Haji Mabrur Penggerak Perubahan
Oleh: Ani Kartini
Selesai sudah rangkaian ibadah haji yang dilakukan oleh jamaah haji sedunia di Tanah Suci pada tahun 1444 H/2023 M ini. Sebagian jamaah haji pun secara bergelombang sudah mulai kembali ke negerinya masing-masing.
Pada tahun ini diperkirakan ada dua juta jamaah haji dari berbagai negara hadir di Tanah Suci. Tak ada harapan dan cita-cita para jamaah haji saat berangkat ke Tanah Suci selain ingin mendapatkan predikat haji mabrur. Balasan haji mabrur tidak lain adalah surga. Demikian sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
Haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga (HR al-Bukhari dan Muslim).
Karena itu haji adalah salah satu ibadah yang utama. Ibadah haji bahkan memiliki keutamaan besar yang sejajar dengan jihad fi sabilillah.
Secara garis besar para ulama menjelaskan bahwa orang yang berhak mendapatkan status haji mabrur adalah mereka yang tidak mencampur ibadah haji dengan kemaksiatan dan tidak melakukan lagi kemaksiatan usai berhaji. Karena itu tentu tidak pantas seseorang mendapatkan predikat haji mabrur jika selama menunaikan ibadah haji melakukan tindak kemungkaran; misalnya berangkat dengan uang haram seperti hasil riba, suap, korupsi, merampas aset milik rakyat, dll. Ia pun tidak patut mendapatkan status haji mabrur jika usai menunaikan ibadah haji justru kembali menceburkan diri dalam kemaksiatan seperti menelantarkan hukum-hukum Allah SWT, mengkriminalisasi ajaran Islam, menghalang-halangi dakwah penerapan syariah Islam, berkolusi dengan korporasi merampas aset milik umat seperti hutan, pertambangan, dsb.
Patut untuk dihayati oleh umat bahwa berhaji bukan saja memenuhi dimensi ruhiyah (spiritual). Ibadah haji juga memenuhi dimensi siyâsiyah (politik) dan perjuangan. Di antaranya, dalam ibadah haji tercermin keberhasilan Islam menjadi ideologi yang melebur umat manusia menjadi satu kesatuan tanpa perbedaan suku, ras, warna kulit maupun strata sosial. Tanah Suci menjadi tempat peleburan (melting point) raksasa untuk seluruh umat manusia.
Saat Haji Wada’ kita mendapati Rasulullah saw. menyampaikan khutbah yang berisi pesan-pesan politik dan spiritual yang menggugah umat. Ada sejumlah poin penting dalam Khutbah Wada’ yang beliau sampaikan: Pertama, darah dan harta sesama Muslim terpelihara. Kedua, kewajiban menunaikan amanat, termasuk di dalamnya amanah kekuasaan untuk melayani dan melindungi umat. Ketiga, sistem ekonomi ribawi dihapuskan untuk selamanya. Keempat, menjaga aturan Islam dalam rumah tangga dan kewajiban mendidik istri. Kelima, kewajiban umat menjaga persatuan dan kesatuan. Keenam, kewajiban berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Nabi saw. jika tidak ingin tersesat dan sebaliknya umat akan tersesat jika berpaling pada ajaran dan sistem kehidupan selain Islam.
Pada momen Haji Wada’ juga turun firman Allah SWT berisi ketetapan-Nya tentang kesempurnaan Islam sebagai sistem kehidupan
Allah SWT telah menetapkan Islam sebagai sistem kehidupan yang sempurna dan menyeluruh. Bukan saja mengatur ritual ibadah haji, tetapi juga mengatur semua aspek kehidupan. Karena itu tak ada aturan hidup yang sepatutnya dijadikan pilihan oleh kaum Muslim selain aturan Islam. Bukan hanya untuk ritual ibadah, tetapi juga untuk kehidupan sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan. Semua harus diatur oleh syariah Islam
Pada masa penjajahan mencengkeram Dunia Islam, ibadah haji menjadi salah satu stimulus yang menggerakkan semangat anti kolonialisme dan mendorong persatuan umat untuk melawan para penjajah. Di Tanah Air, salah satunya tercermin dalam peristiwa pemberontakan petani Banten 1888 yang dipimpin sejumlah tokoh haji melawan penjajah Belanda. Mereka terinspirasi dari pengalaman para tokoh umat saat mereka berada di Makkah.
Sejak itu, pemerintah kolonial Belanda mulai waspada dan berinisiatif untuk menyelidiki alasan orang-orang di Nusantara secara tiba-tiba memiliki watak revolusioner setelah kembali dari ibadah haji. Bahkan seperti diakui Snouck Hurgronje, “Para haji adalah wabah masyarakat pribumi.
Mereka mendorong penduduk asli untuk melawan, menabur fanatisme dan kebencian terhadap orang Eropa.
Kaum Muslim bisa saling bertukar informasi bagaimana para penguasa kaum Muslim hari ini justru melayani asing dan aseng, membiarkan mereka menguasai kekayaan alam, serta menjadikan peradaban Barat sebagai budaya mereka. Pergaulan bebas, minuman keras, bahkan LGBT dibiarkan meruyak masuk ke tengah umat. Pada saat yang sama hukum-hukum Islam diterlantarkan.
Imam Hasan al-Bashri rahimahulLâh berkata:
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ هُوَ أَنْ يَرْجِعَ صَاحِبُهُ زَاهِدًا فِي الدُّنْيَا رَاغِبًا فِي اْلآخِرَةِ
Haji mabrur itu adalah orang yang kembali dari berhaji menjadi zuhud terhadap dunia dan merindukan akhirat.
Posting Komentar