Fenomena Lansia Terlantar, Dimana Peran Negara?
Oleh: Hamnah B. Lin
Fenomena lansia terlantar kembali menyita perhatian publik Gresik. Setelah kasus Mbah Ramelan yang berhasil dievakuasi oleh Griya Lansia Malang dan telah berpulang, kini giliran Mbah Nuralianto atau Mbah Nurali yang ditemukan dalam kondisi memprihatinkan di Desa Munggugianti, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik, Senin (12/5) (KabarBaik.co, 13/05/2015).
Penemuan ini diunggah dalam sebuah video yang diposting oleh akun TikTok Griya Lansia Husnul Khotimah, dan sontak menjadi perbincangan luas di media sosial. Warga kembali mempertanyakan, apa yang sebenarnya sedang terjadi di Gresik?
Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Gresik Farid Evendi, angkat bicara dan menceritakan secara runtut. Dari keterangannya yang didasarkan dari laporan dari Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Benjeng yang merupakan perpanjangan tangan Dinsos di lapangan diketahui bahwa Mbah Nurali adalah lansia dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan dalam kondisi fisik yang sakit.
Dilansir dari laman Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB, penelantaran lansia adalah sebuah isu global yang serius. Diperkirakan 1 dari 6 lansia mengalami beberapa bentuk penelantaran setiap tahunnya. Dengan begitu, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang berbagai bentuk penelantaran lansia, termasuk kekerasan fisik, emosional, dan finansial, serta pengabaian dan penelantaran sosial, menjadi tujuan utama PBB melalui Hari Kesadaran Penelantaran Lansia Sedunia.
Berdasarkan survei BPS 2016, sekira 15% lansia mengaku pernah mengalami kekerasan emosional dari anggota keluarga, dan sebagian besar perempuan lansia. Dipertegas melalui data Catahu 2022 Komnas Perempuan, kerentanan perempuan lansia terhadap kekerasan berada pada rentang usia 61—80.
Dalam periode tersebut, Komnas Perempuan mencatat pengaduan ratusan perempuan lansia korban kekerasan di ranah domestik, ranah publik, dan ranah negara. Sedangkan pengaduan ke lembaga layanan mencatat 47 perempuan lansia menjadi korban kekerasan, 42 orang di ranah domestik, dan 5 orang di ranah publik. (Antara News, 16-6-2024).
Miris, fenomena yang menyayat hati. Orangtua yang seharusnya mendapatkan perawatan dari anak - anaknya, bahagia dalam rengkuhan anaknya, dan bisa menikmati hari tuanya, namun justru terlantar jauh dari kata hangatnya pelukan anaknya.
Jika kita mencermati kasus pengabaian lansia yang juga diakibatkan oleh perlakuan buruk anak kepada orang tua, sesungguhnya ini tidak lepas dari diterapkannya sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Sistem ini menjadikan kebebasan merupakan hal yang diagungkan sehingga lahir darinya sikap individualistis dan hedonisme, cinta dunia.
Manfaat yang menjadi asas kehidupan menjadi pendorong dalam sistem kapitalis sekuler untuk menelantarkan orangtua mereka, karena mereka sudah tua, sudah tidak berdaya, sudah tak punya apa - apa.
Tidak heran pula jika dalam sistem ini anak-anak pun tidak merasa bersalah telah mengabaikan ayah-ibunya. Bahkan, tidak sedikit yang merasa berat untuk mengurusi orang tua karena dianggap beban, misalnya lansia yang dititipkan ke panti jompo, atau dengan sengaja ditelantarkan oleh anak dan keluarganya.
Sebaliknya, ada lansia yang merasa lebih nyaman tinggal di panti jompo daripada hidup di rumah anaknya. Mereka pun rela menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membeli asuransi hari tua sebagai jaminan agar masa tuanya tidak telantar.
Sudah begitu rusaknya tata pergaulan masyarakat hari ini, terkhusus bagaimana seharusnya anak memperlakukan orangtua mereka. Hal ini ditambah oleh negara yang jauh dari tanggungjawabnya untuk memahamkan berbagai kewajiban anak terhadap orangtuanya ataupun sebaliknya. Dan juga sampai langkah real memberikan sanksi tegas terhadap mereka yang berbuat buruk terhadap orangtua mereka.
Lebih parah, para kapitalis justru tertawa riang dengan kondisi ini. Karena mereka melihat peluang bisnis yang menggiurkan, yakni dengan adanya berbagai panti jompo dengan pilihan fasilitas yang beragam, fasilitas menyesuaikan harga. Manfaat lagi bukan.
Hal ini sungguh tidak akan terjadi tatkala Syariat Islam menjadi landasan di dalam mengatur suluruh kehidupan manusia. Islam menekankan peran penting tiga pihak berikut:
1. Keluarga, terutama anak-anaknya.
Setiap anggota keluarga, terutama anak-anak, wajib untuk mengurusi orang tuanya. Islam mengajarkan birrulwalidain, berbakti kepada orang tua. Setiap anak wajib berlaku lemah lembut kepada keduanya dan merawat mereka pada hari tuanya.
