Marak Bullying: Bukti Rusaknya Sistem Pendidikan Sekuler
Oleh: Syifa Islamiati
Dunia pendidikan kini tengah menjadi sorotan publik. Pasalnya, kasus perundungan anak kini kian marak. Salah satunya adalah yang viral di media sosial belum lama ini. Penganiayaan terjadi di antara sesama pelajar di daerah Cilacap, Jawa Tengah. Dalam video terlihat seorang siswa dianiaya oleh rekannya. Adegan itu juga ditonton sejumlah siswa lainnya yang berada di lokasi tersebut. Beberapa siswa dari mereka mencoba melerai, namun justru mendapat ancaman dari pelaku. (Kompas.com, 27/9/2023)
Sebelumnya, beredar video siswa kelas 7 & 8 yang di-bully oleh kakak kelasnya di kabupaten Bekasi. Dalam video terlihat segerombolan siswa duduk di tanah lalu disabet memakai sandal. Menurut keterangan, perundungan tersebut terjadi karena dianggap menjadi tradisi dari kakak kelas kepada adik kelasnya. (Kompas.com, 21/9/2023)
Aksi perundungan yang dilakukan di kalangan pelajar hampir terjadi di berbagai wilayah. Menurut data, Indonesia berada di posisi kelima tertinggi dari 78 negara yang paling banyak mengalami kasus perundungan. Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti mengatakan pihaknya menemukan setidaknya 12 kasus perundungan sejak Januari-Mei 2023. (Akurat.co, 6/7/2023)
Menurut FSGI, kasus perundungan paling banyak terjadi di lingkungan sekolah tingkat SD dan SMP dengan proporsi masing-masing 25% dari total kasus. Artinya, 50% perundungan terjadi di SD dan SMP. Adapun SMA dan SMK persentasenya sama-sama 18,78%, sedangkan lingkungan MTs dan pondok pesantren masing-masing 6,25%. (Katadata.co.id, 7/8/2023).
Data kasus di atas adalah yang terlapor dan tercatat, lalu bagaimana dengan kasus yang tidak muncul ke publik? Bisa jadi mungkin lebih banyak lagi kasusnya. Pada dasarnya, bullying/perundungan itu banyak jenisnya, tidak hanya mengejek, mengolok-olok, body shaming, tetapi bisa juga melalui tindakan fisik (memukul, menendang dan sebagainya) bahkan sampai menghilangkan nyawa.
Yang menjadi faktor penyebab terjadinya perundungan juga banyak, mulai dari lingkungan keluarga yang broken home sehingga alpha dalam pengasuhan anak-anak, minimnya pengawasan dari pihak sekolah, serta media sosial yang menyuguhkan berbagai macam game online dengan banyak kekerasan fisik. Selain itu juga adanya tontonan kartun yang turut membudayakan beraneka ragam tindak kejahatan di benak anak-anak.
Budaya bullying ini berbahaya sekali pada keberlangsungan tumbuh kembang generasi. Bagi pelaku, maka ini akan melahirkan generasi yang egois, tidak punya rasa empati, dan mudah melakukan tindakan kekerasan yang bisa melukai korban bahkan menghilangkan nyawanya. Sedangkan di sisi korban, maka ini akan mengancam keselamatan mentalitasnya sehingga tak heran korban bullying seringkali semakin terpuruk dalam pergaulan, nilai akademis bahkan hingga melakukan tindakan nekat seperti bunuh diri. Nauzubillah.
Lantas apa sebenarnya yang menjadi akar masalahnya? Yakni pemahaman sekulerisme liberal yang bercokol di negeri ini. Ide inilah yang telah menggempur generasi dari berbagai arah dan di segala sektor. Maka permasalahan kasus perundungan ini semakin hari menjadi semakin masif bahkan tidak terkontrol. Pemahaman sekuler telah memberikan kebebasan kepada generasi sehingga mereka bisa bebas berperilaku, berekspresi sesuka hati tanpa adanya batasan hingga akhirnya kebablasan. Tindakan bullying yang dilakukan oleh anak-anak bisa jadi akan terbawa hingga dewasa dan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
Maka dari itu butuh penanganan cepat dan menyeluruh agar tidak ada lagi korban bullying. Bagaimana caranya? Tentu butuh sinergi dari berbagai kalangan baik dari pihak keluarga, masyarakat dan negara. Menanamkan akidah yang kuat kepada anak-anak sejak kecil tentu menjadi tugas dan tanggungjawab orang tua. Kelak ketika berbuat sesuatu mereka tahu batasan, karena memahami landasannya adalah syariat Islam bukan hawa nafsu.
Begitupun negara, tentu juga berperan penting dalam menjaga dan mengawasi generasi. Dengan mengubah sistem pendidikan sekuler menjadi sistem pendidikan Islam, maka akan sangat efektif membentuk karakter generasi yang Islami, memahami agama, beraktivitas sesuai hukum syara. Pola pikir dan pola sikap yang ditunjukkan generasi pun akan sesuai dengan tuntunan syariat.
Dengan demikian, aktivitas bullying bisa diminimalisir bahkan dihilangkan. Dan perundungan hanya akan hilang jika sistem Islam diterapkan di setiap aspek kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat maupun negara. Pun dengan sistem Islam akan terlahir generasi yang bertindak, beraktivitas dan bertingkah laku berdasarkan nilai-nilai akidah Islam. Wallahua'lam bishowab.
Posting Komentar