-->

Pemberian Grasi Massal Narapidana, Mendorong Penyebaran Narkoba?

Oleh: Ilmasusi

Kemunduran ! Itulah istilah yang cocok bagi aktifitas pemberantasan narkoba di negeri  Hal itu terlihat dari kebijakan negara untuk memberikan grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba. Bukannya makin gencar menangkap dan menghukum pelaku kejahatan narkoba secara adil, naman malah memberi grasi secara masal. Apakah ini bijak?

Rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum kepada Presiden Jokowi agar memberikan grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba. Langkah tersebut merupakan upaya pemerintah untuk mengatasi lapas yang penuh sesak.

"Kasus overcrowded lapas, hampir mencapai 100% dan itu kami mendorong adanya grasi massal terhadap pengguna narkoba, atau penyalah guna narkoba yang selama ini dikriminalisasi terlalu berlebihan,” kata anggota Tim Percepatan Reformasi Hukum dari Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum Rifqi Sjarief Assegaf. (Kompas, 15/09/2023).

Rifqi juga menyampaikan bahwa nanti ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pengguna narkoba untuk memperoleh grasi. “Mana yang betul hanya pelaku atau penyalah guna, pelaku tipiring untuk  bisa diberikan grasi massal sehingga masalah overcrowded atau penuh sesak bisa lebih baik. Ia juga

Menegaskan beberapa hal yang menjadi catatan, bukan residivis, bukan pelaku tindak pidana lain, dan sebagainya(CNN Indonesia, (16/09/2023).

Mengapa Menjadi Overcrowded?

Penuhnya lapas merupakan dampak dari lemahnya pemberantasan narkoba selama ini. Lapas lekas menjadi penuh karena jumlah pengguna  yang tertangkap sangat banyak dan terus meningkat. Sementara itu di luar lapas, masih banyak pengguna narkoba yang bebas berkeliaran.

Membludaknya kasus  pengguna narkoba merupakan masalah yang kompleks yang disebabkan faktor individu, masyarakat, dan negara. Dari sisi individu, karena lemah iman  dengan mudah mengonsumsi narkoba, zat yang diharamkan dalam Islam. Anehnya,  pengguna narkoba dalam kadar rendah tidak dianggap pelaku kejahatan, melainkan dianggap sebagai korban.

Masyarakat cederung bersikap apatis dan individualistis sehingga  kontrol sosial lemah. Kemiskinan juga menjadi salah satu pemicu adanya bisnis narkoba. Demi  uang, orang rela melakukan segala macam usaha, termasuk bisnis narkoba. Tak menjadi pertimbangan apakah usahanya ini halal atau haram.

Di sisi lain, negara yang harusnya bersikap tegas,  justru ambil langkah yang kontraproduktif. Sanksi yang berjalan selama ini tidak memberikan efek jera sehingga kejahatan narkoba terus meningkat. Sementara sebagian oknum aparat,  justru ada yang menjadi pengguna narkoba bahkan menjadi backing bagi bisnis haram ini.

Pemberian grasi massal bagi napi narkoba menunjukkan bahwa pemerintah menganggap sepele masalah narkoba.  Pemerinrah tidak serius dalam memberantas narkoba. Alih-alih dihukum tegas, pelaku kriminal ini malah beroleh fasilitas grasi. Kelak  para alumni dari lapas yang tidak tobat, mereka akan mudah beraksi kembali. Siklus kejahatan terulang dan terulang lagi.

Masalah penuhnya penghuni lapas tidak bisa diselesaikan dengan pemberian grasi massal, karena solusi ini hanya menyelesaikan efek, sedangkan penyebabnya belum tersentuh. Selama narkoba masih leluasa beredar di  masyarakat, napi narkoba akan terus ada dan membuat lapas penuh.

Narkoba Tumbuh Subur di Sistem Kapitalisme

Untuk menekan laju bertambahnya narapidana narkoba yang menyebabkan lapas penuh, peredaran narkoba musti distop. Namun, hal ini mustahil terwujud dalam sistem kapitalisme yang menganut azas manfaat. Sistem yang menyisihkan agama dalam mengurus kehidupan dan menuhankan materi.

