-->

Tabrakan KA Vs Mobil Di Jombang, Tanggung Jawab Siapa?

Oleh: Halida Al Mafazah (aktivis Dakwah)

Kecelakaan Kereta Api pada Sabtu malam (29-7-2023) kemarin jelas perlu menjadi evaluasi bersama. Tragedi ini terjadi di perlintasan sebidang, yaitu perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan. Saat ini di wilayah KAI Madiun ada 215 perlintasan sebidang dan 127 di antaranya tidak ada penjagaan. (CNN Indonesia, 30-7-2023).

Setahun lalu, pihak Kemenhub sudah menyatakan kalau kecelakaan di perlintasan sebidang lebih banyak karena tidak adanya rambu-rambu, pintu perlintasan, hingga penjaga. Dari seluruh kecelakaan yang melibatkan kereta api, setidaknya 77% di antaranya terjadi di perlintasan sebidang.

Fakta di atas menunjukkan bahwa perlintasan sebidang yang tidak ada penjagaan sangat rawan terjadi kecelakaan. Sudah setahun lamanya masalah ini dibahas, tetapi permasalahan yang sama tetap saja terjadi. Keadaan ini jelas mempertaruhkan nyawa masyarakat.

Negara Harusnya bertanggung jawab

Tragedi kecelakaan ini merupakan tanggung jawab negara. Negara sebagai puncak pengayom masyarakat berkewajiban memastikan masyarakat aman, termasuk dalam memanfaatkan transportasi. Masyarakat perlu merasakan kenyamanan dan keamanan.

Selain itu, minimnya penjaga juga membuat kecelakaan rentan terjadi. Di sebagian perlintasan tidak ada petugas yang mengatur, menyiapkan, dan mengondisikan lalu lintas. Banyak perlintasan sebidang yang hanya dijaga warga setempat sebagai relawan. Namanya relawan, jelas tidak akan dapat menjaga 24 jam. Pada saat tertentu bisa saja kosong, terutama pada jam seperti tengah malam.

Salah satu sebab minimnya penyediaan konsep keamanan ini adalah karena masalah pembiayaan. APBN yang selalu minus menjadikan negara tidak mampu menyediakan layanan umum dengan sempurna.

Akibat Sistem Kapitalisme

Sulitnya negara memenuhi tanggung jawab melindungi rakyat merupakan buah penerapan kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme telah membabat SDA. Kekayaan alam yang harusnya menjadi milik rakyat, justru dikuasai swasta. Kerakusan asing ini menyebabkan negara minim pemasukan.

Sistem keuangan yang berbasis riba juga mengikat negara hingga tidak berdaya. Kas negara yang tidak mampu memenuhi APBN membuat para pemegang kebijakan mengambil utang luar negeri, otomatis utang riba.

Namanya riba, kian hari kian bertambah. Pada akhirnya, mustahil melunasi dalam waktu singkat. Akhirnya, sebagian besar APBN dipakai untuk bayar utang. Negara pun kesulitan memenuhi semua kebutuhan rakyat, termasuk penyediaan keamanan pada perlintasan sebidang. 

Ini semua terjadi disebabkan negara kita yang bersistemkan kapitalis sekuler. Segala kebijakan berpijak pada manfaat dan pemodal, hingga tujuan utama keberadaan penguasa sebagai pelayan umat menjadi bayang-bayang yang sulit terwujud. Selain itu tidak adanya timbangan tanggung jawab di hadapan Allah swt. Untuk mmpertanggung jawabkan amanah penguasa yang diemban. 

Pandangan Islam

Keamanan sebagai salah satu kebutuhan dasar rakyat yang perlu dipenuhi. Oleh karenanya, negara harus berusaha semaksimal mungkin menyediakannya. Pemimpin dalam Islam akan bertanggung jawab dengan tugasnya sebab mereka paham amanah ini akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.

Biaya yang diperlukan untuk membangun pelayanan tersebut tentu sangat besar. Meski demikian, negara dapat memenuhinya karena negara memiliki sumber pendapatan yang banyak. Misalnya, dari jizyah, kharaj, fai, ganimah, dll.

Pengelolaan SDA juga dilakukan oleh negara, bukan individu ataupun swasta. Dengan demikian, negara mampu memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, salah satunya penyediaan layanan transportasi yang murah, mudah, nyaman, dan aman.

Seluruh kebijakan ini bisa dilakukan oleh pemerintahan yang mengambil sistem Islam sebagai landasannya, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw, sahabat dan setelahnya. Sudah saatnya umat Islam melepaskan jerat kapitalisme dan kembali kepada aturan Islam. 

Wallahu’alam bisshawab