-->

Misteri Konflik Agraria Di Pulau Rempang

Ada sebuah pulau kecil di kepulauan Riau yang diapit oleh pulau Sumatra dan semenanjung Melaka. Pulau kecil itu adalah pulau Rempang yang sekarang viral disebabkan rencana pembangunan mega proyek.

Berdasarkan informasi rencana pembangunan Pulau Rempang yaitu berasal dari rencana investasi Pemerintah Pusat melalui Kerjasama BP Batam dan PT Makmur Elok Graha (MEG) yang berencana mempersiapkan Pulau Rempang sebagai mesin ekonomi baru Indonesia/The New Engine Indonesia’s Economic Growth dengan nilai investasi sekitar Rp381 triliun hingga tahun 2080 nanti, perkembangan Pulau Rempang diharapkan dapat memberi dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah Batam dan kabupaten atau kota lainnya di Provinsi Kepulauan Riau.

Yang mengintegrasikan konsep bisnis, pariwisata, industri, hunian dan perdagangan kelas dunia. Tak dapat dipungkiri bahwa program Pembangunan selalu berdampak langsung  kepada masyarakat yang telah menghuni tempat tersebut secara turun temurun. Dampak tersebut bisa positif atau negatif.

Tentulah peristiwa Rempang menjadi pembelajaran yang kesekian kali bagi bangsa ini, bahwa Pembangunan demi sebuah investasi memerlukan pertimbangan yang matang terhadap kehidupan Masyarakat.

Negara korporasi negara menjadi instrumen kepentingan bisnis dan keputusan politik mengabdi pada pemilik modal merupakan cermin kezaliman dari rezim otoriter dan oligarki secara turun temurun yang akan menyengsarakan masyarakat pulau rempang. 

Pembelaan negara atas investasi selalu dinarasikan demi pertumbuhan ekonomi. Ini wajar dalam sistem ekonomi kapitalisme. Sebagaimana dinyatakan Jokowi bahwa investasi dan ekspor merupakan kunci dari pertumbuhan ekonomi.

Dengan konflik Rempang ini, jelas, negara makin rapuh. Kerapuhan ini, karena negara telah menjadi perpanjangan tangan dari kepentingan pengusaha dan investor, dan justru mengorbankan rakyat.

Sistem demokrasi telah menjadikan pemerintahan dan penguasa membela pemodal sebagai konsekuensi dari menjunjung tinggi kebebasan kepemilikan. Akhirnya, fungsi negara yang harusnya melindungi rakyat makin jauh. Rakyat tidak lagi merasakan perlindungan, sebaliknya merasa dizalimi. Inilah wajah negara sekuler sebenarnya.

Berkebalikan dengan kapitalisme, Islam menegaskan bahwa pemimpin adalah junnah. “Maka sebuah kezaliman jika kepemimpinan menjadi faktor (penentu) terjadinya kekerasan yang membahayakan rakyat terutama perempuan dan anak-anak,”

Menurut sabda Rasulullah saw.,

إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ، فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka ia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika ia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)

Kemudian menjadi bagian dari amar makruf nahi mungkar, yakni berupaya mewujudkan kesadaran di tengah umat akan pentingnya sebuah negara yang bisa melindungi umat dengan penerapan Islam kafah.

Neng Nur