Keracunan MBG Terus Bertambah, Tanggungjawab Siapa?
Oleh: Hamnah B. Lin
Jumlah korban keracunan diduga akibat mengkonsumsi makan bergizi gratis (MBG) di Kota Bogor bertambah jadi 210 orang berdasarkan perkembangan kasus hingga 9 Mei 2025.
"Total perkembangan kasus dugaan keracunan makanan dari tanggal 7-9 Mei 2025, secara kumulatif total korban yang tercatat sebanyak 210 orang," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno dalam keterangan tertulis, Minggu (11/5).
Sri Nowo menyebutkan 210 orang yang diduga keracunan berasal dari delapan sekolah. Mereka mendapat MBG dari satu SPPG yang sama. Dari jumlah tersebut ada 34 orang yang masih menjalani perawatan medis di rumah sakit (CNN, 11/05/2025 ).
Ditempat tepisah, Presiden RI Prabowo Subianto mengeklaim keberhasilan program Makan Bergizi Gratis (MBG) mencapai 99,99% meski terdapat kasus keracunan di berbagai daerah. Prabowo beralasan, korban keracunan akibat MBG berada di kisaran 200 orang, masih sebagian kecil dibandingkan jumlah penerima MBG yang mencapai 3 juta orang.
“Hari ini memang ada yang keracunan, yang keracunan sampai hari ini dari 3 koma sekian juta. Kalau tidak salah di bawah 200 orang (yang keracunan), yang rawat inap hanya 5 orang,” ujar Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (5-5-2025).
Respon atas munculnya kasus keracunan MBG Presiden Prabowo tersebut merupakan klaim berbahaya, juga menjadi penegas ketakpedulian negara terhadap kemaslahatan publik dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi, juga sekaligus menjadi petunjuk kuat bahwa konsep dan paradigma yang mendasari program MBG memang membenarkan perkara tersebut.
Jika pemerintah tulus bermaksud mewujudkan generasi emas, maka semestinya, konsep dan paradigma yang mendasari program pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi MBG adalah yang menjamin hak setiap individu publik, tanpa ada yang diabaikan meski hanya satu orang.
Program MBG sedianya bertujuan untuk mengatasi masalah stunting dan meningkatkan kualitas gizi anak-anak. Program MBG menargetkan 82,9 juta penerima manfaat dengan alokasi anggaran sebesar Rp171 triliun. Pemerintah pun melakukan efisiensi pada banyak sektor agar MBG berjalan tanpa hambatan. Per Maret 2025, program MBG telah berjalan di 38 provinsi, menjangkau 2 juta penerima manfaat melalui 722 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Hanya saja, dalam pelaksanaannya, pemerintah telah melupakan hal penting dari program MBG ini, yakni kualitas makanan yang dibuat dan didistribusikan benar-benar menjamin keselamatan dan keamanan bagi anak-anak. Banyaknya kasus keracunan massal adalah bukti pemerintah mengabaikan poin penting tersebut. Dari sini lahirlah ide untuk mengasuransikan program MBG dalam rangka mengurangi potensi risiko keracunan bagi penerima MBG. Hal ini disampaikan oleh pihak OJK.
Akar masalah semua ini adalah penerapan sistem kapitalis sekuler, dimana asas sistem ini memisahkan kehidupan dengan aturan Agama Islam. Maka penguasapun bebas membuat aturan sesuai kehendaknya. Penguasa yang seharusnya memeras keringat untuk memikirakn rakyatnya, agar bisa memenuhi kebutuhannya, nyatanya justru berbalik memikirkan bagaimana dia bisa meraih keuntungan dari setiap kebijakan. Penguasa hari ini tidak benar - benar memikirkan rakyat, tidak peduli, tidak berpihak pada rakyat.
Alhasil, korban keracunan MBG yang terus bertambah kali ini mutlak menjadi tanggungjawab penguasa atau pemerintah. Akankah ada etikat baik sebagai bentuk tanggungjawabnya.
Hal ini jauh dengan sikap para penguasa dalam Islam. Penguasa yang lahir dari rahim penerapan Syariat Islam tahu betul kepada siapa dia bertanggungjawab dan untuk apa dia menjadi penguasa.
Program MBG sejatinya bukanlah solusi preventif. Adanya masalah stunting dan gizi buruk adalah akibat tidak terpenuhinya kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar tidak terpenuhi karena pendapatan rakyat lebih rendah dibandingkan pengeluaran. Besar pasak daripada tiang, pendapatan kecil, bahkan tidak ada. Sementara itu, pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar terus meningkat.
Negara Khilafah Islamiyah akan memperhatikan setiap jengkal kebijakan agar hak dan kebutuhan generasi benar-benar terjamin. Di antara kebijakan tersebut ialah:
Pertama, menjamin dan memenuhi enam kebutuhan dasar setiap individu rakyat, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Pada aspek sandang, pangan, dan papan, negara harus memberikan kemudahan bagi rakyat dalam mengaksesnya, seperti harga tanah, rumah, dan pangan yang murah.
Kedua, mengalokasikan anggaran negara untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Di dalam baitulmal, terdapat bagian-bagian yang sesuai dengan jenis hartanya. Pertama, bagian fai dan kharaj yang meliputi ganimah, anfal, fai, khumus, kharaj, status tanah, jizyah, dan dharibah (pajak). Kedua, kepemilikan umum meliputi minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, serta aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus, semisal sarana publik seperti rumah sakit, sekolah, jembatan, dll. Ketiga, sedekah (zakat) yang disusun berdasarkan jenis harta zakat, yaitu zakat uang dan perdagangan; zakat pertanian dan buah-buahan; serta zakat ternak unta, sapi, dan kambing.
Ketiga, negara menyediakan lapangan kerja yang luas melalui pengelolaan sumber daya alam dan pembangunan sektor produktif. Negara membangun industri alat berat yang berpotensi merekrut banyak pekerja. Negara akan memberikan bantuan modal, insentif, dan keterampilan kerja bagi para penanggung nafkah agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.
Allahu A'lam.
Posting Komentar