-->

Ramadan Pergi, Perjuangan Belum Berhenti

Oleh: Ida Nurchayati

Ramadan segera pergi, tinggal hitungan jari. Perasaan sedih ditinggalkan bulan nan penuh kemuliaan, tidak ada jaminan bersua kembali, meski harapan dan prasangka baik terus terpatri, Allah beri kesempatan tuk bertemu kembali. Bulan Ramadan bulan perjuangan, bulan pendadaran untuk meraih predikat takwa sebagaimana Allah janjikan dalam Al-Qur'an.

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa." (Q.S. Al-Baqarah 183)

Didalam Kitab Majmu’atul Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 163 dan Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam karya Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 400, pengertian takwa

adalah melakukan ketaatan atas petunjuk Allah dan mengharap rahmat-Nya. Takwa juga bermakna meninggalkan maksiat yang Allah haramkan atas petunjuk-Nya dan karena takut pada-Nya.”

Banyak kaum muslimin dengan penuh kesadaran berlomba meraih takwa. Namun tidak sedikit yang lalai dan abai memperjuangkannya. Pandangan menyedihkan terpampang didepan mata. Banyak anak-anak kaum muslim tanpa rasa segan dan enggan tidak berpuasa, makan dan minum disiang hari tanpa merasa berdosa. Sungguh miris.

 Sistem Sekuler Akar Masalah 

Meski mayoritas penduduknya beragama Islam, negara kita menerapkan sistem sekuler. Menurut Wikipedia, negara sekuler merupakan salah satu konsep sekularisme, di mana negara menjadi netral dalam masalah agama, tidak mendukung orang beragama maupun tidak beragama. Negara tidak mengatur dan tidak ikut campur dalam masalah agama.  Atau dengan kata lain negara tidak dapat masuk ke dalam kehidupan pribadi agama setiap warganya. Negara hadir untuk menjamin kebebasan individu dalam beragama.

 Konsep ini akan membuat individu jauh bahkan asing dengan agamanya. Kesadaran beragama diserahkan pada masing-masing individu. Diperburuk dengan sistem pendidikan yang berorientasi pada pencapaian materi. Agama hanya diberi porsi dua jam dalam sepekan. Sistem ini melahirkan individu-individu yang kurang bahkan tidak paham dengan agamanya, baik dalam urusan akidah maupun ibadah, terlebih muamalah. Lahir individu yang tidak paham syariat agamanya, baik perintah maupun larangan-Nya. Islam dan muslim ibarat dua sisi terpisah, Islam dengan segala keagungannya, sementara pemeluknya jauh dari ajaran agamanya. Muslim tapi tidak shalat, tidak puasa, tidak menutup aurat, tidak menunaikan zakat. Bahkan ada yang rajin shalat dan puasa tapi masih terlibat riba, terlibat judi hingga pergaulan bebas.

Potret muslim dalam sistem sekuler akan senantiasa bergulat dalam kehinaan karena meninggalkan ajaran agamanya. Sebagaimana perkataan Sayyidina Umar bin Khattab,

 "Wahai saudaraku, sungguh kita pernah terhinakan lalu Allah muliakan kita dengan Islam. Kalau kita mencari kemuliaan dengan selain Islam maka Allah akan menghinakan kita kembali”.

Ketika umat ini ingin mulia, maka satu-satunya cara kembali pada sistem Islam. Sistem yang menerapkan Islam secara kaffah sebagaimana umat terdahulu. Sistem yang mampu mengantarkan menjadi  umat terbaik, pemimpin peradaban yang menguasai hampir dua pertiga dunia selama 1300 tahun.

Ketaatan Terwujud hanya dengan Islam

Islam merupakan mabda, diturunkan Allah tidak hanya sekedar mengatur urusan ibadah tapi sebagai pemecah problematika kehidupan. Sistem shahih yang berasal dari Pencipta manusia, sesuai fitrah manusia, memuaskan akal dan pasti menghadirkan ketentraman jiwa. Inilah yang membedakan Islam dengan agama maupun ideologi lain.

Tinta sejarah mencatat ketika umat memeluk mabda Islam dan menerapkan dalam kehidupan bernegara, atau dengan kata lain Islam dijadikan sebagai qiyadah fikriyah, umat Islam menjadi umat terbaik. Sebaliknya, ketika umat mencampakkan Islam, umat terhinakan.

Untuk mewujudkan kemuliaan Islam dan kaum muslim, maka Islam harus dikembalikan pada posisi yang seharusnya, yakni pemecah problematika kehidupan manusia. Dengan kata lain Islam harus diemban oleh negara. Penerapan Islam secara kaffah, yakni sistem Islam akan melahirkan masyarakat yang khas, yang terdiri dari individu-individu yang taat, diikat dengan aturan dan perasaan yang sama, yakni syariat Islam.

Ada tiga pilar penopang sistem Islam. Pertama, Ketakwaan individu. Yakni individu dengan akidah yang kuat, lahir karena tarbiyah keluarga. Masing-masing anggota keluarga paham peran masing-masing. Suami wajib mencari nafkah, sementara istri berperan sebagai ibu pencetak generasi peradaban dan pengatur rumah tangga.

Individu-individu yang taat diikat dengan perasaan yang sama, diatur dengan aturan shahih, yakni syariat Islam akan membentuk pilar kedua, yakni masyarakat yang khas. Masyarakat yang peduli beramar makruf nahi mungkar. Individu harus diperhatikan untuk kebaikan masyarakat, sebaliknya masyarakat juga harus diperhatikan untuk menjaga individu.

Pilar ketiga, dan paling penting adalah negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Negara menerapkan sistem pergaulan, sistem ekonomi, sistem pendidikan dan sistem lainnya berdasarkan syariat Islam. Untuk menjaga agar mekanisme berjalan dengan benar, negara menerapkan sanksi. Sanksi berfungsi sebagai jawabir, yakni penebus dosa diakhirat dan zawajir, yakni pencegah agar orang tidak melakukan kemaksiatan serupa.

Dengan penjagaan yang sempurna tersebut akan melahirkan individu-individu yang taat pada syariat, selamat dunia dan akhirat. Namun sayang, sistem Islam  yang bisa mewujudkan kemuliaan dan ketaatan tersebut belum terwujud. Umat masih hidup dalam sistem sekuler kapitalisme yang mengantarkan umat senantiasa berkubang dalam kehinaan.

Umat akan bangkit ketika taraf berpikirnya meningkat, yakni dengan menjadikan Islam sebagai kaidah fikriyah. Sementara Negara mengemban mabda Islam sebagai qiyadah fikriyah. Untuk mengembalikan Islam sebagai qiyadah fikriyah harus ada dakwah fikriyah ditengah-tengah umat. Dakwah Islam ideologis yang dilakukan secara berjamaah dan tanpa kekerasan.

Maka, setelah sebulan penuh menjalani pendadaran dibulan Ramadan, maka perjuangan belum usai. Perjuangan yang harus terus dilakukan adalah dakwah berjamaah untuk meningkatkan taraf berpikir umat dengan Islam ideologis. Satu-satunya jalan mewujudkan kemuliaan dan ketaatan umat, sebagaimana Baginda Nabi SAW contohkan.

Wallahu a'lam.