Kegagalan Negosiasi Tarif dan Pentingnya Sistem Ekonomi Islam
Oleh : Imam Suyudi, Praktisi Bisnis Syariah
Situasi ekonomi Indonesia kian mengkhawatirkan. Hal ini tercermin dari lemahnya posisi pemerintah dalam negosiasi perdagangan internasional, khususnya dengan Amerika Serikat (AS). Dalam waktu 60 hari, Indonesia dipastikan gagal menyelesaikan kesepakatan tarif impor dengan AS. Fakta ini terungkap usai Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa hingga kini baru satu negara yang berhasil mencapai kesepakatan dengan AS (CNNIndonesia.com, 17/6/2025).
Akibat kegagalan tersebut, produk-produk ekspor Indonesia yang masuk ke pasar Amerika dipastikan akan dikenai tarif timbal balik (reciprocal tariff) sebesar 32% yang mulai diberlakukan efektif pada 9 Juli 2025 (TradeComplianceResourceHub.com).
Kebijakan tarif baru ini diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025. Dampak negatifnya terhadap perekonomian Indonesia sudah terlihat jelas. Nilai ekspor ke AS diperkirakan akan menurun secara signifikan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa kebijakan tersebut akan melemahkan daya saing produk Indonesia di pasar Amerika. Produk ekspor utama yang berpotensi terdampak mencakup peralatan elektronik, garmen dan tekstil, sepatu, minyak sawit, produk karet, mebel, serta komoditas perikanan seperti udang dan hasil laut lainnya (Tempo.co, 16/4/2025)
Penurunan ekspor tentu akan berdampak pada sektor manufaktur dalam negeri. Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko, mengatakan, kenaikan tarif akan menyebabkan menyusutnya jumlah pesanan (purchase order). Dampaknya, produksi akan menurun dan kemungkinan besar akan terjadi pemutusan hubungan kerja atau PHK (Kompas, 3/4/2025).
Peningkatan angka pengangguran pun menjadi ancaman nyata. Sebelum krisis ini saja, jumlah korban PHK sudah mencapai lebih dari 70.000 orang. Data dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat bahwa sejak 1 Januari hingga 10 Maret 2025, jumlah PHK telah mencapai 73.992 kasus (Tempo.com, 30/5/2025).
Dampak kebijakan ini tidak berhenti pada sektor ketenagakerjaan. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga diprediksi akan tertekan. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB, Didin S. Damanhuri, memperkirakan nilai rupiah bisa jatuh hingga Rp17.000 per dolar AS. Ia menilai, kebijakan tarif timbal balik AS menciptakan guncangan ekonomi global yang memperburuk tekanan terhadap nilai tukar berbagai mata uang, termasuk rupiah.
Lemahnya rupiah jelas akan menggerus cadangan devisa negara. Didin juga menambahkan bahwa kebijakan ini memperburuk sentimen negatif terhadap kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang sedang lemah. Indikatornya antara lain meningkatnya utang luar negeri yang mencapai sekitar Rp7.000 triliun pada Januari 2025, serta defisit APBN sebesar 0,13% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dari berbagai permasalahan ini terlihat jelas betapa besar dampak kebijakan ekonomi negara lain terhadap perekonomian kita. Ini membuktikan betapa rapuhnya sistem kapitalis yang selama ini diterapkan oleh pemerintah. Jika umat Islam beriman sepenuhnya kepada Islam dan memberikan kesempatan kepada Sistem Ekonomi Islam untuk diterapkan, maka hasilnya akan sangat berbeda. Sistem Islam telah terbukti tangguh menghadapi tekanan global, termasuk dalam hal perang tarif.
Salah satu fondasi utama Ekonomi Islam adalah penggunaan mata uang berbasis emas dan perak, sebagaimana tercantum dalam hadits, "Apabila di akhir zaman, manusia di kalangan mereka itu harus menggunakan dirham-dirham dan dinar-dinar sehingga dengan kedua mata uang itu seorang laki-laki menegakkan agama dan dunianya” (HR. Imam al-Thabrani)
Dengan penerapan dinar dan dirham, negara tidak akan terbebani oleh fluktuasi nilai tukar. Mata uang ini memiliki nilai intrinsik karena terbuat dari logam mulia, sehingga nilainya tidak semata-mata bergantung pada kepercayaan publik atau kebijakan pemerintah. Stabilitas ini membuatnya lebih tahan terhadap inflasi dan gejolak pasar, berbeda dengan uang kertas yang mudah terdepresiasi.
Penggunaan dinar dan dirham juga akan menstabilkan biaya produksi barang lokal karena gaji dan bahan baku tidak akan tergerus inflasi. Hal ini memberikan kepastian harga bagi para eksportir, memungkinkan mereka bersaing secara adil di pasar internasional. Mereka tak lagi khawatir dengan pelemahan mendadak nilai tukar yang bisa mengacaukan proyeksi harga jual.
Namun, sistem ekonomi Islam tidak hanya bergantung pada dinar dan dirham.
Sistem ini juga mengandalkan Baitul Mal sebagai institusi keuangan negara yang berperan dalam pengelolaan harta umat berdasarkan prinsip syariah. Pemasukan negara tidak berasal dari utang ribawi, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an, "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (TQS al-Baqarah: 275).
Dengan tidak bergantung pada utang berbasis riba, negara dapat menjaga kedaulatan ekonominya. Baitul Mal memiliki sumber pendapatan yang komprehensif, seperti zakat, infak, sedekah, ghanimah, fai', jizyah, kharaj, ushur, rikaz, dan pengelolaan harta wakaf. Seluruh pendapatan ini dikelola untuk kesejahteraan umat, bukan untuk membayar bunga utang.
Sistem ini bukan sebatas teori. Sejarah telah membuktikan keberhasilannya, seperti ketika pasar Muslim di Madinah yang digagas oleh Abdurrahman bin Auf atas arahan Rasulullah SAW berhasil menandingi dominasi pasar Yahudi dalam waktu empat tahun. Karena pasar tersebut menerapkan syariat sebagai pondasinya, kejujuran sebagai penopangnya, tanpa sewa lapak, dan orientasi keberkahan, sehingga menarik minat pedagang dari berbagai kalangan.
Jadi melalui semua aspek dan bukti sejarah kita dapat simpulkan jika Sistem Ekonomi Islam yang di terapkan oleh negeri ini pasti akan dengan sangat mudah menang dalam perekonomian gelobal tidak hanya melawan kebijakan tarif AS.
Ke depan, semoga umat Islam di Indonesia semakin menyadari bahwa Islam bukan hanya mengatur aspek ibadah, tetapi juga menawarkan solusi lengkap bagi permasalahan manusia, termasuk masalah ekonomi karena sistem ekonomi islam terintegrasi dalam satu sistem pemerintahan yakni Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah. Yaitu satu satunya sistem berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits yang akan membawa umat manusia menuju kemakmuran dan keadilan.[]
Posting Komentar