Kekerasan Anak Terus Berulang, Mereka Korban Sistem Kapitalis
Oleh : Isna Anafiah
Aktivis Muslimah
Anak bukan sekedar amah melainkan anugrah dan rezeki yang harus di rawat dengan cinta dan kasih sayang. Anak merupakan keturunan dan generasi yang mampu menciptakan kebahagiaan dalam rumah tangga. Namun, realitanya belakang ini di media sosial beredar pemberitaan kekerasan pada anak yang sangat tragis dan mengkhawatirkan dalam beberapa waktu terakhir. Fenomena maraknya kekerasan pada anak seolah tidak ada habisnya.
Seperti di kutip dari halaman berita (medan.kompas.com, 15/06/2025)
Seorang ibu di Riau setelah berpisah dengan suaminya harus bekerja untuk manafkahi anaknya yang berusia 2 Tahun. Karena sibuk kerja, ibu tersebut menitipkan anaknya kepada pasangan suami istri yang merupakan temannya. Namun nasib pilu menimpa anaknya. Ironisnya, setiap kali rewel anak tersebut di aniaya oleh pasangan pasutri yang menjadikan anaknya untuk pancingan memiliki momongan. Selain itu, pasutri tersebut juga merekam aksinya
Hingga anak tersebut harus menjalani perawatan medis, sayangnya anak tersebut meninggal dunia dan hasil medis justru menunjukan bahwa anak tersebut meninggal karena kekerasan.
Hal serupa pun terjadi di kebayoran lama kawasan jakarta selatan seperti di kutip dari halaman berita (tempo.co, 23/06/2025)
Pihak kepolisian sedang mencari orang tua yang menyiksa dan menelantarkan anak usia tujuh tahun di kawasan pasar kebayoran lama jakarta selatan. Sebelumnya anak tersebut di temukan orang dalam kondisi tergeletak di area pasar kebayoran lama di atas kardus serta terdapat luka bakar dibagian dagu dan tulang menonjol di salah satu bagian tubuhnya.
Fenomena kekerasan terhadap anak terus berulang layaknya flm berseri. Berdasarkan data kementerian PPPA kasus kekerasan terhadap anak Tahun 2024 jumlahnya mencapai 28.831 dan korban kasus kekerasan tersebut terbagi menjadi dua yaitu kasus kekerasan yang di alami anak perempuan jumlahnya mencapai 24.999 kasus sedangkan kasus kekerasan terhadap anak laki-laki jumlahnya mencapai 6.288 kasus. Pada faktanya kekerasan pada anak tersebut tidak pernah tercatat secara resmi. Bahkan hanya 0,01% anak saja yang berani melaporkan kekerasan yang di alami. Artinya 99% kekerasan yang menimpa anak-anak tidak pernah mendapatkan perlindungan dan keadilan. Faktor yang menyebabkan terjadinya pelecehan terhadap anak baik secara fisik maupun non fisik sangat beragam di antaranya faktor ekonomi, emosi yang tidak terkendali, kerusakan moral dan keimanan yang lemah serta lemahnya fungsi dan peran keluarga.
Undang-undang Perlidungan Anak (UU No.35 tahun 2014 merupakan perubahan dari UU No.23 Tahun 2002 mengatur perlindungan anak yang korban kekerasan. UU tersebut melarang berbagai kekerasan baik fisik maupun non fisik, psikis, seksual dan penelantaran. Para pelaku kekerasan mendapatkan sanksi pidana. Sedangkan korban mendapatkan rehabilitasi, dan diberikan perlindungan serta pemulihan. Sayangnya UU dan sanksi hukum di negeri ini tidak mampu menghilangkan kasus kekerasan pada anak. Sebab sanksi yang menjerat para pelaku kekerasan pada anak tidak mampu memberikan efek jera serta tidak mampu menyentuh akar persoalan. Begitulah realita kehidupan dalam sistem sekuler (yang memisahkan agama dari kehidupan). Kondisi seperti ini jika tidak di selesaikan hingga akar persoalannya keadaan anak akan semakin terancam, sebab sistem saat ini telah menghilangkan fitrah orang tua yang memiliki tanggung jawab sebagai pelindung serta memberikan rasa aman kapada anaknya dirumah.
Rasulullah saw bersabda,
من لا يرحم لا يرحم
" Barang siapa tidak menyayangi, maka ia tidak disayangi".(HR.Bukhari 6013 dan Muslim No.2318)
Hadits tersebut menggambarkan bahwa orang tua yang ingin disayangi oleh anaknya wajib menyangi anaknya. Bahkan Rasulullah mencontohkan kasih sayang tersebut dengan mencintai dan menyayangi kedua cucuknya Hasan dan Husain beliau kerap kali mencium keduanya didepan para sahabat.
