-->

Akhiri Penjajahan di Palestina Dengan One Ummah


Oleh : Adilah Risya Rahmi (Aliansi penulis rindu Islam)

Sejak entitas Yahudi menyerang kembali Palestina pada Oktober 2023 hingga Januari 2025, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mencatat sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak yakni sekitar 70%. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat lebih dari 46.000 warga Palestina tewas, 109.378 lainnya luka –luka, memaksa sekitar 90 persen penduduk Gaza mengungsi serta memicu krisis kemanusiaan (voaindonesia.com.16/01/25).

Meski deretan angka korban terus meningkat dan menunjukan betapa miris kondisi di Palestina, namun dunia hanya mampu menghujat, mengutuk dan menuntut agar entitas Yahudi penjajah Israeh diseret ke pengadilan Internasional tertinggi. Walaupun sampai saat ini kecaman terus didapat dari berbagai pihak, tidak membuat para penjajah berhenti menggencarkan aksinya di wilayah Palestina. 

Suatu hal yang perlu dipahami, bahwa apa yang terjadi di Palestina merupakan sebuah kejahatan genosida, bukan perang. Banyak warga sipil yang menjadi korban atas serangan yang terus menerus dilakukan oleh Israel. Negara yang posisinya berdekatan dengan Palestina pun tidak mampu memberikan pembelaan nyata. Terlebih, negara negara yang mayoritas muslim pun hanya mampu memberikan retorika, namun tidak ada aksi nyata yang mengirimkan bantuan berupa tentara ke Palestina. Menlu RI Sugianto baru – baru ini mengatakan Indonesia siap mengirim pasukan perdamaian ke Palestina jika dapat persetujuan dari PBB (nasional.kompas.com/10/01/2025). Tahun lalu, ketika Prabowo Subianto masih menjabat sebagai Menhan menyampaikan pernyataan yang sama. Namun sampai saat ini masih belum mampu mengirimkan tentara karena harus mendapat persetujuan dari PBB (yogyakarta.kompas.com/03/06/24).

Negeri Arab Saudi yang terkenal dengan melimpahnya hasil tambang tak mampu memberikan dukungnanya kepada Palestina dengan mengembargo ke entitas Yahudi. Penguasa Arab hanya bisa memberikan pernyataan jika solusi atas konflik Palestina adalah damai, gencatan senjata dan solusi dua negara (two state solution). Turki yang memiliki pesawat tempur yang canggih pun tak mampu memberikan bantuannya kepada mujahidin Palestina. Mesir yang merupakan tetangga terdekat Palestina justru membangun tembok besar di perbatasan Rafah dan Mesir dengan alasan mengamankan warga Mesir. Hal ini diperparah dengan penolakan Mesir kepada pengungsi Palestina dengan alasan ekonomi. 

Negeri- negeri muslim yang menjadi harapan besar bagi warga Palestina nyatanya tidak mampu memberikan solusi yang menyelamatkan mereka. Pemimpin muslim seolah takut jika harus berhadapan dengan pendukung utama Israel yaitu Amerika. Sekat imaginer Nasionalisme menambah sulitnya pemimpin muslim untuk bertindak bahkan tersandera dengan aturan yang dibuat oleh Amerika. Ngerinya lagi, nasionalisme mampu mengubah persepsi, standar dan ketundukan umat Islam sehingga sebagian dari mereka tidak peduli terhadap penderitaan yang dialami saudara sesama muslim di Palestina. Mereka menganggap bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah konflik 2 negara dan bukan menjadi persoalan bagi dirinya. Hal ini tentu tidak tepat,karena umat Islam seharusnya menyadari bahwa genosida di Palestina adalah urusan seluruh umat Islam, bukan urusan umat Islam di Palestina saja.  

Solusi yang diberikan dibuktikan dengan adanya gencatan senjata pada 19 Januari 2025 lalu. Beberapa mengatakan bahwa ini merupakan akhir dalam konflik Palestina. Namun, militer Israel melanggar secara sepihak pada 18 Maret 2025. Lebih dari 404 warga Palestina tewas dan 562 lainnya luka-luka akibat serangan udara Israel ke Jalur Gaza yang melanggar kesepakatan gencatan senjata (antaranews.com/19/03/2025). Ini membuktikan bahwa gencatan senjata bukanlah solusi tuntas Palestina. Para penjajah tidak mengenal yang namanya gencatan senjata, karena mereka hanya mengenal kata perang. Solusi dua anegara pun diyakini tidak akan pernah memberikan solusi. Karena dengan pembentukan 2 negara maka akan ada pemgakuan berdirinya Negara Israel yang pada dasarnya tidak ada tanah bagi orang Israel di tanah Palestina. 

Kaum muslim harus memahami bahwa akar persoalan Palestina adalah adanya kedudukan Israel atas Palestina. Maka solusi yang tepat adalah dengan cara mengusir para penjajah dari tanah Palestina secara tuntas. Keberhasilan ini perlu adanya dukungan kuat dari pemimpin negeri –negeri muslin di seluruh dunia. Adanya kesamaan tujuan untuk pembebasan Palestina sehingga seluruh negeri mampu mengirimkan tentaranya ke Palestina. Memang tidak mudah, namun, langkah awal adalah penyadaran umat bahwa apa yang terjadi di Palestina adalah masalah umat muslim seluruhnya. Menyadarkan bahwa sekat imaginer Nasionalisme mampu memandulkan ruang gerak pemimpin muslim dan umat muslim untuk bergerak membebaskan Palestina. Berusaha menyatukan ummat muslim seluruh dunia dengan adanya satu komando untuk menggerakkan tentara adalah langkah nyata dalam mengakhiri penjajahan di tanah Palestina. Beberapa solusi yang ditawarkan oleh Negeri barat, pada nyatanya tak mampu menghentikan serangan penjajah ke tanah Palestina. Bersatunya ummat untuk meminta bahkan mendesak kepada para pemimpin muslim untuk mengirimkan tentaranya mengusir penjajahan dari tanah Palestina merupakan solusi yang benar nampak adanya.