-->

Beras Mahal saat Stok Melimpah, Rakyat Makin Susah


Oleh : Vivi Yude

Harga beras mencekik rakyat saat stok melimpah. Di 133 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras di pekan kedua Juni ini. Harga beras sudah melampaui HET (Harga Eceran Tertinggi). Pada awalnya 119 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras. Ini menandakan adanya tambahan 14 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan.

Kondisi kenaikan harga beras ini dinilai tidak masuk akal. Stok yang melimpah bahkan menjadi rekor stok cadangan tertinggi sepanjang sejarah. Hal ini sangat merugikan rakyat dan berpotensi menimbulkan masalah besar.

Guru besar UGM, Prof Lilik Sutiarso, menganalisis adanya anomali distribusi beras SPHP di sejumlah pasar induk besar seperti Cipinang, Jakarta Timur. Anomali distribusi disebabkan oleh ketidaknormalan proses dalam distribusi sehingga menyebabkan harga naik meskipun stok beras cukup.

Prof Lilik mengatakan kenaikan harga beras di tengah melimpahnya stok cadangan beras pemerintah (CBP) berpotensi menimbulkan masalah besar.
"Masa stok CBP 4,2 juta ton harga beras naik. Ini tidak masuk akal dan harus ditelusuri sampai tuntas,” tuturnya. (BeritaSatu)

Kekacauan distribusi dan kenaikan harga beras saat stok melimpah merupakan bukti lain bobroknya sistem kapitalis. Sistem yang memang negara tidak menjamin ketersediaan pangan pokok rakyat. Negara hanya sebagai regulator, bukan penjamin atau pelindung distribusi yang adil. Alhasil, rakyat miskin menjadi korban fluktuasi harga.

Pandangan Islam Tentang Kebutuhan Pokok Rakyat

Sistem Ekonomi Islam dalam Khilafah, negara menjamin kebutuhan pokok rakyat termasuk pangan. Pengelolaan produksi, pendistribusian, pengelolaan cadangan pangan diatur langsung oleh negara agar semua adil dan merata tanpa memungut keuntungan pihak tertentu.

Pada sistem Khilafah Islamiyyah, penyediaan pangan merupakan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi negara. Khilafah akan memberi bentuk dukungan kepada para petani. Petani diberikan subsidi bibit, pupuk, dan sarana produksi pertanian secara cuma-cuma. Hal ini dilakukan agar kualitas produksi terjamin dengan baik dan dapat memenuhi kebutuhan rakyat.

Khilafah juga memperhatikan infrastruktur pertanian untuk memudahkan distribusi hingga ke wilayah terpencil. Kebijakan penimbunan dilarang keras dalam sistem khilafah agar tidak terjadi kelangkaan dan lonjakan harga secara tidak wajar. Penimbunan jelas diharamkan sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
"Barang siapa menimbun makanan (dengan maksud menaikan harga dan merugikan masyarakat), maka ia berdosa." (H.R. Muslim)

Pendistribusian yang lancar dan adil maka harga pangan akan tetap stabil. Seluruh lapisan masyarakat terutama rakyat miskin akan dapat mengakses kebutuhan pokok mereka tanpa kesulitan.  

Landasan negara dalam tanggung jawab mengenai hal ini juga bersumber dari sabda Rasulullah saw:
"Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus."
(H.R. Al Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut jelas menyampaikan pemimpin dalam sistem Islam tidak boleh lepas tangan terhadap urusan rakyatnya. Kebutuhan dasar seperti pangan harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan negara. Khilafah juga tidak menentukan harga pasar. Semua terbentuk secara alami berdasarkan mekanisme pasar. Negara tidak berintervensi untuk menentukan harga sesuai dengan syariat Islam yang melarang intervensi harga. Oleh karena itu, solusi hakiki atas persoalan ekonomi dan fluktuasi harga bukanlah tambal sulam regulasi dalam sistem Kapitalisme, melainkan perubahan menyeluruh menuju sistem Islam yang diterapkan secara kaffah di bawah naungan khilafah.

Wallahu'alambishowab