-->

Refleksi Pendidikan Kapitalisme, Simbol Krisis Moral Generasi


Oleh : Diana
Aktivis Dakwah

Belum lama ini, publik dihebohkan dengan dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang melibatkan para peserta Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) tahun 2025. Panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) pun buka suara setelah mencuatnya kasus ini. Dalam keterangan resminya, panitia SNPMB menyayangkan dan mengutuk tindakan kecurangan dalam pelaksanaan UTBK SNBT 2025. Pasalnya, hal ini dianggap mencederai prinsip keadilan, integritas, dan kejujuran yang menjadi dasar seleksi nasional (Beritasatu.com) 

Adanya kasus kecurangan dalam pelaksanaan UTBK ini menunjukkan betapa sistem pendidikan kita sedang mengalami krisis moral yang sangat serius. Berbagai modus seperti joki, pembobolan sistem, hingga manipulasi data menjadi bukti bahwa sebagian besar peserta didik telah kehilangan arah, rela menjual integritas demi sebuah kursi di universitas ternama.

Hal Ini bukan sekadar soal ujian. Ini adalah potret rusaknya generasi yang dibentuk oleh sistem kapitalis. Sistem yang menilai manusia dari nilai, gelar, dan status sosial, bukan dari akhlak, kejujuran, dan keilmuan sejati. Mereka berlomba mengejar pencapaian akademik bukan untuk ilmu, tetapi untuk gengsi, pekerjaan bergaji tinggi, dan reputasi di mata masyarakat materialistik.

Wajah Pendidikan dalam Kapitalisme

Kapitalisme telah menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Bukan sebagai sarana membentuk manusia beradab dan bertakwa, tetapi sebagai jalan menuju pasar kerja dan keuntungan ekonomi. Sekolah-sekolah dipenuhi tekanan tingkatan ranking, bukan pembinaan akhlak. Orang tua pun, alih-alih mendidik anaknya agar jujur dan amanah, justru mendukung kecurangan dengan dalih “demi masa depan yang cerah", tentunya ala kapitalis. 

Inilah wajah kapitalisme, sistem yang menghancurkan makna pendidikan, menggantinya dengan ambisi individualisme dan persaingan tanpa moral. Maka, pantas saja jika kecurangan terjadi secara masif. Karena dalam logika kapitalisme, hasil lebih penting daripada proses, nilai lebih penting dari kejujuran, dan nama besar kampus lebih berharga daripada kehormatan diri.

Refleksi Didikan Ala Kapitalis

Negara dan lembaga pendidikan seakan kehilangan taring. Kurikulum berubah-ubah tanpa arah. Pendidikan karakter hanya jadi slogan tanpa implementasi. Sementara, anak-anak dijejali target akademik tanpa dibekali akhlak. Lembaga seperti LTMPT, kampus, bahkan aparat hukum, hanya bisa menindak pelaku kecurangan, tetapi tidak mampu menjawab akar masalah. 

Kita sedang menyaksikan satu generasi yang tumbuh tanpa pegangan moral, tanpa petunjuk dari wahyu. Mereka dijejali semangat “sukses” ala kapitalis sejak kecil. Sukses berarti terkenal, kaya, menang, tidak peduli caranya bagaimana. Mereka berlomba-lomba mencari ketenaran dengan cara apa pun (menghalalkan segala cara), hal ini tentu sangat bertentangan dengan Islam. Sebaliknya, Islam sangat menekankan niat dan cara yang halal serta bermartabat dalam melakukan sesuatu.

Dan jelas, kecurangan dalam UTBK (Ujian Tulis Berbasis Komputer) termasuk perbuatan yang dilarang. Dalam Islam, menyontek atau melakukan kecurangan adalah bentuk ghasab (mengambil yang bukan haknya) dan juga termasuk dosa karena merugikan orang lain dan merusak keadilan.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

“Barang siapa yang menipu maka dia bukan dari golongan kami” (HR. Muslim).
Ini mencakup segala bentuk kecurangan, termasuk dalam ujian. Selain itu, ada juga prinsip amanah dan kejujuran yang harus dijaga, sebagaimana disebutkan dalam QS.Al-Ahzab ayat 72 :

اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ ۝٧٢

Bahwa manusia memikul amanah yang besar, termasuk amanah untuk jujur dan adil.

Kecurangan dalam ujian juga punya dampak buruk, bukan hanya bagi diri sendiri (ilmu yang tidak berkah), tetapi juga bagi orang lain yang dirugikan secara tidak adil. 

Solusi Islam untuk Membangun Generasi Tangguh

Islam memandang pendidikan sebagai bagian dari pembentukan manusia yang beriman, berakhlak mulia, dan berilmu. Sistem pendidikan Islam bukan untuk memenuhi pasar kerja, tetapi untuk membentuk pribadi yang mampu menjadi hamba Allah yang taat dan Khalifah di muka bumi.

1. Tujuan Pendidikan yang Jelas dan Mulia.
Dalam Islam, pendidikan bertujuan menanamkan keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Ilmu dipelajari bukan demi gelar atau gaji, tetapi demi memahami dan menjalankan amanah sebagai hamba dan pemimpin di muka bumi.

2. Kurikulum Berbasis Akidah Islam.
Kurikulum Islam menyatu antara ilmu dunia dan ilmu akhirat. Pelajaran fisika, biologi, matematika, semua dihubungkan dengan keimanan dan tanggung jawab kepada Allah. Inilah yang membentuk pribadi yang jujur, amanah, dan tangguh.

3. Lingkungan Pendidikan yang Bersih dari Persaingan Materialis. 
Dalam sistem Islam, pendidikan tidak dibisniskan. Tidak ada kampus mahal karena semua anak berhak atas pendidikan yang bermutu. Tidak ada tekanan ranking karena penilaian utama adalah akhlak dan kesungguhan belajar.

4. Keteladanan dan Kepemimpinan yang Amanah. 
Generasi akan rusak jika melihat pemimpin yang korup, pejabat yang culas, dan tokoh publik yang munafik. Islam memastikan bahwa pemimpin haruslah teladan, takut kepada Allah, dan menjadi pembimbing umat, bukan sekadar pejabat administratif.

Kesimpulan

Kasus kecurangan UTBK bukan hanya masalah individu. Ini adalah krisis generasi yang tumbuh dalam sistem kapitalis yang merusak orientasi hidup manusia. Umat Islam harus sadar, bahwa solusi sejati bukan sekadar memperbaiki teknis ujian, tetapi mencabut akar kerusakan, yaitu sistem kapitalisme itu sendiri.

Sudah saatnya kembali kepada Islam secara kafah, membangun sistem pendidikan berbasis akidah Islam, dan mencetak generasi yang bukan hanya cerdas, tetapi juga mulia. Karena hanya sistem Islam yang mampu melahirkan manusia jujur, berilmu, dan beradab.

Wallahu a’lam bish shawab