-->

Marak Anak Pelaku Kriminal, Peran Keluarga Mandul?

 

Oleh: Sherly Agustina, M.Ag. (Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Perilaku kriminal di kalangan anak akhir-akhir ini seakan menjadi tren dan meresahkan. Bagaimana tidak, tak pernah terbayangkan seorang anak bisa melakukan tindakan kriminal seperti pemerkosaan, sodomi, pencurian, bahkan sampai pembunuhan. Sungguh miris, negeri ini darurat anak sebagai pelaku kriminal. Apakah peran keluarga di negeri ini mandul?

Di Sukabumi, anak usia 6 tahun (MA) yang baru saja mau duduk di sekolah dasar menjadi korban pembunuhan dan kekerasan seksual sodomi temannya yang berusia 14 tahun. Hal ini diungkapkan oleh Polres Sukabumi Kota usai melakukan serangkaian penyelidikan terhadap kematian korban yang mayatnya ditemukan tewas di jurang perkebunan dekat rumah neneknya di wilayah Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi 17 Maret 2024 lalu. Sementara peristiwa naas tersebut terjadi pada 16 Maret 2024. (Sukabumi.id, 02-05-2024)

Mengapa Terjadi?

Melihat fakta tersebut, tentu kita miris mengapa usia anak yang seharusnya sibuk menimba ilmu tapi menjadi pelaku kriminal. Dunia anak ternoda oleh virus yang merubah pribadi mereka menjadi pribadi yang brutal. Sungguh sangat disayangkan, sosok lugu penimba ilmu yang menjadi ciri khasnya. Sekarang menjadi pelaku kriminal yang membahayakan bagi orang lain. 

Munculnya permasalahan di atas bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: rapuhnya benteng pendidikan keluarga yang sangat krusial, sistem pendidikan yang ada belum berhasil menjadi tameng kedua setelah keluarga, masyarakat yang individualistis dan materialistis, dan sistem sekuler saat ini yang diterapkan memisahkan kehidupan agama hanya di ranah privat saja tak perlu dibawa dalam kehidupan. Sehingga agama tak menjadi self control individu apalagi negara. 

Selain itu, pengelolaan media yang kurang baik oleh negara membuat anak mudah mengakses konten kekerasan dan negatif. Di alam sekuler, terjadi pergeseran peran orang tua yang seharusnya menjadi pendidik pertama dan utama bagi anaknya hanya sekadar pencari nafkah an sich. Tak dimungkiri, kehidupan materialistik dan serba mahal mendorong para orang tua tersibukkan untuk mengejar materi memenuhi kebutuhan anak dengan fasilitas terbaik versi mereka. Akibatnya, anak kurang mendapatkan pendidikan terutama dasar agama yang menjadi pondasi penopang perilakunya di luar rumah dan kemudian hari.

Sistem pendidikan yang ada, belum menyentuh esensi perubahan karakter yang berdasar halal-haram, baik-buruk, benar-salah dalam pandangan syariat. Melainkan benar-salah dalam persepsi ide kebebasan yang dianut dan diagungkan negeri ini. Efeknya bisa kita lihat, kerusakan demi kerusakan pada anak terus terjadi. Out put pendidikan hanya mengandalkan kecerdasan intelektual tanpa dibarengi kecerdasan emosional, mental, dan spiritual banyak merusak fitrah generasi saat ini terutama dunia anak. 

Negara yang paling bertanggung jawab atas semua ini, karena keluarga, sistem pendidikan yanh ada dan pola masyarakat dibentuk oleh sistem kehidupan yang diterapkan suatu negara. Semua bermuara dari sistem kehidupan tersebut, apabila sistem kehidupan yang dipakai baik maka akan baik pada setiap bagian elemen kehidupannya. Umat harus segera disadarkan dari sakit parah yang dialaminya saat ini, obatnya tak lain yaitu kembali pada aturan Allah.

Konsep Islam yang Ideal dan Komprehensif 

Islam memiliki konsep yang unik, ideal, dan universal. Dari benteng keluarga melahirkan individu yang bertakwa. Peran orang tua sangat besar sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Di sinilah anak dikenalkan dan dipahamkan tentang syariat. Tentu tak mudah mendidik dan membekali mereka, tapi faktor lain akan membantu proses pembentukan ini. Yaitu sistem pendidikan yang ideal berbasis akidah Islam dan suasana amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat.

Sistem pendidikan Islam berdasar pada akidah Islam ini mengajarkan  halal dan haram, baik dan buruk, benar dan salah hanya berdasar syariat sehingga ucapan dan perbuatan anak terjaga. Karena tujuan pendidikan Islam membentuk anak didik memiliki kepribadian Islam yang hanya berstandar pada Islam dalam pola pikir dan pola sikapnya. Negara memfasilitasi sistem pendidikan yang ideal, agar menghasilkan generasi cemerlang. Out put pendidikan sebagai pelaku perbaikan di tengah umat, yang menciptakan peradaban gemilang seperti para ulama di masa keemasan peradaban Islam di masa dahulu.

Selain itu, negara menerapkan sistem sanksi yang tegas dan membuat efek jera. Karena fungsi sistem sanksi dalam Islam sebagai pencegah dan penebus dosa. Sanksi pembunuhan sudah diatur dengan jelas dalam Al Qur'an dan hadis, baik itu disengaja, tidak disengaja, dan menyerupai disengaja. Jika sudah akil dan baligh, seorang anak sudah kena taklif (beban) hukum atas apa yang dilakukannya. Hal ini sudah dipahamkan oleh orang tua pada anak-anak, karena tugas orang tua mempersiapkan anak paham dan taat syariat agar selamat di dunia dan akhirat.

Negara juga mengatur media agar tidak mudah mengakses konten yang tidak baik dalam pandangan syariat, seperti kekerasan, pembunuhan, pornografi, dan lainnya. Sebagai tanggung jawab negara pada kualitas warga negaranya terutama anak-anak. Media dalam Islam fokus untuk syiar dakwah, amar makruf nahi mungkar, dan menambah ketaatan serta kedekatan pada Allah. 

Negara juga menjamin pemenuhan kebutuhan individu secara tidak langsung, dan kebutuhan kolektif seperti keamanan, kesehatan, dan pendidikan. Sehingga orang tua tidak disibukkan hanya mencari nafkah agar mendapatkan  pendidikan yang mahal dan sulit dijangkau. Orang tua tetap fokus pada peran utamanya mendidik anak dengan baik sesuai syariat. Satu elemen dengan elemen lain saling berkelindan, muaranya pada sistem kehidupan yang diterapkan oleh negara. 

Khatimah 

Melihat aturan yang begitu sempurna, siapa yang tak ingin Islam kembali diterapkan? Tentu kita semua ingin kehidupan yang nyaman, aman, tentram, dan sejahtera. Karena begitulah alaminya fitrah manusia. Hanya Islam yang mampu memahami fitrah manusia dengan sebaik-baiknya karena Islam diturunkan dari Allah, Zat yang menciptakan bumi, langit beserta isinya. Allahua'lam bishawab.