-->

Mustahil Atasi Stunting Dalam Sistem Kapitalisme

 

Oleh: Asha Tridayana, S.T.

Stunting menjadi masalah genting yang mesti dihadapi negara ini. Pasalnya, hingga sekarang jumlah kasus stunting masih tinggi akibat penanganannya yang belum optimal. Melihat hal tersebut, anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, meminta pemerintah agar melibatkan masyarakat dalam program stunting, selain segenap dinas pemerintah di berbagai sektor. Karena di dalam program stunting dilakukan penyediaan bahan makanan bergizi untuk tiap daerah, tetapi praktiknya sering kali kualitas bahan makanan berada di bawah standar. Padahal, dana besar telah digelontorkan oleh pemerintah. Menurut Rahmad, program makanan tambahan tersebut lebih baik melalui pemberdayaan masyarakat. Seperti melibatkan ibu-ibu PKK, posyandu dan pemerintah desa.

Disamping itu, penyebab tidak maksimalnya program stunting karena kebanyakan hanya berorientasi pada penuntasan program kerja sementara hasilnya tidak diperhitungkan. Rahmad pun meminta agar dilakukan evaluasi besar bagi pemangku kebijakan, khususnya Kementerian Kesehatan, dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku ketua koordinator percepatan penurunan stunting. Pengawasan pun mesti diperketat dan ditambah keterlibatan masyarakat secara langsung. Agar sejalan dengan keseriusan pemerintah dalam menargetkan prevalensi stunting turun 14 persen pada 2024 dengan misi Indonesia Emas 2045, sehingga pemenuhan gizi harus terjamin. (beritasatu.com 01/12/23)

Kemudian adanya indikasi penyelewengan anggaran penanganan stunting di tingkat daerah. Hal ini diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany dan Presiden Jokowi pun sempat menyoroti bahwa anggaran tersebut justru digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas. Akibatnya terdapat daerah yang menyediakan menu tidak layak dalam program stunting. Korupsi di kalangan pejabat negara menjadi salah satu penyebab kasus stunting di negara ini tidak kunjung terselesaikan. Hasbullah pun mendesak pemerintah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dengan pengawasan yang ketat. Dengan harapan dapat meminimalisir penyalahgunaan anggaran program pemerintah, terutama dalam penanganan stunting. (beritasatu.com 01/12/23)

Kekurangan gizi yang berdampak pada tumbuh kembang anak atau yang sering disebut dengan stunting benar-benar menjadi persoalan serius. Karena anak-anak merupakan calon masa depan bangsa atau generasi penerus yang akan menentukan nasib negara. Sehingga persoalan stunting mesti segera diatasi. Namun, faktanya berbagai upaya yang ditempuh tidak kunjung mendatangkan hasil. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab kegagalan tersebut, salah satunya karena solusi yang ditawarkan tidak menyentuh akar masalahnya.

Masalah stunting sebetulnya berawal dari status gizi yang tidak tercukupi sehingga anak tidak dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan gizi karena kebanyakan masyarakat berada dalam lingkaran kemiskinan. Mereka sibuk bekerja mencari uang sehingga pemahaman akan pentingnya kecukupan gizi bukan lagi prioritas. Bagi mereka yang terpenting perut tidak kosong sekalipun hanya makan seadanya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kemiskinan menjadi penyebab utama masalah stunting.

Oleh karena itu, semestinya pemerintah berupaya mengentaskan kemiskinan yang terjadi. Namun, justru program-program yang hanya bersifat sementara seperti pemberian makanan tambahan dan lain sebagainya. Padahal kebutuhan hidup masyarakat berjalan setiap hari dan tidak hanya makan. Sehingga tidak mungkin cukup hanya dengan bantuan semacam itu. Kondisi masyarakat masih tetap dalam kemiskinan dan pemenuhan gizi seimbang pun hanya angan-angan.

Di sisi lain, adanya faktor penyalahgunaan atau penyelewengan anggaran pemerintah. Terlihat dari dana besar yang dialokasikan untuk masalah stunting justru dimanfaatkan oleh oknum di kalangan pejabat pemerintahan. Sehingga program stunting yang dilaksanakan pun semakin tidak maksimal. Budaya korupsi di negara ini yang semakin merajarela menambah deretan kegagalan pemerintah dalam menangani masalah stunting.

Lingkaran kemiskinan dan maraknya korupsi terjadi karena negara ini masih menerapkan sistem kapitalisme. Sistem yang hanya mengutamakan keuntungan di setiap kesempatan sekalipun cara yang ditempuh dapat merusak kehidupan masyarakat. Adanya kerja sama diantara pejabat negara dan para kapital (pemilik modal) sehingga perputaran uang hanya beredar di lingkup mereka sehingga terjadi kesenjangan sosial. Aturan dan kebijakan negara tidak memprioritaskan masyarakat, tetapi justru menjadikan masyarakat sebagai alat yang dimanfaatkan.

Tentunya, masalah stunting tidak akan pernah terselesaikan selama sistem kapitalisme masih bercokol kuat di negara ini. Padahal satu-satunya cara hanya dengan mencampakkannya dan menggantinya dengan sistem shohih yakni sistem Islam. Di dalam Islam, segala aturan bersumber pada Allah swt sebagai Sang Khalik yang betul-betul memahami kebutuhan makhluk-Nya. Tidak seperti kapitalisme berasal dari akal manusia yang terbatas, hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan kepentingan sekelompok orang.

Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menyelesaikan masalah stunting hingga ke akarnya. Melalui konsep tiga kepemilikan dalam Islam yakni kepemilikan individu, negara dan umum. Kepemilikan individu diatur oleh hukum syara' sehingga tidak akan melebihi batas dan mendzalimi makhluk lain. Sementara kepemilikan negara dan umum diatur oleh negara melalui Baitul mal yang peruntukkannya untuk kepengurusan seluruh umat. Termasuk mewujudkan kesejahteraan hidup individu per individu dan pemenuhan gizi seimbang untuk anak-anak. Sehingga umat terbebas dari kemiskinan atau kesulitan mencukupi kebutuhan pokok karena negara yang menerapkan sistem Islam telah menjaminnya.

Islam juga menjadikan pemimpin bertanggung jawab atas amanah kepemimpinannya sehingga tidak akan menyalahgunakan yang bukan haknya, seperti korupsi anggaran negara. Karena baik pemimpin negara maupun seluruh pejabat pemerintah telah digaji sesuai aturan syara' dan apabila ada yang terbukti melakukan penyelewengan anggaran maka negara akan menindak tegas sesuai sistem sanksi dalam Islam. Disamping itu, setiap kebijakan yang dibuat oleh pemangku kebijakan senantiasa bersumber pada hukum syara'. Rasulullah saw bersabda, "Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari).

Wallahu'alam bishowab.