-->

Genosida Senyap di Palestina, Bilakah Berakhir?

Oleh: Ummu Hanan (Pegiat Literasi)

Krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina belum juga berakhir. Sejak awal penyerangan yang dilakukan oleh zionis Israel ke jalur Gaza pada tanggal 7 Oktober 2023 tercatat tidak kurang dari 29.000 warga sipil Palestina tewas dan lebih dari 60.000 orang terluka. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya bangunan serta fasilitas umum yang rusak akibat serangan brutal tentara Israel. Saat ini ada sekitar 17.000 anak Palestina yang hidup sendiri disebabkan terpisah dengan orangtua mereka atau karena orangtua mereka telah wafat. Bahkan hampir setiap harinya lebih dari 10 anak Gaza kehilangan kaki mereka akibat kondisi perang. Menurut Ketua Komisi Hak-hak Anak PBB, Ann Skelton, kondisi anak-anak di Gaza berada dalam kondisi penuh ketakutan dan kelaparan. 

Lebih parahnya lagi, Israel secara membabi buta melakukan serangan tanpa ampun kepada rakyat Palestina. Pasukan Israel dikabarkan telah menewaskan beberapa warga Palestina dan beberapa lainnya terluka saat berlangsung kerumunan yang sedang menunggu bantuan kemanusiaan. Peristiwa tersebut terjadi di bagian Selatan kota Gaza. Selain melakukan penyerangan, pasukan Israel juga memberlakukan blokade sehingga berimbas pada lumpuhnya Jalur Gaza dengan munculnya kasus kelaparan di sebagian besar masyarakat Gaza Utara. Dikabarkan 60 persen dari infrastruktur yang ada di wilayah Gaza porak poranda. Kondisi ini semakin menguatkan adanya dugaan genosida yang secara sengaja dilakukan oleh pihak Israel.

Menanggapi kebrutalan yang dilakukan oleh pasukan Israel, tidak sedikit pihak yang angkat bicara. Salah satu lembaga internasional yang bersuara soal Palestina adalah Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. Lembaga yang merupakan bagian integral dari PBB mengutarakan keprihatinannya atas apa yang menimpa rakyat Palestina. WHO mengungkapkan bagaimana serangan Israel telah menyebabkan kerusakan fatal terhadap tenda-tenda yang menjadi tempat bernaung pengungsi Palestina di Rafah. Bahkan korban jiwa yang berjatuhan mayoritas merupakan warga sipil, jurnalis serta petugas medis.  Akibat serangan ini tidak kurang dari 1,4 juta rakyat Palestina telah mengungsi sebab tak ada tempat yang dapat dikatakan aman di Gaza.

Membahas derita Palestina seolah tak pernah berkesudahan. Setiap hari selalu ada korban yang berjatuhan, infrastruktur yang hancur, fasilitas umum yang rusak.  Genosida sudah sedemikan nyata tanpa ada penyelesaian yang dapat diandalkan. Entah sampai kapan rakyat Palestina akan menanggung derita dan siapa yang akan menaungi mereka dengan pertolongan yang sesungguhnya. Jika kita berharap kepada PBB atau negara Barat tentu itu sama saja menyerahkan saudara kita kepada sang pembunuh. PBB adalah bidan kerusakan di tanah Palestina dan Amerika Serikat adalah sutradaranya. Sidang atau resolusi apapun jelas tidak akan menghantarkan rakyat Palestina pada kondisi yang lebih baik. Sebaliknya, mereka semakin menderita dan tersakiti.

Sungguh yang lebih menyakitkan adalah bagaimana kita menyaksikan para pemimpin negeri Muslim saat ini diam seribu bahasa menyaksikan pembantaian atas saudara mereka di Palestina. Mereka membisu dan seolah terputus segala ikatan akidah dengan Palestina, inilah kejahatan terbesar yang dilakukan oleh setiap penguasa Muslim. Diamnya penguasa Muslim adalah sebuah kehinaan sebab mereka lebih takut kehilangan dunia (baca: kekuasaan) daripada memuliakan saudaranya. Padahal setiap Muslim adalah atas Muslim lainnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit dengan demam dan tidak bisa tidur” (HR. Muslim).

Diamnya para penguasa Muslim adalah aib dari bercokolnya paham nasionalisme. Paham ini telah menjadikan negeri-negeri kaum Muslimin terkerat dalam banyak negeri kecil tak berdaya. Terlebih lagi Islam tidak dijadikan sebagai satu kepemimpinan atas seluruh kaum Muslimin. Sungguh lemah dan hina ikatan nasionalisme yang telah menjauhkan penerapan Islam di tengah kehidupan umat Islam. Ini semua bertolak belakang dengan syariat Islam yang memerintahkan umat Islam untuk bersatu di bawah panji Islam, Khilafah Islamiyah. Melalui tegaknya negara Khilafah tidak ada lagi sekat yang memisahkan antara satu negeri Muslim dengan lainnya. Tidak ada lagi musuh yang berani menyerang bahkan sampaik melakukan genosida seperti hari ini. Itu semua disebabkan negara Khilafah akan menyatukan seluruh kekuatan militer umat Islam dengan dorongan akidah Islam yang kokoh. Maka, tidakkah kita tergerak untuk ikut memperjuangkannya? Allahu’alam.