-->

Demokrasi, Tidak Pernah Berpihak pada Islam

Oleh: Ida Nurchayati

Hari ini, Rabu, 14 Pebruari 2024, Indonesia menyelenggarakan pesta demokrasi serentak diseluruh tanah air. Rakyat yang sudah mempunyai hak pilih diminta memberikan suaranya di TPS terdekat. "Pesta demokrasi pesta rakyat", begitu slogan hajatan politik lima tahunan tersebut. "Suara anda menentukan masa depan bangsa", persuasi yang senantiasa digaungkan agar rakyat mau memilih. Umat Islam pun berbondong-bondong mendatangi bilik suara, berharap paslon terpilih membawa perubahan dan berpihak pada Islam. Bagaimana fakta demokrasi sesungguhnya?

 Demokrasi Menolak Peran Agama 

Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang lahir dari akidah sekuler, yakni pemikiran yang memisahkan agama dari kehidupan. Mereka tidak pernah membahas percaya pada Tuhan atau tidak, hanya membatasi pembahasan bahwa agama tidak boleh intervensi mengatur kehidupan. Asas inilah yang menyebabkan akidah ini batil karena hanya mengakui Tuhan sebagai Pencipta, namun menolak Allah sebagai Al-Mudabbir, yakni pengatur kehidupan. 

Secara akliyah, akidah ini juga tidak rasional karena menganggap nilai tertinggi adalah aturan produk akal manusia. Padahal manusia diciptakan dengan akal yang lemah dan terbatas. Untuk memahami dirinya saja terbatas, apalagi membuat aturan untuk mengatur kehidupannya. Bisa dipastikan, aturan yang dibuat manusia akan banyak kelemahan, berubah-ubah, saling bertentangan dan menimbulkan perselisihan. Sifat aturan manusia pasti subyektif dan tidak adil, akan senantiasa menguntungkan diri dan kelompoknya. Maka wajar bila dikatakan sistem ini rusak karena menolak peran agama, dan merusak, karena menimbulkan kerusakan demi kerusakan manusia didalamnya.

 Kamuflase Demokrasi 

Demokrasi sejatinya sistem pemerintahan yang meletakkan kedaulatan ditangan rakyat. Maka rakyat melalui lembaga perwakilan (legislatif) yang membuat aturan. Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nizam Islam, demokrasi merupakan sistem kufur karena meletakkan kedaulatan ada ditangan rakyat, sementara didalam Islam kedaulatan ada ditangan syarak. Allah satu-satunya Zat yang berhak membuat aturan, yang menentukan halal dan haram.

Barat menyadari ketika umat Islam mengetahui hakikat demokrasi yang sesungguhnya, mereka pasti akan menolak sistem ini. Maka Barat mengkamuflasekan, demokrasi seolah-olah hanya mekanisme pergantian pemimpin melalui pemilu. Rakyat dihipnotis untuk memilih pemimpin melalui pemilu lima tahunan dengan jargon, pemimpin terpilih adalah pilihan rakyat. Padahal sejatinya, pemimpin terpilih adalah pilihan partai politik dan oligarki, rakyat hanya dijadikan legalitas semata.

 Demokrasi  Pintu Penjajahan 

Umat Islam sering terkecoh, bahkan di beri harapan palsu demokrasi berulangkali, namun umat tak pernah menyadari, bahkan menderita amnesia, mudah melupakan kepalsuan demokrasi. Berbicara demokrasi, maka tidak bisa dilepaskan dari percaturan politik global.

Demokrasi lahir dari mabda sekuler yang saat ini diemban oleh negara adidaya AS. AS berusaha menyebarkan mabda ini keseluruh negara. Dengan metode ini maka AS dan negara kapitalis barat bisa mengeruk sumber daya alam di negara lain melalui undang-undang. Sejatinya sistem demokrasi kapitalis adalah penjajahan gaya baru, neoimperialisme dan neokolonialisme. Atas nama privatisasi dan investasi, negara kapitalis global bisa membawa sumber daya alam dari negara lain dengan mudah. Sementara negara yang dieksploitasi sunber daya alamnya tidak menyadari kalau dijajah.

 Demokrasi Tidak Berpihak pada Islam

Pergantian kekuasaan dalam demokrasi melalui mekanisme pemilu. Umat Islam yang menginginkan penerapan Islam, dipersilakan terlibat didalamnya. Bila menang, berharap bisa menjadikan syariat Islam sebagai hukum positif. Namun faktanya apakah seindah teori?

Demokrasi adalah arena terbuka, dimana semua orang bisa bertarung didalamnya. Karena memisahkan agama, maka pertarungan yang terjadi bebas nilai. Kondisi ini yang menyebabkan umat Islam jarang memenangkan pertarungan karena Islam mengajarkan kejujuran dan keadilan. Bisa dipastikan, yang keluar sebagai pemenang adalah yang menghalalkan  segala cara. Silakan disimak film dokumenter, Sexy  Killers dan Dirty Vote.

Ketika umat Islam memenangkan pemilu pun, tidak pernah diakui, bahkan yang sudah duduk ditampuk kekuasaan akan digoyang. Sebagai contoh, Pemerintahan Mursi yang identik dengan Islam. Setahun menjalankan  roda pemerintahan, Mursi akhirnya dikudeta oleh Abdul Fattah Al Sisi. Barat belum pernah sekalipun menyebut peristiwa ini sebagai kudeta.

Kasus lain di Aljazair, pada tahun 1992, Presiden Aljazair Chadli Benjedid mengundurkan diri. Militer mengambil alih kekuasaan dan membatalkan hasil pemilu yang dimenangkan oleh FIS (Front Islamique du salut, Front Keselamatan Islam). Pemilu legislatif pertama, diikuti 49 partai politik. FIS nyaris memenangkan dua per tiga (47,3 persen) kursi di parlemen. Jika tidak ada intervensi militer, perolehan suara sebanyak itu FIS bisa menggandeng kekuatan-kekuatan Islamis yang lebih kecil untuk mengubah konstitusi Aljazair menjadi negara Islam. Namun faktanya kemenangan FIS tidak pernah diakui, bahkan tokohnya ditangkap dan dipenjara.

Kasus serupa terjadi di Palestina, kelompok militan Hamas meraih 76 dan Al Fatah memperoleh 43 kursi dari 132 kursi Parlemen dalam pemilihan umum. Namun karena ada intervensi Barat terutama AS, kemenangan Hamas tidak pernah diakui.

 Demokrasi bukan Jalan Perubahan 

Berharap perubahan hakiki melalui demokrasi seperti menegakkan benang basah. Demokrasi secara nyata tidak pernah berpihak dan memberi kesempatan pada umat Islam untuk berkuasa. Karena memang dari asasnya menolak agama intervensi dalam kehidupan, atau intervensi negara. Secara fakta pun, demokrasi tidak berpihak kepada Islam. Masihkan kita gantungkan perubahan terjadi melalui demokrasi?

Sementara Nabi SAW sudah memberikan contoh tariqah perubahan melalui dakwah diluar sistem. Dengan metode dakwahnya, Nabi SAW berhasil merubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam.

Masihkah kita meragukan tariqah perubahan melalui dakwah pemikiran diluar sistem, sebagaimana Baginda Nabi SAW contohkan?

Wallahu a'lam bishawab