-->

Indonesia Darurat Judol, Mau Sampai Kapan?


Oleh : Ummu Zalfa

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat adanya kenaikan sebesar Rp 219 triliun di tahun 2025 ini dari tahun 2024 terkait dengan perputaran dana judi online (viva.co.id, 27-05-2025).

Berbagai pihak telah terlibat di dalam praktik kemaksiatan judol, baik masyarakat biasa maupun pejabat. Dari kalangan usia dewasa, juga anak-anak. Untuk pelaku dewasa, mereka berasal dari beragam latar belakang profesi, mulai dari polisi, tentara, wartawan, hingga PNS.

Gambaran ini menunjukkan bahwa judol jelas-jelas berbahaya, bahkan sifatnya sudah sistemis. Bagai lingkaran setan, judol telah melilit habit manusia. Judi online seakan tidak pernah tumbang. Ibarat candu, judol membuat pelakunya mabuk uang. Didukung era digital yang menjanjikan beragam kemudahan teknologi dan informasi,  nyatanya bagai pisau bermata dua. Teknologi telah disalahgunakan oleh manusia akibat paradigma kehidupan serba bebas yang menganggap segala sesuatu serba boleh. Meski pemerintah sudah berupaya memblokir situs-situs judol, tetap saja ini belum efektif memberantasnya. Beberapa hal berkelindan seakan menguatkan judol, antara lain:

Pertama, menghapus atau memblokir konten tanpa perubahan perilaku masyarakat tidak akan menyelesaikan masalah. Di sistem sekuler, sebagian masyarakat masih ada yang menganggap judi adalah permainan yang menyenangkan. Dengan anggapan inilah para pembuat situs judi menjadikannya sebagai sumber penghasilan mereka. Masyarakat juga tidak kehilangan cara untuk mengakses situs-situs yang sudah diblokir dengan memanfaatkan aplikasi VPN (Virtual Private Network).

Kedua, di sistem sekuler kapitalisme, judol sangat berpotensi bergeser menjadi aktivitas legal dan dibolehkan. Kita tentu masih ingat pernyataan seorang pesohor tanah air yang mendukung agar judi online dilegalkan sebagai permainan yang menghibur, bukan untuk penipuan. Menurutnya, pelegalan judol mirip dengan pelegalan aktivitas haram lainnya seperti miras. Miras dilegalkan beredar di tempat tertentu dan syarat tertentu. Sesuatu yang jelas haram keberadaannya bisa menjadi legal dan halal di sistem sekuler kapitalisme.

Ketiga, penindakan hukum atas pembuat situs dan pelaku judol masih terbilang minim. Buktinya, mereka yang terlibat judol belum sepenuhnya mendapat sanksi yang membuat jera. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan jumlah perputaran uang judol hingga kuartal I-2024 mencapai Rp600 triliun. Sedangkan jumlah pemainnya mencapai 3 juta orang. Angka ini mengalami peningkatan siginifikan dibandingkan dengan 2022, saat itu jumlah pemain judol masih 2,1 juta orang. Dengan jumlah pelaku judol yang sebanyak itu, berapa persen pembuat situs dan pelaku yang mampu pemerintah tindak tegas?

Keempat, fakta adanya tiga juta masyarakat yang mengakses dan memainkan situs judol adalah bukti tidak terbantahkan betapa sistem kehidupan sekuler kapitalistik telah menjerumuskan mereka pada perkara yang diharamkan. Sudah banyak berita perihal judol karena terdesak kebutuhan ekonomi atau tuntutan gaya hidup hedonistis yang dijajakan sistem sekuler kapitalisme. Para bandar judol juga mengiming-imingi masyarakat dengan kemenangan semu, yaitu mendapatkan harta secara instan.

Walhasil, pemblokiran situs dan rekening judol tidak  memberantas judol secara  tuntas. Sistem sanksi hukum buatan manusia juga tidak memberikan efek jera bagi pelakunya. Pelaku bisa berulang kali melakukan keharaman tersebut karena hukuman tidak tegas.

Oleh karenanya,  memberantas judol secara tuntas tidak mungkin bisa dilakukan jika sistem sekuler kapitalisme masih diterapkan. Sistem sekuler telah menjadikan akal manusia sebagai penentu nilai perbuatan, tidak berdasarkan halal haram. Sistem sekuler kapitalisme menjadikan manfaat sebagai asas perbuatan. Selama ada manfaat dan materi yang diraih, perbuatan apa pun bisa dilakukan, meski terkategori perbuatan maksiat dan haram, seperti judol. 

Untuk itu perlu pencegahan dan penindakan secara sistemis dari negara untuk masyarakat demi mewujudkan kehidupan yang halal dan bebas dari perkara haram. Sistem kapitalisme yang rusak tidak layak untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan.