Dalam sistem kapitalisme, narkoba dipandang sebagai komoditas yang boleh dibisniskan. Itulah sebabnya, di beberapa negara, narkoba dilegalkan dengan alasan mendatangkan keuntungan. Akibat yang muncul adalah kerusakan yang luar biasa. Munculnya fenomena   “Kota Zombi” di Amerika Serikat cukup menggambarkan betapa bahayanya barang haram ini bila dibuat bisnis.

Dalam kapitalisme liberal  pelegalan narkoba menjadi sebuah keniscayaan. Sistem ini berasaskan sekularisme sehingga tidak ada standar halal dan haram. Asalkan dipandang mendatangkan manfaat secara ekonomi, barang haram seperti narkoba bisa dianggap  legal diperjualbelikan secara terbuka. Inilah yang menjadi penyebab pemberantasan narkoba tak kelar ditegakkan. Walhasil penerapan sistem kapitalismelah yang menjadi akar masalah dari problem narkoba.

Menghentikan Tuntas Peredaran Narkoba

Peredaran barkoba bukanlah perkara sepele. Karenanya Islam menyiapkan solusi kejahatan narkoba secara holistik dari hulu hingga hilir. Secara pemikiran, penanaman akidah Islam yang kukuh dilakukan melalui sistem pendidikan Islam dalam Khilafah. Sistem pendidikan yang kurikulumnya dibangun dari akidah islam akan membentuk individu-individu yang beriman dan bertakwa sehingga menjauhkan diri keharaman, termasuk narkoba.

Keharaman narkoba (al-mukhaddirat), apapun bentuknya mulai dari ganja, opium, morfin, mariyuana, kokain, ekstasi, dan sebagainya adalah berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra. bahwa Rasulullah saw. telah melarang dari segala sesuatu yang memabukkan dan melemahkan  (HR Ahmad, Abu Dawud no. 3686).

Keharaman narkoba juga didasarkan pada kaidah fikih tentang bahaya (dharar) yang berbunyi, “Al-ashlu fi al-madhaar at-tahrim (hukum asal benda yang berbahaya [mudarat] adalah haram).” (Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah Juz 3). 

Karena narkoba merupakan barang haram, maka segala amal yang terkait dengan narkoba juga haram, yaitu menggunakan, memproduksi, mengedarkan, melindungi peredaran dan sebagainya.

Sistem Sanksi Dalam Islam

Negara Islam  penerap syariat secara menyeluruh akan melarang peredaran narkoba. Pelaku kejahatan narkoba akan diberi sanksi yang tegas, adil dan berefek jera. Sanksi  bagi pengguna narkoba adalah takzir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh khalifah atau hakim. 

Sanksi takzir dapat berbeda-beda bergantung pada tingkat beratnya kesalahan. Pengguna narkoba yang masih baru dibedakan sanksinya dengan pengguna  yang sudah lama. Beda pula antara pengedar narkoba dan  pemilik pabrik narkoba. Takzir ini dimungkinkan sampai pada tingkatan hukuman mati. Pejabat yang terbukti menggunakan dan membekingi bisnis narkoba akan disidang di Mahkamah Mazhalim dan dihukum secara adil. (Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990).

Selain itu, penerapan sistem ekonomi islam akan menyejahterakan warganya sehingga tidak ada tekanan ekonomi yang mendorong warganya untuk melakukan bisnis narkoba. Warga negara  bisa fokus berlomba menjada warga yg bertakwa di hadapan Tuhannya .  Negara islam juga akan menjaga ketat akses masuk dari segala sisi, baik yang darat, laut, maupun udara.

Negara juga memastikan seluruh aparat yang bertugas di berbagai lembaga negara, baik yang di lapas, pengadilan, perbatasan, dll. adalah orang-orang yang adil dan amanah. Alhasil, tidak akan terjadi penyalahgunaan wewenang yang bisa menjadi celah penyelundupan narkoba. Dengan serangkaian mekanisme tersebutlah negara bisa memberantas narkoba secara tuntas. Memang hanya negara yang menerapkan sistem Islam di semua sektor kehidupan yang mampu menghentikan peredaran narkoba.