-->

Kapitalisme Menjadikan Masa Depan Generasi Buram

Oleh: Lestia Ningsih S.Pd

Maraknya kemaksiatan dimasa akhir zaman saat ini memang sangat mengerikan. Kejahatan dan kemaksiatan makin beragam dan makin kreatif saja, tidak hanya itu pelakunya tidak orang dewasa atau remaja melainkan bocah dibawah umur sekalipun bisa menjadi pelaku kemaksiatan.

Seperti Laporan BBC Indonesia menyebutkan laporan terbaru PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online – sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar – dengan penghasilan di bawah Rp100.000. Pelajar yang disebut adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA dan mahasiswa.(Okezone.com. 28/11/2023)

Judi online dengan akses yang mudah telah menjerat anak-anak dibawah umur yang kemudian menjadi kecanduan permainan haram ini. Mulai dari rasa ingin tahu kemudian kecanduan dan sulit dihentikan. Dari kecanduan inilah akan mendorong kerusakan dan kemaksiatan, mulai sulit makan, uring-uringan, tidak konsentrasi dan terakhir mengambil jalur nekad untuk memenuhi rasa candu tersebut. Ntah itu mencuri, merampas, dan berlaku kurang ajar kepada orang tuanya.

Kecanduan judi online merupakan masalah besar sebab bisa merusak anak baik secara fisik dan psikisnya. Jika generasi rusak maka bagaimana masa depan selanjutnya tentu tidak terbayangkan.

Generasi muda adalah cikal bakal menjadi penerus estafet masa depan selanjutnya nanti. Maka membentuk generasi tidak bisa dipandang remeh, banyak peran yang harus hadir untuk membentuk generasi muda saat ini. Namun sayangnya sistem sekuler-kapitalis telah menghambat dan merusak generasi masa kini dan telah memutilasi peran negara pula.

Dan Bagaimana bisa hal itu terjadi? Sebab sekuler dengan paham pemisahan agama dari kehidupan menjadikan kebebasan adalah tuhan dari segala perbuatan. Unsur kebahagian hanya pada materi semata tanpa memandang apakah itu halal atau haram, baik atau buruk. Paham sekularisme-kapitalisme yang diadopsi negeri ini yang menjadi penyebab racun penghancur generasi muda. Kecanduan judi online adalah salah satu kerusakan dari banyaknya ribuan kerusakan yang lahir dari sistem ini, contohnya ; pergaulan bebas, narkoba, tawuran, bullying, penipuan dan juga tindakan kriminal. 

Ditambah tidak adanya benteng negara yang melindungi generasi saat ini. Tentu negara harus bertanggungjawab atas kasus ini, dimana negara mampu memblock semua konten dan aplikasi yang merusak. Kemudian negara harus maksimal dalam membentuk generasi dengan sistem pendidikan yang baik dan fasilitas yang canggih. Tidak hanya itu negara juga harus mengedukasi warganya agar memiliki sekup keluarga dan masyarakat yang sehat demi tumbuh kembang lingkungan yang sehat pula untuk generasi muda.

Sayangnya hal itu hanya mimpi disiang bolong, artinya mustahil bisa diterapkan dalam sistem kapitalisme saat ini. Sebab negara menjadikan semua aspek kehidupan hanya demi cuan dan kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Berharap dengan sistem sekuler-kapitalis saat ini tentu seperti menunggu bencana besar terjadi. Bagaimana tidak? Sebab kerusakan terus terpelihara dan solusi hanya bersifat parsial dan tidak menuntaskan sama sekali. Jika hal ini terus terjadi bagaimana generasi saat ini mampu membangun peradaban yang gemilang dimasa depan? Harus ada solusi tuntas pada masalah ini.

Berbeda dengan Islam, sebuah sistem yang diciptakan langsung oleh sang pencipta sekaligus sang pengatur. Islam membentuk karakter semua peran dalam ketakwaan dengan akidah Islam yang menjadikan kesadaran dalam kehidupan bahwa tujuan hidup bukanlah materi melainkan ridho Allah SWT.  Selanjutnya peran negara hadir sebagai kontrol terlaksananya hukum syariat Islam secara totalitas ditengah masyarakat, disinilah negara hadir melarang dan menghukum siapapun yang melakukan pelanggaran syariat Islam termaksud judi dan permainan haram lainnya. Selain itu segara akan menutup dan melarang semua situs yang merusak, baik itu permainan judi, pornografi, dan lainnya.

Negara Islam juga akan menjaga semua pilar dalam pembentukan generasi muda. Yang pertama keluarga, negara akan hadir membantu memaksimalkan peran keluarga yaitu dengan memaksimalkan peran ibu sebagai madrasatul ula bagi anaknya dan menjalankan fitrahnya secara maksimal dirumah tanpa memberikan beban apapun dengan urusan diluar rumah. Sedangkan ayah akan dibantu dengan maksimal dalam memenuhi kebutuhan keluarganya dengan terbukanya lowongan pekerjaan yang banyak ditambah dengan ketetapan upah yang maksimal agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Yang kedua adalah masyarakat, dengan edukasi Islam dan pembinaan ketakwaan akan ada kontrol masyarakat dalam menjalankan Amar makhruf nahi mungkar ditengah masyarakat, jadi tidak heran ketika ada pelanggaran hukum syara maka semua umat akan beraksi sama untuk mengakhiri kemaksiatan. Dan yang ketiga yaitu Negara, disinilah posisi negara sebagai benteng. Sebab yang melindungi, menjaga dan melenyapkan kerusakan dan kemaksiatan adalah negara. Negara akan maksimal membentuk generasi Islam dengan tujuan pendidikan menjadikan generasi berkepribadian Islam. Bagaimana caranya? Dengan membentuk kurikulum berbasis akidah Islam dan memberikan fasilitas yang memadai dan tentunya diberikan secara cuma-cuma. Lalu negara akan menjaga dari akses apapun yang merusak generasi.

Luar biasanya Islam, tentu ini bukan hanya teoritis belaka melainkan fakta yang telah dibuktika dalam sejarah Islam yang selama 13 abad lebih sistem Islam mampu berdiri dengan gemilang menjadikan pendidikan dan para intelektualnya adalah mercusuar keilmuan bagi bangsa lain kala itu. Apakah hal ini bisa berulang? Tentu saja dengan cara mengganti sistem rusak sekuler-kapitalis saat ini dengan sistem Islam.

Wallahu a'lam bishowwab