Kesejahteraan Dalam Naungan Islam, Mampukah Jawa Tengah Meneladaninya?
Oleh : Mommy Hulya
Jawa Tengah terkenal dengan keramahan masyarakat serta hijaunya hamparan sawah dan sawah yang subur, ironisnya kemiskinan justru membelit jutaan warganya. Ditengah tanah yang syarat dengan pesantren, masjid dan ceramah keislaman namun justru nilai-nilai Islam belum benar-benar menjelma menjadi sistem yang diterapkan secara keseluruhan.
Jika kita telaah lagi histori kepemimpinan Islam dahulu di Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW adalah simbol kesejahteraan dan keadilan. Mengapa sistem yang pernah berjaya tersebut tidak diteladani sepenuhnya saat ini? Apakah ajaran Islam hanya berhenti di Mimbar, tidak turun ke ladang, pasar, dan perut rakyat kecil.
Dilansir dari regional.kompas.com Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi dalam Musrenbang RPJMD Jawa Tengah pada Senin 5 mei 2025 menegaskan komitmen untuk mengentaskan kemiskinan di Jawa Tengah. Angka kemiskinan kita 9,58 persen, tenang saja
masih satu digit meski angkanya 9 koma kita usahakan di bawah nasional 8,75, ujarnya. Lutfi mengaku optimis angka tersebut bisa di tekan meski ada beberapa wilayah yang masih memerlukan perhatian lebih sebagai upaya mengentaskan kemiskinan seperti Brebes, Purbalingga, Pemalang, Kebumen, Pemalang dan Cilacap.
Selain soal kemiskinan,
IPM juga masih tertinggal dari Nasional. Gubernur Lutfi juga menyoroti rendah nya IPM sebagai tambahan informasi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas hidup masyarakat di suatu wilayah berdasarkan tiga dimensi utama: kesehatan (umur harapan hidup), pendidikan (rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah), serta standar hidup layak (pengeluaran riil per kapita).
IPM Jawa Tengah Selama ini belum pernah melampaui angka nasional sejak 2018 bahkan perbedaan antara keduanya saat ini justru makin lebar.
Indeks Pembangunan Manusia Jawa Tengah 2024 yakni 73,87 sedangkan nasional 75.02 ujar Lutfi.
Sebagai bagian dari strategi pembangunan ke depan Lutfi menekankan pentingnya peningkatan infrastruktur terutama sistem irigasi untuk mendukung swasembada pangan.
Jawa tengah merupakan sentral Swasembada pangan 16,5 persen penyumbang padi nasional setelah Jatim.
Lutfi menyatakan bahwa RPJMD ini akan menjadi dasar pijakan bagi pembangunan jangka menengah yang berjenjang.
Mengatakan "tenang saja masih satu digit" ketika angka kemiskinan 9,58% bisa terdengar meremehkan, apalagi jika dibandingkan dengan target nasional 8,75%. Meskipun satu digit, ini tetap berarti jutaan orang hidup dalam kondisi miskin. Jadi, framing komunikasi publik perlu lebih empatik dan solutif, bukan sekadar optimis.
Brebes, Purbalingga, Pemalang, Kebumen, dan Cilacap memang dikenal memiliki ketimpangan pembangunan. Diperlukan pendekatan desentralistik yang lebih mendalam melibatkan potensi lokal, penguatan UMKM, pendidikan vokasi, dan akses layanan dasar yang merata.
Dalam kepimpinan Islam di jaman Rasulullah SAW, ketika Madinah dibangun sebagai negara Islam pertama, salah satu langkah awal beliau adalah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar menghapus jurang sosial dan ekonomi.
Rasulullah SAW memimpin dengan prinsip keadilan dan tanggung jawab yang tinggi serta kasih sayang terhadap umatnya. Beliau juga memastikan Baitul Maal (lembaga keuangan negara) benar-benar berfungsi untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat. Zakat, infak, dan ghanimah (rampasan perang) disalurkan dengan prinsip keadilan. Bukan hanya memberi bantuan kepada yang miskin tapi justru membangun masyarakat yang mandiri agar mampu berdiri di atas kakinya sendiri.
