-->

Program Pendidikan Karakter Anak ke Barak Militer, Tepatkah?


Oleh : Karnili
Aktivis Dakwah

Pemkot Bekasi menyiapkan dua markas militer, yaitu Batalion Infantri Mekasnis 202 dan Batalion Armed untuk menunjang program Pendidikan Karakter dan Perilaku bagi siswa SMA/SMK yang bermasalah di wilayah Jawa Barat. Langkah ini bagian dari bentuk dukungan terhadap program Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dalam rangka mengirim siswa-siswi 'nakal' ke barak militer.

Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto mengungkapkan, Pemkot Bekasi menyambut baik bahkan mendukung program pendidikan khusus selama enam bulan bagi anak-anak yang terlibat kenakalan remaja, mulai dari tawuran, narkoba, geng motor, hingga pembegalan yang selama ini meresahkan masyarakat. Menurutnya, Ini adalah proses edukasi guna membina mental dan kedisiplinan untuk anak-anak yang mungkin salah dalam pergaulan. Di samping itu, semangat kebangsaan juga ditanamkan kembali di jiwa mereka. (bekasi.inews.id)

Dalam program ini, Dedi Mulyadi mengatakan akan menyiapkan anggaran selama enam bulan atau bahkan sampai satu tahun agar anak-anak yang dinilai berkelakuan 'nakal' bisa dibina langsung oleh TNI dan POLRI. 

Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen Wahyu Yudhayana, memberikan konfirmasi terkait adanya kerja sama dengan Pemprov Jawa Barat yang berkaitan dengan pembinaan anak-anak. Materi pendidikan yang akan diberikan pun beragam, mulai dari bimbingan konseling, latihan baris-berbaris, kedisiplinan, motivasi, penyuluhan wawasan kebangsaan, edukasi bahayanya narkoba, permainan kelompok, hingga outbound. Adapun tenaga pendidik berasal dari kalangan TNI AD, POLRI, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Lembaga Perlindungan Anak (LPA), serta tenaga pendidik yang sesuai dengan bidangnya masing-masing. (radarbekasi.id) 

Namun, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Atnike Nova Sigiro, berharap agar Dedi Mulyadi meninjau kembali program pengiriman siswa yang bermasalah ke barak militer ini. Menurutnya, hal itu bukanlah kewenangan TNI untuk memberikan edukasi, civic education. Berbeda hal nya jika membawa anak-anak ke sana untuk mendapatkan pemahaman tentang pendidikan karier di Tentara, maka itu sah-sah saja.

Potret remaja muslimin di negeri saat ini memang tidaklah baik-baik saja, tetapi tidak bisa dikatan buram semua karena di sisi lain masih ada sebagian remaja muslim di Indonesia sudah mengenal dan memahami bahwa Islam adalah sebagai identitas diri. Tak sedikit dari mereka senang mengikuti kegiatan keagamaan atau Rohis di sekolah-sekolah, bahkan ada yang ikut kajian keislaman di luar sekolah.

Sementara itu di tempat lain, kondisi remaja sangat memprihatinkan. Mereka terjebak dalam pergaulan bebas, aktivitas negatif yang jumlahnya cukup banyak, bahkan jenis-jenis kejahatannya pun makin mengkhawatirkan.

Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak hal yang memengaruhi karakter remaja, termasuk lingkungan mereka tinggal, teman, dan media massa. Oleh karena itu, peran orang tua sangatlah penting karena di sanalah pendidikan dimulai. Apabila orang tua tidak membangun karakter islami yang kuat di rumah, maka wajar ketika di lingkungan luar, remaja dengan mudahnya terpengaruh.

Peran negara pun tidak kalah pentingnya. Jikalau sistem pendidikan yang diterapkan jauh dari ajaran Islam, maka akan melahirkan generasi yang tidak terarah karena akhirat bukanlah tujuan hidup. Cara pandang mereka terhadap kehidupan telah bergeser karena arus kapitalisme dan materialisme sehingga tidak heran mereka mengukur kebahagiaan dari besarnya materi yang didapat dan dimiliki.

Islam menekankan bahwa lingkungan keluarga merupakan pembentuk karakter pertama bagi anak. Dari sinilah remaja sudah harus memahami dan mengetahui tujuan dan pedoman hidup. Berdasarkan hal ini, orangtualah yang pertama memberikan pemahaman tentang aqidah, akhlak, dan yang lebih utama lagi anak akan melihat bagaimana orangtuanya di rumah. Sudah semestinya, kebutuhan kasih sayang anak terpenuhi, ilmu kedisiplinan dan pelatihan kemandirian anak bisa di dapatkan dari kedua orangtuanya. Karena sejatinya, orang tua yang akan menghantarkan dan menjadikan anak-anaknya baik atau buruk. Karena itu disebutkan bahwa Ibu adalah pendidik pertama dan ayah sebagai kepala sekolahnya.

Rasulullah saw. bersabda, 
"Setiap anak yang dilahirkan di atas fitrah hingga fasih (berbicara), kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Majusi".

Dalam sistem Islam, mengirim anak-anak yang berperilaku 'nakal' ke barak militer dapat dikatakan tidak tepat, karena solusi yang sebenarnya adalah mengembalikan fungsi keluarga sesuai yang diperintahkan Allah Ta'ala. Dalam hal ini, negara wajib memastikan bahwa para orang tua menjalankan tugas pokoknya dengan baik, yakni mendidik anaknya sesuai tuntunan Rasulullah SAW, sehingga kelak akan menghasilkan generasi yang tangguh dan berkualitas yang mampu mengarungi kehidupan dengan bekal pemahaman Islam yang cukup, bahkan siap untuk bersama-sama memperjuangkan agama Islam yang haq ini.

Di samping itu, pembentukan lingkungan masyarakat yang kondusif merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan karakter anak untuk kehidupannya. Maka di sini, negaralah yang berkewajiban untuk menjalankan aturan Islam seutuhnya dalam rangka untuk mengatur seluruh urusan umat. Negara harus memberantas setiap hal yang dapat merusak, seperti pornoaksi, situs peredaran pornografi, situs judol, miras, jaringan narkoba dan lain sebagainya. Dalam hal ini, negaralah yang menjadi satu-satunya institusi yang mampu melindungi anak dan mengatasi permasalahan anak secara sempurna.

Sebagaimana dalam hadist Rasulullah saw. bersabda, 
"Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya." (HR. Muslim)

Wallahu a'lam bish shawab