Anak-anak Terjebak Judol, Nilai Moral Kian Ambrol
Oleh : Dede Yulianti
Harapan generasi muda Indonesia emas, malah kian membuat cemas. Pasalnya, transaksi judi online (judol) telah dilakukan oleh anak-anak sejak usia 10 tahun. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan bahwa praktik judol telah menjangkau anak-anak di usia sangat muda di Indonesia. Fakta ini terungkap dalam laporan Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko).
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengatakan bahwa data kuartal I-2025 yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10–16 tahun mencapai lebih dari Rp2,2 miliar. Untuk usia 17–19 tahun mencapai Rp47,9 miliar, sementara deposit tertinggi berasal dari kelompok usia 31–40 tahun yang mencapai Rp2,5 triliun. Sementara itu, pada tahun 2024, Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan jumlah transaksi judol tertinggi di Indonesia, dengan nilai transaksi mencapai Rp3,8 triliun. PPATK mencatat ada lebih dari 535.000 pemain judi online di Jawa Barat. Sungguh mengkhawatirkan! Generasi yang seharusnya fokus menuntut ilmu justru terjerat candu judol. Uang yang dipertaruhkan pun mencapai angka fantastis: miliaran rupiah.
Fenomena ini tentu bukan tanpa sebab. Mengapa anak-anak bisa menghabiskan uang sebanyak itu demi transaksi judol? Tentu karena ada kepentingan bisnis yang rakus, yang bahkan menyasar anak-anak. Inilah watak sistem hidup kapitalisme yang saat ini diterapkan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kapitalisme menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, meski harus merusak generasi muda. Judol telah menjadi industri yang memanfaatkan celah psikologis dan visual untuk menarik perhatian anak-anak. Sungguh, sistem kapitalisme telah merusak generasi: tanpa batasan moral dan hanya peduli pada keuntungan.
Sayangnya, meskipun dampak buruk judol telah nyata, pemerintah tak juga mengambil tindakan serius dan sistematis untuk mencegah maupun mengatasinya. Pemutusan akses dilakukan setengah hati dan tebang pilih, sementara banyak situs tetap aktif. Hal ini membuktikan bahwa demokrasi kapitalisme tidak memiliki solusi hakiki dalam menyelamatkan generasi muda dari kriminalitas.
Kondisi ini tentu semakin memperberat tugas orang tua dalam menjaga moral anak. Orang tua, khususnya ibu, memiliki peran sentral dalam membentengi anak dari kerusakan moral, termasuk jebakan judi online. Dengan berpegang teguh pada ajaran Islam, akan terbentuk kontrol diri untuk senantiasa taat dan memiliki rasa takut kepada Allah Swt. Sehingga, keluarga Muslim akan melahirkan anak-anak yang kuat secara akidah dan tidak mudah bermaksiat. Namun hal ini akan sulit dicapai jika orang tua sendiri terbebani oleh tekanan ekonomi dan tidak memiliki waktu untuk mendidik anak, terlebih di tengah kondisi ekonomi yang makin menghimpit. Akibatnya, tugas mendidik anak pun semakin terabaikan.
Di sinilah pentingnya sistem pendidikan yang mampu mewujudkan generasi bertakwa dan bermoral. Satu-satunya solusi menyelamatkan generasi hanyalah berasal dari Islam. Sistem pendidikan Islam tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga membentuk pola pikir dan sikap sesuai ajaran Islam. Anak-anak dididik untuk menjadikan halal-haram sebagai standar perilaku, termasuk dalam penggunaan teknologi dan literasi digital yang sesuai dengan batasan syariat.
Sistem pendidikan Islam tentu tidak bisa berdiri sendiri, tetapi terintegrasi dengan sistem negara. Hanya negara yang menjadikan akidah Islam sebagai asas dan menerapkan seluruh aturan Islam secara menyeluruh yang mampu mewujudkan sistem pendidikan seperti ini. Negara dalam Islam (Khilafah) bukanlah pencari keuntungan demi pemasukan pajak dengan mengorbankan moral rakyat, tetapi memiliki fungsi utama sebagai pengurus rakyat dengan memberlakukan syariat Islam. Salah satunya adalah menjaga rakyat dari segala bentuk kerusakan, termasuk dari bahaya judi online. Negara mampu menutup akses secara menyeluruh dan mencegah tersebarnya konten-konten merusak lainnya. Digitalisasi pun akan diarahkan sepenuhnya untuk kemaslahatan rakyat.
Maka, tak ada pilihan lain. Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa kerusakan hidup saat ini disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme demokrasi. Hanya Khilafah yang akan mengakhirinya.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Posting Komentar