Apabila dikaitkan dengan konteks permasalahan Jawa Tengah program program yang di buat untuk mengentaskan kemiskinan, sebaiknya tidak berhenti semata mata hanya pada bantuan sesaat akan tetapi pemberdayaan yang berkelanjutan.
Pemimpin seharusnya menciptakan sistem yang membuat masyarakat berdaya , bukan malah tergantung terhadap bantuan-bantuan dari pemerintah. Hal ini justru akan memperburuk keadaan. Masyarakat akan selalu mengandalkan bantuan pemerintah sementara dana APBD semakin membengkak karena memberi bantuan secara terus menerus.
Berkaitan dengan IPM Jawa Tengah yang rendah, dalam kacamata Islam menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim Rasulullah mengajarkan bahwa satu generasi yang terdidik lebih berharga daripada harta berlimpah. Maka saat IPM Jawa Tengah masih rendah, ini berarti ada hak-hak masyarakat yang belum terpenuhi terutama dalam pendidikan dan kesehatan. Pemimpin seharusnya meneladani Rasulullah SAW bahwa setiap anak-anak yang berada di Jawa Tengah mendapat akses pendidikan yang berkualitas dan kesehatan yang merata. Hal ini bukan hanya sekedar target statistik melainkan tanggung jawab dan amanah seorang pemimpin.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Insfastruktur yang sempat di singgung Gubernur seharusnya sebagai sarana bukan sebagai tujuan utama
peningkatan sistem irigasi dan infrastruktur lainnya yang memang penting. Namun, dalam Islam, sarana seperti ini harus membawa kemaslahatan umat, bukan sekadar proyek pembangunan. Swasembada pangan menjadi strategi yang kuat jika hasilnya benar-benar dinikmati petani kecil, bukan hanya korporasi. Fokus pada sistem irigasi dan pertanian memang penting, karena Jateng penyumbang padi Nasional. Tapi ini sebaiknya diiringi dengan,
mekanisasi pertanian,
peningkatan pendapatan petani, konektivitas pasar, memberikan pendidikan anak petani agar tidak hanya menggantungkan hidup pada lahan.
RPJMD Sebagai Pijakan atau Amanah?
Dalam perspektif Islam, ia adalah bentuk ikhtiar struktural yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah SAW berhasil membangun masyarakat madani karena fondasinya adalah tauhid dan keadilan sosial bukan sekadar optimisme, tetapi aksi nyata dan keteladanan. Bukan hanya sebagai dokumen kebijakan lima tahunan.
Komitmen Gubernur patut diapresiasi, tapi untuk benar-benar menekan kemiskinan dan menaikkan IPM, dibutuhkan lebih dari sekedar optimisme. Dibutuhkan aksi nyata yang menyentuh lapisan bawah masyarakat, pendidikan yang kontekstual, layanan kesehatan yang mudah diakses, dan ekonomi berbasis rakyat yang inklusif.
Dalam hal kesejahteraan kita bisa berkaca dan meneladani pemerintahan pada masa Umar bin Khattab ra. Puncak Kesejahteraan dan Administrasi Sosial
inilah masa keemasan keadilan sosial dalam sejarah Islam. Kebijakan emas Umar membentuk baitul maal yang terstruktur dan menjadikannya pusat distribusi kesejahteraan.
Tunjangan tetap bagi setiap rakyat, termasuk bayi yang baru lahir dan janda-janda. Mendirikan lembaga pengawasan pasar (hisbah) untuk menjaga kejujuran ekonomi. Reformasi pertanahan dan irigasi untuk meningkatkan produksi pangan dan pemerataan lahan.
Menolak monopoli, dan setiap hasil alam dikelola untuk maslahat umat.
Hal ini memberikan dampak hampir tidak ditemukan orang miskin yang pantas menerima zakat. Kesejahteraan merata dan negara makmur tanpa ketimpangan sosial.
Islam dengan jelas menawarkan solusi untuk permasalahan didunia secara menyeluruh. Mampukah Jawa Tengah pemerintah meneladaninya?
Wallāhu a‘lam bish-shawāb
Posting Komentar