-->

Marak Anak Muda Bunuh Diri: Sekularisme Lahirkan Generasi Hopeless

Oleh: Ummu Adzky

Menyedihkan! Fenomena bunuh diri dewasa ini semakin merebak di kalangan masyarakat. Bahkan fenomena ini seolah menjadi tren yang menjangkiti generasi muda. Pada Oktober ini, media sudah mengungkap sedikitnya ada empat kasus mahasiswa yang diduga bunuh diri. Se-hopeless itukah anak muda masa kini? 

Dilansir dari Tempo.co (13/10/2023), Seorang mahasiswi berinisial NJW (20) merasa depresi hingga memutuskan mengakhiri hidupnya dengan cara melompat dari lantai empat Mall Paragon Semarang pada Selasa (10/10). Ditemukan sepucuk surat dalam tas pelaku yang berisi permintaan maaf karena merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi orang tuanya. 

Yang lebih mengejutkan, keesokan harinya terjadi lagi kasus serupa di kota yang sama. Seorang mahasiswi berinisial EN (24) ditemukan tewas di kamar kosnya pada Rabu (11/10). Berdasarkan hasil penyelidikan, diduga pelaku melakukan bunuh diri lantaran masalah pekerjaan serta terjerat pinjaman online (Kompas.Com, 13/10/2023).

Menyikapi dua kasus dugaan bunuh diri yang dilakukan mahasiswa di Semarang, Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengaku sangat prihatin. Menurut Hevearita, perlu adanya peran pemerintah, perguruan tinggi dan lingkungan sekitar dalam mencari solusi untuk mencegah terjadinya kasus serupa (Republika,co.id, 13/10/2023).

Praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, menyampaikan bahwa pemicu fenomena bunuh diri pada generasi muda salah satunya karena pola asuh yang fatherless dan motherless. Hal ini menyebabkan tidak ada attachment yang kuat dan kurangnya penanaman prinsip hidup pada anak akibat hilangnya figur orang tua dan keluarga sebagai tauladan (Republika, co.id, 15/10/2023).

Maraknya kasus bunuh diri yang terjadi saat ini, menunjukan lemahnya support system penunjang kesehatan mental generasi muda. Ikatan keluarga yang rapuh, lingkaran kehidupan yang penuh dengan target dan tekanan, pergaulan yang tidak sehat, tuntutan ekonomi, gaya hidup hedon, tontonan yang tidak mendidik, sosial masyarakat apatis, hingga negara yang acuh terhadap perkembangan psikis generasi muda menjadi potret kegagalan support system yang ada. 

Rapuhnya support system tersebut merupakan cermin keputusasaan masyarakat terutama generasi muda yang hidup dalam sistem sekularisme kapitalisme. Pemisahan agama dari kehidupan telah membuat orang kehilangan harapan dan sandaran saat mengalami masalah.  Kapitalisasi di semua lini menjadikan manusia melenceng dari fitrahnya. Terciptalah ruang-ruang hampa dalam jiwa manusia. 

Sistem sekularisme kapitalisme sejatinya memenjarakan masyarakat dalam lingkaran setan problematika kehidupan yang tak akan pernah ada habisnya. Ini membuktikan bahwa permasalahan ini tidak akan pernah menemukan solusi selama sistem sekularisme kapitalisme masih diterapkan dalam kehidupan. 

Solusi fundamental untuk menyelesaikan masalah tren bunuh diri ini adalah kembali pada sistem Islam. Berbeda dengan sistem sekularisme kapitalisme, Islam justru hadir memberi kemuliaan pada kehidupan manusia dengan syariatNya. 

Sistem Islam yang diterapkan secara kaffah di seluruh aspek kehidupan, akan mendukung terbentuknya support system yang kokoh dalam membentengi tumbuh kembang generasi muda.  Sehingga tunas-tunas muda akan tumbuh dalam atmosfer yang sehat dan kondusif. 

Islam akan membentuk karakter dan mental generasi muda yang optimistis dan kuat berdasarkan keimanan kepada Allah SWT. Islam menjamin terbentuknya benteng pertahanan yang kuat berasal dari keluarga dan masyarakat Islami. Ketika dihadapkan dengan masalah, seluruh support system akan bersinergi mengarahkan generasi muda agar tidak berputus asa akan rahmat Allah. 

Dapat disimpulkan bahwa fenomena bunuh diri yang marak di kalangan generasi muda bukanlah masalah kerapuhan individu semata, melainkan masalah sistemik yang diakibatkan kerusakan sistem sekularisme kapitalisme. Maka solusi menyeluruh yang sesungguhnya adalah menerapkan kembali sistem Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.