-->

Femisida: Kapitalisme Merawatnya

Oleh: Hamnah B. Lin

Kasus kekerasan terus meningkat, utamanya banyak dialami oleh perempuan dan anak-anak. Masyarakat terus disuguhi berita yang miris didengar dan dilihat. Pembunuhan atau bunuh diri seakan menjadi solusi dalam setiap permasalahan.

Seperti kasus penganiayaan yang melibatkan seorang anak dari salah satu anggota fraksi PKB di DPR RI yang mewakili daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur. Pelaku, seorang pria berusia 31 tahun, dengan kejam melakukan penganiayaan terhadap kekasihnya yang berusia 28 tahun sehingga akhirnya korban kehilangan nyawanya (detik.com, 06-10-2023).

Perilaku keji yang dilakukan Ronald kepada korban disebut sebagai bentuk femisida. Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan, femisida merupakan pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap perempuan yang dilakukan secara sengaja karena jenis kelamin atau jendernya. Pembunuhan tersebut bisa didorong oleh rasa cemburu, memiliki, superioritas, dominasi, dan kepuasan sadistik terhadap perempuan. Komnas Perempuan juga mengkategorikan femisida sebagai sadisme, baik dari motif pembunuhannya, pola-pola pembunuhannya maupun berbagai dampak terhadap keluarga korban.

Sungguh miris, kehidupan yang semakin bebas nyatanya bukan jaminan hidup menjadi lebih enak dan aman. Justru kebebasan inilah pemicu dari seluruh permasalahan. Mulai dari kebebasan pergaulan, bebas kepemilikan, bebas berbicara, dan seterusnya. Kebebasan ini lahir akibat diterapkannya aturan kapitalisme di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Sistem kapitalisme telah memisahkan aturan Sang Pencipta dengan kehidupan sehari - hari, maka banyak urusan manusia hari ini bersandar pada baik buruk menurut manusia, bukan menurut Allah. 

Kondisi makin diperparah oleh kurangnya jaminan keamanan yang disediakan oleh negara kapitalis. Negara-negara kapitalis cenderung berperan sebagai regulator semata, tanpa mencoba mengatasi akar masalah. Salah satunya adalah pengklasifikasian pembunuhan perempuan sebagai femisida. Padahal pendekatan semacam ini belum mampu menangani akar permasalahan kekerasan terhadap perempuan karena ketiadaan aturan-aturan syariat yang melindungi hak-hak perempuan.

Hal ini sungguh jauh dalam agama Islam, sebagai din yang sempurna, Islam sangat melindungi umatnya. Hal ini tercermin di dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun hadis-hadis Rasul yang dirumuskan oleh para ulama sebagai al-kulliyat al-khams atau adh-dharuriyyah al-khams, yaitu perlindungan atas agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta. Hal ini akan terwujud tatkala syariat Islam diterapkan secara sempurna.

Syariat Islam sangat menjaga kehormatan perempuan yang tampak dari beberapa aturannya. Salah satunya adanya keharusan meminta izin ketika memasuki kehidupan khusus orang lain agar aurat perempuan yang di dalamnya diperbolehkan melepas jilbab tidak terlihat oleh laki-laki nonmahram (lihat QS An-Nur: 27).

Bersamaan dengan itu, Islam mewajibkan perempuan untuk menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, serta memakai pakaian sempurna ketika keluar rumah. Mereka wajib berkerudung (lihat QS An-Nur: 31) dan berjilbab (lihat QS Al-Ahzab: 59). 

Islam bahkan memerintahkan mahramnya untuk menemani ketika perempuan bepergian lebih dari sehari semalam. Rasulullah saw. bersabda, ”Tidak halal wanita yang mengimani Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan sehari semalam, kecuali bersama mahramnya.”

Untuk memberikan ketegasan, Islam memerintahkan negara menerapkan sanksi Islam terhadap pelaku pelanggaran, seperti qisas untuk penganiayaan, hukuman cambuk dan rajam bagi pezina, serta ta’zir untuk pelanggaran lainnya, termasuk homo dan lesbi, sesuai dengan kejahatannya. Ini bertujuan untuk menjaga kesusilaan dan moral masyarakat.

Dengan demikian, tindak kejahatan dalam hubungan asmara, seperti yang terjadi pada kasus Ronald serta kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan lainnya dapat ditekan sejak dini. Hal ini disebabkan oleh penggunaan sistem sanksi yang diterapkan oleh negara yang berfungsi sebagai upaya penebus dosa dan memberikan efek jera kepada pelaku tindak kejahatan. Sistem ini juga berperan dalam mencegah kemungkinan adanya perilaku serupa di tengah masyarakat. Dalam hal ini, apa yang dilakukan negara adalah upaya untuk menjalankan hukum yang sejalan dengan prinsip syariat Islam.

Pencegahan dan sanksi yang tegas dalam Islam adalah solusi tepat untuk mengehentikan peningkatan kasus kekerasan kepada perempuan dan anak. Hanya dalam sistem Islam yakni khilafah Islamiyan sajalah kasus kriminal apapun akan semakin berkurang.

Wallahu a'lam.