-->

Suplai BBM Yang Berkeadilan Dengan Penerapan Sistem Islam

Oleh: Musdalifah Rahman, ST. (Aktivis muslimah)

Kabar kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM)  per 1 September 2023 menyiratkan seolah tidak ada absennya negara ini dari berita kenaikan BBM setiap tahunnya.

Meski kenaikan kali ini hanya menyasar BBM Non Subsidi, namun tetap saja kenaikan harga tersebut akan memberatkan rakyat pengguna kendaraan pribadi sasaran BBM non subsidi.

Dilansir dari berita CNBC Indonesia tanggal 31 Agustus 2023, kenaikan harga BBM 1 September 2023 dilakukan dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang disalurkan Melalui SPBU.

Adapun jenis BBM non-subsidi yang mengalami kenaikan harga yakni mulai dari Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamax Dex, Dexlite, hingga Pertamax Green 95.

Menyikapi persoalan bahan bakar minyak yang harganya kerap melesat diam-diam ini, tentu sebagai muslim kita perlu mendudukkan perkara ini tidak hanya pada sebatas konsep aqidah semata. 

Gambaran kaum muslimin hari ini yakni lebih memilih berdiam diri dan duduk tafakkur dengan kebijakan-kebijakan yang telah terang-benderang kedzalimannya karena percaya bahwa tiap-tiap makhluk, Allah yang akan menanggung rezekinya, tidak peduli semelonjak apapun harga kebutuhan pokok yang merupakan imbas dari kebijakan eksploitatif.

Mereka bahkan merasa cukup dengan mendoakan negeri ini agar aman dan tenteram tanpa tindakan faktual. Bagaimana sebab kebangkitan Islam itu akan datang jika pemikiran kaum muslimin justru mengalami kemunduran?

Tidak ada salahnya mengaitkan seluruh persoalan hidup ini dengan aqidah. Selayaknya memang kita dituntut untuk selalu berada di atas topangan keimanan yang lurus. Namun kita juga tidak boleh menafikan bahwa ada sisi syariah dalam kasus kenaikan BBM yang menuntut untuk diupayakan penerapannya.

Dalam tinjauan syariat, Bahan Bakar Minyak masuk ke dalam sumber daya alam yang tidak boleh diprivatisasi baik itu individu, perusahaan maupun negara karena pemanfaatan atau kepemilikannya terkategori kepemilikan umum.

Rasulullah SAW bersabda (yang artinya); Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Imam as-Sarakhsyi di dalam al-Mabsûth menjelaskan hadits tersebut dengan mengatakan, bahwa terdapat penetapan berserikatnya manusia baik muslim maupun kafir dalam ketiga hal itu.  Demikian juga penafsiran syirkah (perserikatan) dalam air yang mengalir di lembah, sungai besar seperti Sihun-Jihun (Amu Darya-Syr Darya), Eufrat, Tigris dan Nil, maka pemanfaatan air itu posisinya seperti pemanfaatan matahari dan udara di mana muslim maupun non muslim sama saja dalam hal ini.  Dan tidak ada seorang pun yang boleh menghalangi seseorang dari pemanfaatan itu. (mediaumat.id)

Sumber daya alam yang terkategori An-Naar (Api) yakni yang bisa menghasilkan energi panas, seperti gas alam, listrik, minyak bumi, batubara dan yang semisal dengannya.

Dalam hal ini, syariat Islam menetapkan bahwa BBM bukan produk alam yang bisa dijadikan sebagai jalan meraup keuntungan pihak tertentu.

Dalam hal penyuplaian BBM, kehadiran negara sebagai periayah umat bertugas dalam dua hal yakni pengelola dan pendistribusi.

Jikapun masyarakat dikenakan harga dalam memanfaatkan BBM, maka hanya sebatas biaya produksi dan pendistribusian (bukan biaya bahan mentah), itupun jika kondisi Baitul Maal tidak kondusif untuk menutupi biaya tersebut.

Penerapan sistem Islam meniscayakan penyediaan BBM tersalurkan secara merata dan dapat dijangkau dengan harga murah atau bahkan sangat mungkin dimanfaatkan masyarakat secara gratis.

Karena dalam penerapan sistem Islam, konsep kepemilikan terinci dengan jelas dan bersifat wajib (mengikat) yang terkategori ke dalam kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu.

Sehingga meskipun suatu benda memiliki nilai ekonomi tinggi dimata dunia sekalipun, jika benda tersebut terkategori dalam kepemilikan umum, maka haram untuk memprivatisasinya.

Namun mekanisme penyediaan Bahan Bakar Minyak seadil itu tidak mungkin bisa diterapkan oleh negara yang masih bersekutu dengan sistem kapitalisme. 

Sebab dalam naungan sistem jahil ini, BBM nyata diprivatisasi. Negara dan korporat bermitra melakukan kegiatan jual beli yang ber-asas untung rugi kepada rakyat. Karena model operasi itulah, harga BBM terindikasi plin-plan dan mencekik rakyat.

Sejak dulu, seiring dengan kenaikan harga BBM, maka akan ramai pula kita dapati para pakar berintelektual mengemukakakan tentang alasan matematis penetapan kenaikan harga mulai dari penyesuaian harga dengan pasar internasional, utang negara dan inflasi. Ujungnya mereka menyatakan pemafhuman dengan kebijakan tersebut.

Padahal keseluruh faktor-faktor yang mereka analisa sejatinya akan selalu mengerucut pada kesalahan mekanisme pengelolaan bahan bakar minyak yang menyelisihi syariat Islam. Wallahu a’lam bish-shawab.