Sistem Islam Berantas Judol

Sungguh, Islam telah menerangkan bahwa perjudian, apa pun bentuknya, adalah haram. Dalam sistem Islam, negara tidak akan menoleransi segala kegiatan yang berbau judi. 
Firman Allah Ta'ala,

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).

Dalam sistem Islam, celah-celah perjudian, seperti impitan ekonomi, kesenangan duniawi, dan sejenisnya akan ditutup Negara dengan mengubah paradigma dan tujuan hidup manusia. Islam harus menjadi jalan hidup seorang muslim, hingga setiap perilakunya harus sesuai tuntunan syariat.

Saat ini sistem kehidupan sekuler kapitalisme telah membuat kehidupan  berorientasi materi. Siapa pun rela menghalalkan segala cara untuk memenuhi tuntutan hidup dan gaya hidup.  Tiadanya standar halal-haram, bahkan cenderung mengabaikan agama dalam mengatur kehidupan, telah mendorong maraknya perjudian di negeri yang mayoritas penduduknya Muslim. Miris.

Dalam Islam, kehidupan hanyalah bekal untuk amal akhirat. Standar perbuatan seorang muslim terikat dengan aturan Allah Taala. Ketakwaan dibangun secara komunal, bukan sekadar individual. Negara menerapkan aturan Islam kafah, baik pada aspek politik, ekonomi, pendidikan, sosial, maupun hankam. Negara akan merekrut aparat penegak hukum yang bertakwa, hingga dengan dukungan sistem sanksi yang tegas, tidak akan ada mafia judol atau penegak hukum yang menjadi bandar judol seperti hari ini. 
Jika Islam benar-benar diterapkan, tentunya secara komprehensif negara akan menerapkan mekanisme yang tegas agar judi tidak membumi. Islam secara sistemis akan melakukan hal-hal sbb,:
Pertama, menerapkan sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam yang akan membentuk pola pikir dan pola sikap pelajar sesuai arahan Islam. Pelajar akan memiliki standar perbuatan berdasarkan Islam. Bukan hanya kesenangan materi, tetapi mereka akan memilih aktivitas yang Allah ridai.
Kedua, menutup setiap akses judol bagi seluruh masyarakat. Negara juga akan melarang konten-konten yang memuat keharaman atau yang tidak mengedukasi masyarakat untuk taat. Tidak ada ruang bagi kemaksiatan dalam sistem Islam.
Ketiga, pembiasaan amar makruf nahi mungkar pada kehidupan masyarakat akan menjadi pilar kedua setelah negara dalam mencegah individu berbuat maksiat. Mereka tidak akan menoleransi perilaku maksiat di sekitarnya. Hal ini akan turut mendukung suasana keimanan di tengah masyarakat.
Keempat, memberlakukan sanksi hukum yang memberi efek jera bagi setiap pelaku kriminal dan kemaksiatan. Sanksi bagi pelaku judi berupa takzir yang dapat berbeda-beda sesuai kadar kesalahannya. Definisi takzir secara syar’i yang digali dari nas-nas yang menerangkan tentang sanksi-sanksi yang bersifat edukatif adalah sanksi yang ditetapkan atas maksiat yang di dalamnya tidak ada had dan kafarat.
Penetapan kadar sanksi takzir merupakan hak bagi khalifah. Akan tetapi, sanksi takzir boleh ditetapkan berdasarkan ijtihad seorang kadi, dan boleh juga khalifah melarang kadi untuk menetapkan ukuran sanksi takzir, tetapi khalifah yang menetapkan ukuran sanksi takzirnya kepada kadi (Syekh Abdurrahman al-Maliki rahimahullah dalam kitab Nidzhom al-Uqubat wa Ahkam al-Bayyinat, hlm. 219). Untuk praktik judi, sanksi bisa berupa penjara, jilid, atau sesuai kebijakan khalifah dan kadi atas perbuatan tersebut.
Kelima, menjamin pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dengan tiga kemudahan, yakni mudah dalam harga, mudah mencari nafkah, dan mudah mengaksesnya. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan terlibat judol karena masalah ekonomi. Sistem ekonomi Islam menjadi solusi mendasar agar negara dapat melaksanakan perannya sebagai pelayan dan pengurus urusan rakyat, termasuk jaminan kebutuhan dasar mereka.

Demikianlah sistem Islam kafah tidak akan pernah membuka keran kemaksiatan dan keharaman yang berkembang biak saat ini apa pun bentuknya termasuk judol.  Dengan penerapan syariat Islam dalam bermasyarakat dan bernegara, pembiasaan pola hidup dan standar nilai masyarakat sesuai Islam tertanam kuat sampai ke akar. Walhasil problem judol pun kelar. Tentunya Khilafah lah yang mampu mewujudkannya.
Wallaahu a'laam bisshawaab.