Sebab, anak-anak yang dirawat dengan penuh cinta dan kasih sayang selain memiliki mental sehat dan kuat, jika orang tua sudah meninggal dunia maka doa dan istigfar anak mampu menjadi selimut dan cahaya dalam kubur. Namun sayangnya, sistem saat ini telah mematikan naluri kasih sayang. Sehingga para orang tua tidak mampu lagi berpikir waras.
Nampaknya kondisi ekonomi yang sulit telah membuat para orang tua tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan dasar hidup keluarganya. Kebutuhan dasar yang di butuhkan sangat mahal. Sehingga kemiskinan menjadi penyebab orang tua menelantarkan anaknya hingga melakukan kekerasan seksual. Sebab orang tua yang miskin atau penghasilan rendah akan mengalami tekanan mental yang berat, sehingga sering kali berdampak pada kesehatan mental. Dalam kondisi seperti ini anak menjadi pelampiasan emosi karena orang tua sudah kehilangan kewarasannya.
Banyaknya konten-konten kekerasan yang berseliweran diplatform media sosial tanpa di sadari telah menciptakan lingkungan yang tidak sehat. Hal ini terjadi lantaran negeri menerapkan aturan hidup sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) dan sistem ekonomi kapitalis telah menghilangkan fitrah orang tua dan juga menghilangkan kewarasan orang tua. Dan orang tua menganggap anak sebagai beban kehidupan, sebab kebutuhan hidup sangat mahal, sehingga kebutuhan dasar sulit di penuhi karena biaya kesehatan mahal, pendidikan mahal, kebutuhan pokok mahal. Pada hal kebutuhan dasar masyarakat merupakan ranggung jawab negara.
Selain itu, harusnya pemerintah juga sebagai raiin dan junnah dapat memblokir secara permanen konten-konten vidio kekerasan, bagaimana pun konten kekerasan yang ada diberbagai media sosial merupakan salah satu penyebab terjadinya kekerasan. Oleh karena itu, pemerintah harus bersikap tegas dan menyelesaikan akar persoalan yang terjadi agar tidak terus berulang. Saat ini kebanyakan orang tidak memahami cara mendidik anak dan memperlakukan anak dengan pengasuhan yang semestinya. Pada faktanya sistem sekuler telah merusak naluri dan akal manusia. Sehingga potret kehidupan manusia makin suram. Hal ini terjadi karena kita dijauhkan dari ajaran Islam yang sempurna dalam mengatur kehidupan. Sistem saat ini telah melahirkan orang tua sadis layaknya peran antogis di film-film.
Harusnya negara melakukan pencegahan sejak dini karena bagaimana pun kebijakan yang sudah dikeluarkan dapat menjadi pencegah. Kebijakan dalam sistem sekuler tidak mampu memberantas tuntas berbagai kasus dan permasalahan termasuk masalah kekerasan pada anak dan beragam persoalan. Sebab, untuk mengatasi masalah kekerasan membutuhkan langkah sistemis agar dapat mengurai persoalan hingga tuntas keakar permasalahannya. Namun sayangnya, sistem ini justru menjadikan negara tidak mampu menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Sehingga beragam persoalan sulit diselesaikan hingga akar persoalannya.
Oleh sebab itu, solusi agar persoalan kekerasan pada anak selesai hingga tuntas keakar persoalannya adalah dengan mencampakkan sistem sekuler kapitalis. Dan menjadikan syariat Islam yang diterapkan dalam level negara satu-satunya solusi terbaik. Sebab, Islam yang diterapkan dalam level negara memiliki kewajiban untuk menjaga generasi, karena Islam menjamin lingkungan yang sehat, dan mampu meyelamatkan generasi dari berbagai bahaya, termasuk masalah kekerasan pada anak. Bahkan syari'at Islam yang di terapkan dalam level negara dapat mewujudkan kehidupan yang tentram, sejahtra dan menciptkan ketaatan karena keiman dan ketakwaannya kepada sang pencipta terjaga.
Oleh karena itu, Islam memiliki 3 pilar yang dapat melindungi kehidupan rakyatnya termasuk anak. Pilar tersebut adalah ketakwaan individu, peran keluarga, dan kontrol masyarakat, karena sistem sanksi yang ditegakkan tegas mampu memberikan efek jera. Sehingga dapat mencegah orang untuk melakukan kesahan serupa. Hanya sistem dan kepemimpinan Islam satu-satunya sistem yang mampu menyelesaikan beragam persoalan kehiduapan baik persoalan individu, keluarga termasuk kekerasan pada anak hingga negara. Sekitar 1.400 tahun lalu Islam mampu menekan kejahatan yang terjadi, kehidupan masyarakat sejahtra dan aman.
Wallahualam alam bissawaab
Posting Komentar