-->

Uji Klinis Vaksin TBC, Menguntungkan Siapa?


Oleh : Fadhilah Nur Syamsi

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, mengatakan lembaganya telah memberikan izin kepada yayasan Gates Foundation milik Bill Gates untuk melakukan uji coba klinis fase 3 vaksin TBC jenis M72 di Indonesia. (Tirto.id) 

Salah satu tahapan dalam uji coba klinis fase 3 vaksin tersebut adalah penarikan sampel dari para penderita penyakit TBC. Taruna menyebut, nantinya Gates Foundation akan menarik sekitar 2 ribu sampel di Indonesia. BMGF telah menyalurkan lebih dari USD159 juta (Rp2,6 triliun) kepada Indonesia, terutama untuk sektor kesehatan.

Pada kesempatan tersebut, Presiden tidak sungkan memuji Bill Gates dan menyebutnya sebagai tokoh yang lebih pancasila. Pasalnya, bos Microsoft ini ia sebut telah memberikan begitu banyak dana hibah untuk membantu pengembangan sektor strategis di Indonesia.

Siapa Yang Lebih Di untungkan?

Terkait uji coba vaksin tuberkulosis (TBC) yang diracik pendiri Microsoft sekaligus filantropis dunia Bill Gates berkaitan dengan bisnis. Pengadaan vaksin sudah menjadi bagian dari bisnis besar bagi perusahaan-perusahaan farmasi dunia. Mengingat tingginya jumlah penderita TBC di seluruh dunia.

Bisnis vaksin TBC akan sangat menguntungkan karena pengidap TBC di dunia menurut catatan WHO pada tahun 2024 ada sekitar 8,2 juta warga dunia mengidap TBC. Sedangkan di Indonesia Kementerian Kesehatan di tahun 2022 mendeteksi tuberculosis (TBC) sebanyak lebih dari 700 ribu kasus.

Karenanya uji coba vaksin ini lebih menguntungkan perusahaan Bill Gates ketimbang rakyat Indonesia. Apalagi pabrik vaksin ini tidak dibangun di Indonesia, melainkan di Singapura.

Politik Penjajahan Imprealis Barat

Korporasi asing yang bergerak di bidang kesehatan termasuk farmasi sudah lama menjalankan politik penjajahan di bidang kesehatan. Dalam kasus pandemi Corona, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan bahwa umat manusia berada di tepi “bencana kegagalan moral” karena negara-negara kaya tidak memastikan distribusi adil dari vaksin untuk memerangi pandemi Corona.

Negara-negara besar terus melindungi produsen vaksin asal negara mereka dengan dalih hak paten. Artinya, negara-negara itu bersama segenap korporasinya hanya peduli pada uang, bukan pada kesehatan dan nyawa manusia. Perlu dicatat, bisnis vaksin Covid-19 memberikan keuntungan hingga puluhan miliaran dolar pada para produsen vaksin.

Sudah saatnya kaum Muslim membangun kemandirian dalam layanan kesehatan, termasuk membangun industri farmasi dan vaksin yang independen. Tidak bergantung pada negara-negara imperialis barat.

Kesehatan Dalam Islam

Berbeda dengan cara pandang sekularisme kapitalisme liberal, kesehatan dalam Islam dipandang sebagai salah satu hak dasar seluruh warga negara secara orang per orang sekaligus menjadi indikator untuk mengukur kesejahteraan. Pengurusannya diserahkan oleh syariat kepada negara atau khalifah sebagai sebuah kewajiban kepemimpinan melalui mekanisme yang alami, mendasar, dan menyeluruh (meliputi aspek promotif, preventif dan kuratif), sekaligus berkeadilan.

Dalam implementasinya, sejarah peradaban Islam dipenuhi cerita sukses dan kegemilangan sistem pengaturan masyarakat termasuk di bidang kesehatan. Negara Islam (Khilafah) benar-benar memfungsikan diri sebagai pengurus dan penjaga rakyat sehingga kesejahteraan yang berhasil diwujudkan benar-benar tidak ada bandingan.

Sistem tata kota, perairan, drainase, kerumahsakitan, layanan kesehatan keliling, penatalaksanaan dan sistem standarisasi layanan, dukungan riset dan pengembangan, baik di bidang kedokteran, farmasi, teknik-teknik pengobatan, alat-alat operasi, dsb. Benar-benar mengagumkan. Pada semua hal itu, negara Khilafah menerapkan standar dan target tertinggi dan layanannya meng-cover semua kebutuhan rakyat di semua tempat.
Wallahu a'lam bish showab.