-->

Kapitalisme Pupuskan Harapan Rumah Murah

Rumah adalah kebutuhan sekaligus impian setiap orang. Tempat berteduh dari panas dan hujan serta berkumpul bersama keluarga tercinta. Sayangnya, bukan rahasia jika harga rumah di Indonesia sangat jauh dari jangkauan masyarakat menengah ke bawah. Mengandalkan gaji bulanan karyawan atau buruh saja bisa dikatakan mustahil bagi seseorang untuk bisa membeli rumah. 

Seperti biasa, kesulitan yang dialami rakyat semacam ini langsung dilihat sebagai lahan bisnis bagi kaum kapitalis. Tawaran KPR (Kredit Pemilikan Rumah) bermunculan dan menjamur dengan segala kemudahan dan jerat ribanya. Bahkan pemerintahpun melihat ini sebagai peluang meraup keuntungan. KPR bersubsidi dengan jangka waktu kredit yang panjang banyak ditawarkan oleh pemerintah kepada masyarakat. Pemerintah tidak memandang bahwa rumah adalah salah satu pengayoman negara terhadap rakyat. Tak heran, semakin hari harga rumah semakin mahal. 

Dilansir dari cnnIndonesia.com, Bank Indonesia (BI) mencatat harga properti residensial di pasar primer terus meningkat pada kuartal I 2024. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang mencapai 1,89 persen (yoy) pada kuartal I 2024. Angka ini, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal IV 2023 yang sebesar 1,74 persen (cnnIndonesia.com, 16/05/2024)

Disisi lain, berdasarkan data dari Housing and Real Estate Information System (2022) setidaknya ada 12.715.297 orang yang belum memiliki rumah atau backlog kepemilikan rumah. Fakta asli di lapangan bisa jadi jauh lebih besar dari angka ini. Tunawisma, anak-anak terlantar yang hidup dijalanan, yang luput dari data kependudukan, mereka juga manusia dan warga negara Indonesia yang berhak memiliki tempat tinggal. Miris dan ironis ketika sebuah negara yang begitu luas, memiliki sumber daya alam yang berlimpah, namun rakyatnya banyak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan primer berupa tempat tinggal.

Upaya pemerintah dengan menggalakkan KPR bersubsidi, sejatinya bukan solusi, melainkan beban baru bagi rakyat. Alasannya, jelas karena KPR bersubsidi memiliki sistem bunga dengan jangka waktu kredit yang relatif panjang, bisa mencapai 20 tahun. Kredit ini tentu mengandung resiko yang sangat besar. Dimana resiko ini pasti tidak akan ada yang menanggungnya selain pelaku kredit itu sendiri. Tidak jarang kita jumpai seseorang kehilangan uang sekaligus unit rumah yang telah ia angsur sekian lama disebabkan tidak mampu lagi melanjutkan angsuran.

Tidak pernah ada jaminan pasti seseorang tidak akan berkendala dalam kredit meski dinilai memiliki penghasilan tetap. Pada dasarnya, kredit jangka panjang dengan sistem ribawi bukan solusi atau bentuk kebaikan hati, tapi lebih sebagai jebakan yang akan merugikan di kemudian hari. Pemberian kredit perumahan yang katanya ringan ini, sesungguhnya bentuk lepas tangan pemerintah pada kewajiban pemenuhan kebutuhan rakyat berupa tempat tinggal.

Terpenting, sistem kredit ribawi yang marak dalam masyarakat Indonesia saat ini merupakan sebuah keburukan dan kemaksiatan yang besar disisi Allah. Para pelakunya dilaknat dan ditantang oleh Allah dan Rasulullah secara langsung dalam Al Qur'an. Sebuah rumah apabila dibangun dengan cara riba, maka telah hilang keberkahan didalamnya. Tidak akan mendatangkan kebahagiaan. Apabila negara benar-benar memikirkan nasib rakyat, bukan kredit rumah yang disuguhkan melainkan mengupayakan harga rumah yang terjangkau atau bahkan menyediakan rumah gratis.

Indonesia dengan sistem kapitalismenya tidak akan mempertimbangkan yang disebut dengan "keberkahan". Semua tindakan, transaksi ekonomi maupun transaksi lainnya, hanya didasarkan pada ada tidaknya keuntungan materi. Inilah yang menyebabkan Indonesia penuh dengan masalah yang tidak bisa dituntaskan.

Kondisi seperti ini tidak akan terjadi apabila sebuah negara menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Sistem Islam dijalankan berlandaskan aturan Allah SWT yang tertuang dalam Al Qur'an dan sunnah. Tidak ada kepentingan atau keuntungan pribadi di dalamnya. Semua kebijakan ditetapkan oleh pemerintahan Islam atas dasar ketaqwaan dan rasa takutnya kepada Allah. Dengan demikian, kemaslahatan dan kesejahteraan umat adalah prioritas utama.

Rumah atau tempat tinggal adalah hak setiap orang. Negara akan memfasilitasi rakyat yang kesulitan memiliki rumah. Bisa dengan cara memberikan kredit ringan tanpa riba ataupun diberi rumah secara gratis, tergantung situasi yang sedang dihadapi. Pemerintahan Islam tidak akan berlepas tangan, atau malah mengambil keuntungan dari rakyat seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini.

Disamping itu, dengan menerapkan sistem Islam seluruh umat manusia akan mampu meraih keberkahan dan kebahagiaan hidup. Sebab hanya sistem Islam inilah yang diridhai oleh Allah SWT. Keberkahan tersebut cukup untuk menuntaskan semua persoalan hidup dan mewujudkan kesejahteraan hidup yang hakiki. Wallahu a'lam bisshawab.

Penulis: Dinda Kusuma W T