Kapitalisme Biang Kemiskinan, Islam Pilar Kesejahteraan Umat
Oleh : Ummu Aqila
Pemerintah dan berbagai lembaga global terus menggulirkan program penanggulangan kemiskinan. Namun, kenyataannya, kemiskinan tetap menjadi momok menakutkan di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2024, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 25,22 juta orang atau 9,03% dari total penduduk. Sementara secara global, lebih dari 700 juta orang masih hidup dalam kemiskinan ekstrem, menurut World Bank (2024). tirto.id,Sabtu, 26 Juli 2025. Di tengah upaya ini, muncul pertanyaan besar: mengapa kemiskinan tetap sulit diberantas?
Kapitalisme dan Jerat Kemiskinan Struktural
Akar persoalan sesungguhnya terletak pada sistem yang menopang kehidupan umat hari ini, yakni kapitalisme. Kapitalisme menstandarkan kesejahteraan berdasarkan indikator semu seperti pertumbuhan ekonomi, investasi asing, dan PDB. Padahal, jurang kesenjangan justru semakin dalam. Oxfam International dalam laporan 2023 menyebutkan bahwa 1% orang terkaya menguasai hampir separuh kekayaan global, sementara 50% populasi termiskin hanya menikmati 2% dari total kekayaan dunia.
Dalam sistem ini, negara kerap hanya menjadi fasilitator kepentingan korporasi besar. Kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan dikomersialisasi. Masyarakat miskin semakin sulit mengakses layanan ini karena terhalang biaya, bukan karena kurang usaha. Kemiskinan akhirnya menjadi struktural, diwariskan dari generasi ke generasi.
Solusi Tambal Sulam Tak Menyentuh Akar
Program-program pengentasan kemiskinan di Indonesia seperti bantuan sosial, pelatihan kewirausahaan, dan Sekolah Rakyat adalah upaya baik. Namun, semua ini hanya solusi tambal sulam dalam kerangka sistem kapitalisme. Selama sumber daya tetap dikuasai swasta dan asing, pendidikan dan kesehatan dikomersialkan, dan negara tidak menjadi pelayan rakyat sepenuhnya, maka kemiskinan hanya berpindah wajah dan lokasi.
ILO (International Labour Organization) mencatat pada 2024, lebih dari 60% pekerja di negara berkembang berada di sektor informal tanpa jaminan upah layak. Ini menunjukkan kegagalan sistemik dalam menyediakan pekerjaan yang bermartabat. Tanpa perubahan sistem secara menyeluruh, rakyat akan terus terjebak dalam kemiskinan yang direproduksi oleh sistem itu sendiri.
Islam Menawarkan Solusi Fundamental
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang bahwa kesejahteraan adalah tanggung jawab negara dan hak setiap individu. Islam tidak menstandarkan kesejahteraan berdasarkan jumlah harta yang dimiliki segelintir orang, tetapi pada pemenuhan kebutuhan pokok rakyat secara menyeluruh. Negara dalam Islam wajib menjamin sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi setiap warga negara.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Imam (khalifah) adalah pemelihara rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Prinsip ekonomi Islam mengatur kepemilikan menjadi tiga: individu, umum, dan negara. Sumber daya alam seperti tambang, air, dan energi termasuk dalam kepemilikan umum yang dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat, bukan untuk diswastakan. Negara juga mewajibkan distribusi kekayaan melalui zakat, infaq, dan larangan penumpukan harta. Dengan mekanisme ini, Islam mencegah akumulasi kekayaan dan memutus mata rantai kemiskinan.
Sejarah mencatat penerapan sistem Islam secara kaffah mampu memberantas kemiskinan. Pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, hampir tidak ada rakyat miskin yang berhak menerima zakat. Ini karena negara berhasil memenuhi kebutuhan rakyat dan menjalankan mekanisme distribusi kekayaan secara adil.
Saatnya Kembali pada Sistem Islam
Sudah saatnya umat menyadari bahwa solusi hakiki atas problem kemiskinan bukan sekadar bantuan sesaat, melainkan perubahan sistemik dari sistem kapitalisme menuju sistem Islam yang adil dan menyejahterakan. Islam bukan hanya agama, tetapi sistem hidup yang lengkap termasuk dalam bidang ekonomi, sosial, dan pemerintahan.
Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah: 208)
Dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah, kesejahteraan bukan lagi mimpi. Sebaliknya, akan menjadi kenyataan sebagaimana pernah terjadi dalam sejarah emas peradaban Islam. Kapitalisme telah terbukti gagal, Islamlah solusi yang sejati.
Wallahualam bishowab.
Posting Komentar