Cuti Ayah, Dapatkah Memperbaiki Kualitas Generasi?
Oleh: Erna Ummu Azizah
Fatherless, hilangnya peran ayah dalam pendidikan generasi saat ini tengah menjadi sorotan. Banyak pakar parenting menyebutkan rusaknya generasi hari ini karena ayah tak berperan. Hingga akhirnya muncul wacana cuti bagi ayah demi perbaikan kualitas generasi.
Seperti dilansir dari laman berita online, "Pemerintah berencana memberikan hak cuti kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) saat istrinya melahirkan. Hak cuti itu disebut sebagai hak cuti ayah yang diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan pelaksana dari UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN." (Kompas.com, 14/3/2024)
Adanya cuti ayah ini diharapkan bisa menjadi awal pendampingan buah hati sedari dilahirkan hingga dewasa nanti. Namun yang jadi banyak pertanyaan kenapa hanya ASN, bagaimana dengan ayah selain ASN? Dan mampukah cuti ayah ini menjadi solusi rusaknya generasi?
Wacana adanya cuti ayah ini memang perlu kita apresiasi. Namun sayangnya solusi ini hanya menyentuh sebagian orang atau aspek saja. Buktinya, hanya ayah yang berprofesi sebagai ASN saja yang akan mendapatkannya, sedangkan di luar ASN tidak. Hal ini jelas akan menimbulkan kecemburuan sosial.
Selain itu, sejatinya kualitas generasi dipengaruhi banyak faktor, yang mengiringi perjalanan hidup seorang anak. Oleh karena itu, pembentukan generasi yang berkualitas membutuhkan supporting system yang kuat dan berkualitas sepanjang hidup anak, tidak hanya ayah yang berkualitas. Namun juga aspek lainnya seperti sistem pendidikan, masyarakat, juga peran negara.
Mirisnya hari ini, ayah juga menjadi korban sistem yang diterapkan sehingga belum berkualitas. Edukasi menjadi ayah yang baik masih minim, bahkan saat ini jarang ayah yang dengan kesadaran mengikuti parenting atau minimal menjalankan kewajibannya sebagai ayah untuk mendidik anak. Karena saat ini lebih banyak para ibu yang berperan walau dengan keterbatasan.
Tidak kita pungkiri, saat ini masyarakat hidup dalam sistem kapitalisme yang apa-apa serba bayar. Sedangkan penghasilan banyak yang tidak mencukupi, ibarat lebih besar pasak daripada tiang. Para ayah pun akhirnya banyak mencari tambahan di luar pekerjaan. Ibu pun tak jarang yang ikut banting tulang.
Maka, sudah dipastikan generasi pun kurang didikan. Kehilangan peran ibu, terlebih ayah. Sehingga cuti ayah memang dibutuhkan, namun hal ini bukanlah solusi mendasar yang menyentuh akar permasalahan. Karena aspek ekonomi pun ternyata berpengaruh.
Juga, sistem pendidikan saat ini yang kita tahu lebih mendominasi asas sekuler, dimana peran agama dipisahkan dari kehidupan. Maka wajar jika generasi menjadi rusak karena hilangnya bimbingan agama yang menjadi pedoman hidupnya.
Islam menjadikan kualitas generasi tidak hanya menjadi tanggung jawab orangtua, ayah dan ibu. Namun juga disertai dengan supporting system, termasuk peran masyarakat dan negara dengan segala kebijakannnya dalam berbagai bidang.
Di sinilah pentingnya penerapan Islam secara kaffah (menyeluruh) sehingga meniscayakan terbentuk generasi berkualitas, beriman bertakwa dan terampil serta berjiwa pemimpin. Oleh karena itu sudah saatnya kita kembali ke sistem Islam, agar semua ayah bisa menjalankan perannya dengan baik. Juga didukung sistem yang baik sehingga kualitas generasi pun menjadi baik. Wallahu a'lam.[]
Posting Komentar