BBM Bioetanol, Bukan Solusi
Oleh: Ummu Alvin
PT Pertamina (Persero) akan meluncurkan bahan bakar minyak (BBM) jenis baru campuran pertamax dengan nabati etanol (bioetanol) Juni ini.
Bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbarukan yang dapat diproduksi dari tumbuhan melalui proses fermentasi. Etanol sendiri dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum, salah satunya tebu.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menuturkan etanol yang akan digunakan berasal dari molases tebu. Menurutnya, transisi energi bukan sekadar menurunkan karbon emisi, tapi lebih penting lagi bagi Indonesia adalah untuk mewujudkan kemandirian energi.
Dengan penggunaan bioetanol sebagai bahan campuran BBM dapat menurunkan impor BBM jenis bensin, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan menciptakan potensi lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.
Meskipun bioetanol memiliki potensi besar, masih terdapat tantangan dalam pengimplementasiannya sebagai campuran bensin utamanya rendahnya produksi bioetanol di Indonesia.
Laporan ITB juga menyarankan penyesuaian kebijakan untuk menghidupkan implementasi bioetanol di Indonesia, utamanya penetapan kebijakan harga, pajak, dan subsidi yang tepat sasaran, penerapan terbatas di Jawa Timur dan Jakarta sebagai tahap awal dan penyusunan Badan Layanan Umum (BLU) seperti BPDPKS untuk mengembangkan industri bioetanol.
BBM bioetanol dianggap sebagai solusi yang dapat mengurangi impor dan ramah lingkungan tetapi beberapa aspek perlu dikaji dengan cermat untuk memahami manfaat dan dampaknya bagi masyarakat.
Meskipun BBM bioetanol dapat diproduksi secara lokal,namun masih ada kebutuhan untuk impor bahan baku seperti etanol. Jika bahan baku tersebut harus diimpor, dampaknya terhadap ketergantungan energi sangat signifikan. Oleh karena itu, sebelum mengklaim bahwa BBM bioetanol akan mengurangi impor, perlu dilakukan analisa menyeluruh tentang ketersediaan dan ketergantungan pada bahan baku tersebut.
BBM bioetanol diklaim sebagai solusi ramah lingkungan karena dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, proses produksi dan distribusi BBM bioetanol juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Contohnya, penggunaan lahan yang luas untuk bahan baku etanol dapat menyebabkan deforestasi atau penurunan luas lahan pertanian. Begitu pula, pemrosesan limbah dan residu dari produksi BBM bioetanol juga dapat berdampak buruk pada lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Bioetanol juga harganya lebih mahal dari Pertamax karena merupakan BBM jenis baru campuran pertamax beroktan 92 dengan nabati etanol. Vice Presiden Corporate Communication Fadjar Djoko Santoso mengatakan BBM pertamax akan dicampur 5 persen dari nabati etanol. Pertamina menyebut bahan bakar baru ini dengan nama E5, dimana harga E5 ini diperkirakan di atas harga pertamax saat ini.
Inilah kebijakan yang terus berulang dalam sistem kapitalisme sekuler,dimana kebijakan dibuat hanya untuk menguntungkan segelintir orang dan pada akhirnya rakyat hanya dijadikan sebagai alat untuk memperkaya para kapitalis.Bioetanol juga juga diproduksi hanya untuk kalangan atas saja,jadi kebijakan yang dibuat pemerintah justru malah membebani rakyat .
Berbeda dengan sistem Islam yang mewajibkan negara untuk membuat kebijakan yang memudahkan hidup rakyatnya, karena negara adalah sebagai pengurus urusan umat. Negara Islam akan menyediakan sumber energi yang murah dan mudah didapat. Karena sumber daya alam dalam Islam adalah sumber kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara dan hasilnya akan didistribusikan secara merata kepada masyarakat. Biayanya akan murah bahkan bisa saja gratis, karena negara tidak mengambil keuntungan dengan rakyat, tetapi harganya cuma untuk biaya produksi saja.
Hanya dengan menerapkan sistem Islam kaffah, negara akan mampu memenuhi bahan bakar dalam negeri untuk rakyat.Penguasa juga tidak akan membuat kebijakan yang merugikan rakyatnya, melainkan semata-mata demi kemaslahatan umat.Solusi tuntas dan mengakar hanya dapat diperoleh ketika syariat Islam diterapkan secara menyeluruh.
Wallahu a'lam bish shawwab.
Posting Komentar