-->

Maraknya Hubungan Sedarah, Runtuhnya Sistem Keluarga dalam Sekulerisme Kapitalisme


Oleh : Linda Anisa

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang menjadi tempat pertama bagi individu untuk tumbuh, belajar, dan berkembang. Di dalam keluarga, seseorang pertama kali mengenal kasih sayang, norma, nilai, dan tanggung jawab. Keluarga bukan hanya tempat tinggal fisik, tetapi juga ruang emosional di mana ikatan batin, rasa aman, dan pembentukan karakter terbentuk.
Keluarga seharusnya menjadi tempat pertama dan utama dalam menanamkan nilai, menjaga kehormatan, dan membentuk kepribadian manusia. Ia adalah pilar penting dalam kehidupan sosial yang sehat. Namun hari ini, banyak peristiwa yang menunjukkan bahwa fondasi keluarga tengah mengalami keretakan serius. Salah satu gambaran paling mengkhawatirkan adalah maraknya fenomena hubungan sedarah atau inses, yang mencuat ke permukaan melalui kasus grup media sosial yang secara terbuka menyebarkan fantasi menyimpang tersebut.

Kabar tentang grup Facebook "fantasi sedarah" yang tengah diusut oleh pemerintah dan lembaga perlindungan perempuan menguak wajah kelam dari krisis moral yang terjadi di tengah masyarakat. Fenomena ini bukan hanya menyentuh ranah hukum dan etika, tetapi juga menggambarkan rusaknya sistem sosial dan budaya akibat dominasi cara pandang sekuler dan kapitalistik dalam kehidupan. Tak sampai disitu, beberapa kasus inses di Indonesia juga telah menjadi sorotan media, seperti hubungan sedarah antara bapak dan anak di Purwokerto yang sempat viral dan mendapat perhatian publik. liputan6.com
Secara fungsional, keluarga memiliki peran vital dalam menciptakan keseimbangan sosial. Ia menjadi pusat pendidikan awal, tempat transfer nilai budaya, serta benteng moral yang melindungi anggotanya dari pengaruh negatif lingkungan. Keluarga juga menjadi fondasi bagi terbentuknya masyarakat yang kuat dan beradab. Ketika keluarga sehat, masyarakat pun cenderung stabil; sebaliknya, ketika keluarga rusak, dampaknya bisa menjalar ke berbagai aspek kehidupan sosial.

Sistem sekuler kapitalisme yang menyingkirkan peran agama dari ranah publik telah menciptakan ruang di mana kebebasan individu diagungkan tanpa batas. Dalam kerangka ini, nilai-nilai moral dan agama diposisikan sebagai urusan pribadi, sementara masyarakat dijalankan berdasarkan logika untung-rugi dan kepuasan sesaat. Inilah akar dari kemerosotan akhlak yang tidak hanya merusak individu, tetapi juga melemahkan sendi-sendi keluarga sebagai institusi dasar dalam masyarakat.

Ironisnya, Indonesia yang sering disebut sebagai negara religius ternyata justru menyaksikan fenomena memalukan ini tumbuh subur di antara warganya. Ketika masyarakat hidup tanpa tuntunan agama, kebebasan diekspresikan tanpa batas, dan nafsu diberi ruang lebih luas daripada aturan moral dan agama, maka hasilnya adalah kehancuran sendi-sendi kehidupan, termasuk institusi paling dasar: yaitu keluarga.

Sistem sekuler kapitalisme membebaskan manusia dari keterikatan terhadap hukum Tuhan dan mengandalkan akal semata dalam menentukan baik dan buruk. Dalam sistem ini, liberalisme menjadi landasan dalam melihat kebebasan individu, tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan moral. Alhasil, keluarga tidak lagi menjadi institusi suci yang dijaga dan dihormati, melainkan direduksi menjadi relasi sosial yang bisa dinegosiasi dan disesuaikan dengan keinginan manusia.

Lebih parah lagi, negara sebagai pemegang kekuasaan justru sering gagal atau bahkan abai dalam melindungi moralitas publik. Kebijakan yang tidak berpihak pada pembinaan karakter, kelonggaran terhadap konten pornografi dan media yang liberal, serta tidak adanya sistem pencegahan yang efektif terhadap penyimpangan perilaku seksual, semua itu memperparah kerusakan yang ada. Negara tidak hadir sebagai penjaga kesucian keluarga, melainkan membiarkan kehancurannya secara perlahan.

Berbeda dengan sistem Islam yang menempatkan keluarga sebagai fondasi utama dalam membangun masyarakat yang bermartabat. Islam menetapkan bahwa hubungan sedarah (inses) adalah dosa besar yang haram dilakukan. Islam tidak hanya mengharamkan perbuatan itu, tapi juga menutup semua jalan yang dapat mengarah ke sana, termasuk dengan aturan ketat terhadap media, pergaulan, serta penegakan hukum syariah secara menyeluruh.

Negara dalam sistem Islam memiliki kewajiban menjaga masyarakat dari perilaku menyimpang melalui pembinaan iman dan takwa, penerapan amar makruf nahi munkar, serta pemberlakuan sanksi tegas yang memberikan efek jera. Islam tidak memisahkan agama dari kehidupan, tetapi menjadikannya sebagai rujukan utama dalam seluruh aspek, termasuk sosial dan keluarga. Inilah sistem yang terbukti menjaga kemuliaan manusia dan ketahanan keluarga.

Fenomena rusaknya keluarga hari ini bukanlah kebetulan, tapi buah dari sistem rusak yang dijalankan selama ini. Sudah saatnya umat menyadari bahwa hanya dengan kembali kepada Islam secara menyeluruh, kita bisa membangun peradaban yang sehat, keluarga yang mulia, dan masyarakat yang terjaga dari kerusakan moral.
Wallahu a’lam bi ash sawab.