Lingkaran Pengangguran Menunggu Tanpa Kepastian
Oleh : Maulli Azzura
Gelar sarjana dulu dipuja, dianggap sebagai pintu menuju masa depan cerah. Namun kenyataan di lapangan berkata lain. Makin banyak lulusan universitas di Indonesia justru masuk dalam lingkaran pengangguran, menunggu tanpa kepastian, di tengah pasar kerja yang kian selektif dan jenuh.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren yang mencemaskan. Pada 2014, jumlah penganggur bergelar sarjana tercatat sebanyak 495.143 orang. Angka ini melonjak drastis menjadi 981.203 orang pada 2020, dan meski sempat turun menjadi 842.378 orang di 2024, jumlah tersebut tetap tergolong tinggi. (CNBC.com 01/05/25)
Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi setiap negara. Jika berbicara tentang masalah pengangguran, berarti tidak hanya berbicara tentang masalah sosial tetapi juga berbicara tentang masalah ekonomi.
Karena pengangguran selain menyebabkan masalah sosial juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara khususnya negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Kemudian, dampak dari pengangguran adalah angka kriminalitas tinggi, seperti pencurian, penodongan, perampokan, pelacuran, jual beli anak, judi online dan lainnya.
Masalah pengangguran selalu menjadi permasalahan yang sulit terpecahkan disetiap negara. Sebab jumlah penduduk yang bertambah semakin besar tiap tahunnya, akan menyebabkan meningkatnya jumlah orang pencari kerja, dan seiring itu tenaga kerja juga akan bertambah.
Dalam sistem Islam ada beberapa langkah yang akan dilakukan oleh seorang pemimpin dalam mengatasi pengangguran, karena pemimpin merupakan penanggungjawab atas pengurusan rakyatnya sebagaimana dalam sebuah hadis yang menyatakan bahwa :
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Rakyat juga dibebaskan untuk memilih sesuai dengan potensinya, termasuk memberikan keahlian atau keterampilan kepada rakyat terutama bagi laki-laki yang memiliki kewajiban mencari nafkah.
Kedua, menyiapkan sarana dan prasarana bagi semua rakyat terutama laki-laki agar mau bekerja seperti memberikan modal dengan cuma-cuma dari baitul mal.
Ketiga, kewajiban bekerja hanya untuk laki-laki saja, hal ini akan menghilangkan persaingan antara tenaga perempuan dan laki-laki. Pekerjaan yang diperbolehkan untuk pekerja perempuan adalah pekerjaan yang memang harus dilakukan oleh perempuan.
Keempat, sektor industri dalam Islam akan lebih banyak menyerap tenaga dalam negeri dan dikelola oleh negara langsung. Dengan demikian rakyat mudah mendapatkan pekerjaan dan tidak ada yang menganggur.
Dengan beberapa langkah di atas Islam mampu menyelesaikan angka pengangguran, dengan demikian kesejahteraan akan dirasakan oleh seluruh rakyat baik umat Islam maupun nonmuslim. (Sumber : Topswara)
Wallahu a’alam bishawab.
Posting Komentar