-->

Fenomena Live Bullying, Miris dan Tragis

Oleh: Bunda Hanif (Pendidik)

Belum lama ini beredar sebuah video bullying (perundungan) terhadap bocah di bawah umur. Video ini menjadi viral di media sosial. Miris dan tragis, aksi tersebut disiarkan langsung atau live di media sosial TikTok. Video yang berdurasi 3 menit itu menampilkan dua orang pelaku sedang melakukan aksi kekerasan dengan memukul kepala korban. Pada video lainnya, pelaku mengaku kalau dirinya tidak takut berurusan dengan hukum dan siap dibui karena memiliki paman yang seorang jenderal. (Detik, 28-4-2024)

Siaran langsung tersebut diunggah oleh seorang kreator konten di sebuah akun Instagram. Kreator konten tersebut mengaku sering mendapat notifikasi untuk memviralkan pelaku yang berinisial YW alias U yang merupakan salah satu ketua geng motor di Bandung.

Tindakan U sudah sangat meresahkan. Ia sudah sering melakukan hal serupa, yakni memukuli korban yang berinisial D tersebut kemudian merekamnya. Bahkan, U sendiri diketahui juga pernah masuk rutan dengan kasus yang sama. 

Perundungan sudah sangat jelas merupakan tindakan kejahatan. Namun fenomena saat ini, perundungan terlihat sebagai sesuatu yang wajar, tidak lagi menggambarkan sesuatu yang buruk jika dilakukan secara terbuka, bahkan disiarkan live sebagaimana kasus U.

Pelaku perundungan saat ini justru merasa bangga dengan tindak kriminalnya sehingga merasa perlu merayakan tindakan kejahatan itu. Sungguh fenomena yang teramat miris. Para pelaku tidak pernah jera kendati sudah sering masuk bui. Akibatnya, perundungan makin parah dan marak. 

Perilaku perundungan merupakan hasil dari sistem buruk sekulerisme. Sekulerisme telah menjadikan suasana dan standar kehidupan sangat jauh dari aturan Islam. Kita semua tentu sepakat bahwa perundungan merupakan tindakan kezaliman. Dalam Islam, perilaku zalim sangat tegas hukumannya. 

Perundungan juga merupakan dampak sistemis dari banyak faktor, yakni, lemahnya ketakwaan individu, rapuhnya keluarga, rusaknya sistem pendidikan, masyarakat yang permisif dan jauh dari kepedulian massal untuk melakukan aktivitas amar makruf nahi munkar, serba bebasnya media massa, aparat yang lamban serta sistem sanksi yang tidak tegas. 

Tidak hanya sistem sekulerisme, kapitalisme juga merupakan akar masalah dari ini semua. Sistem kapitalisme telah merenggut standar hakiki kehidupan manusia dan membuat generasi terperosok jauh dalam kubangan kemaksiatan. 

Islam adalah Sistem Kehidupan Terbaik

Tidak dapat kita pungkiri bahwa keluarga dan lingkungan masyarakat memberikan pengaruh besar bagi maraknya kasus perundungan. Demikian pula derasnya arus informasi di media sosial khususnya yang bersifat visual, memiliki daya penyesatan yang kuat dalam rangka memicu terjadinya perundungan. 

Namun, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa akar masalah dari semua ini adalah akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Sistem inilah yang akhirnya melahirkan liberalisme yang mengagungkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku. Alhasil, aturan Islam makin terpinggirkan. 

Sistem sekuler kapitalisme telah melahirkan kehidupan yang sangat buruk. Ini merupakan realitas yang harus diungkap. Tidak selayaknya kita terus menerus membela sistem tersebut. Hanya Islam lah yang bisa memberikan jaminan dan standar kehidupan yang terbaik. 

Allah Taala berfirman, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (TQS Ali Imran : 110)

Kita membutuhkan sistem yang memiliki standar halal haram yang hakiki. Islamlah satu-satunya sistem yang sahih dan hakiki. Islam memberikan solusi secara menyeluruh terhadap tindakan perundungan. Adapun solusi tersebut terdiri dari tiga pilar. Pertama, individu yang bertakwa, Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar tidak terlepas dari keseharian mereka. Ketiga, negara yang dapat menegakkan keadilan hukum dengan cara menerapkan sanksi tegas bagi pelaku kejahatan.

Individu yang bertakwa dilahirkan dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan perbuatan. Keluarga yang terikat dengan syariat Islam secara kaffah akan melahirkan orang-orang saleh yang enggan berlaku maksiat. Namun untuk membentuk keluarga seperti itu, membutuhkan lingkungan yang nyaman dan masyarakat yang kondusif. 

Masyarakat harus memiliki pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama-sama bersumber dari syariat Islam. Kehidupan sehari-hari masyarakat tidak terlepas dari aktivitas amar makruf nahi mungkar. Mereka tidak akan membiarkan kemaksiatan, karena itu sama saja seperti setan bisu. Sistem pendidikan yang dilaksanakan harus berbasis akidah Islam sehingga menghasilkan generasi berkepribadian Islam. 

Terakhir adalah negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah yang mampu mewujudkan sanksi tegas bagi tindak kriminal dan pelanggaran aturan Islam, yakni sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Dengan adanya sanksi tersebut dapat mencegah seseorang yang bukan pelanggar hukum untuk melakukan perbuatan kriminal yang sama dan jika diberlakukan kepada pelanggar hukum, sanksi tersebut dapat menebus dosanya. Sistem Khilafah inilah yang mampu mewujudkan perlindungan hakiki bagi warga negaranya dari segala tindak kejahatan. 

Wallahu a’lam bisshawab