan public yang berlandaskan syariat.

Dengan demikian, setiap individu dalam keluarga baik suami, istri, maupun anak, akan memiliki komitmen yang tinggi untuk melaksanakan kewajiban dan menunaikan hak – hak anak sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan oleh islam. Bukan semata karena tekanan social ataupun aturan legal formal, melainkan sebagai bentuk ketaatan kepada Allaah SWT.

Inilah yang menjadi pondasi kokoh bagi terbentuknya ketaatan keluarga yang sesungguhnya. Dimana keluarga dibangun atas dasar iman, tanggung jawab dan kasih sayang. Ketahanan semacam ini , tidak akan pernah lahir dari system sekuler yang mengabaikan peran agama dalam mengatur urusan kehidupan.

Hanya dalam naungan system Khilafah yang menerapkan syariat islam secara menyeluruh, ketahanan keluarga yang hakiki dapat terwujud dan menjadi banteng utama yang mencegah munculnya berbagai bentuk kekerasan dalam rumah tangga

Wallahu’alambishawab