Firman Allah Swt., “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS Al-Isra: 23).
Dalam ayat ini, berlaku baik kepada orang tua diperintahkan setelah perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Amal ini menduduki derajat mulia yang akan mendapatkan pahala luar biasa bagi pelakunya. Demikian pentingnya hal ini, hingga Rasulullah saw. bersabda, “Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk surga.” (HR Muslim).
Jelaslah, bahwa dalam Islam kewajiban pertama mengurusi lansia dibebankan kepada anak dan keluarganya. Menurut ulama, makna “birrulwalidain” sekurang-kurangnya mencakup sikap, al-ihsaanu ilaihima (berbuat baik kepada keduanya), al-qiyaamu bi huquuqihima (menegakkan hak-hak keduanya), iltizaamu thaa’atihima (komitmen menaati keduanya), ijtinaabu isaa-atihima (menjauhi perbuatan yang menyakiti keduanya), dan fi’lu maa yurdhiihimaa (melakukan apa-apa yang diridai keduanya). Tentu saja tidak mudah untuk melakukan ini semua. Perlu kesabaran dan dorongan ketakwaan semata memenuhi kewajiban dari Allah Taala.
2. Kontrol masyarakat.
Sesungguhnya, keberadaan kontrol di tengah masyarakat akan menguatkan apa-apa yang telah dilakukan individu dan keluarga. Dengan saling mengingatkan dan menasihati di tengah umat, antarindividu yang satu dengan individu lainnya, atau keluarga yang satu dengan keluarga lainnya, akan sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya pengabaian terhadap hak lansia.
Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat dan aktif melakukan muhasabah atau mengoreksi terhadap penguasa akan menjauhkan rakyatnya dari keburukan. Selain itu, dengan tidak memberikan fasilitas sedikit pun dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran, akan menentukan sehat tidaknya sebuah masyarakat sehingga semua tindakan pengabaian terhadap lansia akan dapat diminimalkan dan kepedulian masyarakat terhadap lansia tetap terjaga.
3. Peran negara.
Permasalahan lansia tidak sebatas tanggung jawab anak terhadap orang tuanya, melainkan juga tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.
Rasulullah saw. bersabda, “Pemimpin yang mengatur urusan manusia (imam/khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan hadis ini, dapat dipahami bahwa meskipun lansia sudah tidak produktif lagi, negara tetap berkewajiban untuk mengurus dan melindunginya. Ini karena—sekali lagi—bahwa sejatinya negara adalah penanggung jawab seluruh urusan rakyatnya.
Negara wajib membangun ketakwaan individu sehingga memahami semua kewajibannya, termasuk keharusan mengurusi orang tua. Negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam sehingga lahir generasi yang memiliki kepribadian Islam yang mulia sehingga setiap anak akan berbakti dan bertanggung jawab kepada orang tuanya. Tidak kalah pentingnya, negara akan memastikan setiap kepala keluarga memiliki pekerjaan layak dan mendapatkan penghasilan yang bisa mencukupi kebutuhan keluarganya, termasuk untuk membiayai pengurusan orang tuanya.
Negara juga wajib memastikan lansia terpenuhi akan kebutuhan pokoknya secara layak, baik pangan, sandang, dan papan. Pemenuhan kebutuhan lansia pada dasarnya menjadi tanggung jawab keluarganya, tetapi jika keluarganya tidak mampu, negara yang menjamin semua pemenuhan kebutuhannya dengan dana yang dimiliki negara yang bersumber dari baitulmal.
Di samping itu, pelayanan kesehatan yang menjadi kebutuhan para lansia wajib diberikan negara kepada mereka secara cuma-cuma karena penurunan fungsi tubuh menjadikan lansia rentan terkena penyakit. Bahkan, jika dibutuhkan, negara harus menyediakan panti jompo dengan para perawatnya bagi para lansia yang tidak memiliki sanak keluarga lagi. Negara juga harus berupaya menciptakan iklim yang kondusif bagi lansia agar mereka bisa hidup bahagia dan sejahtera sampai akhir hayatnya.
Demikian sempurna dan mengagumkannya pengaturan Islam terhadap penjagaan terhadap lansia yang ini merupakan kewajiban bagi tiap individu anak dan Islam telah memiliki aturannya. Maka jika Islam diterapkan secara menyeluruh dalam instansi negara yakni khilafah Islamiyah maka tidak ada lagi atau minim adanya kasus penelantaran terhadap lansia.
Maka tiga pihak inilah yang bertanggungjawab terhadap maraknya kasus penelantaran lansia hari ini. Tinggalkan sistem kapitalis sekuler, terapkan sistem Islam secara menyeluruh.
Allahu a'lam.
Posting Komentar