Pengaruh Kapitalisme pada Ketahanan Pangan
Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd (aktivis)
Ketahanan pangan adalah persoalan penting bagi suatu bangsa karena berkaitan erat dengan kualitas SDM. Sayangnya hal ini masih belum diperhatikan secara serius oleh Indonesia. Padahal Indonesia termasuk wilayah yang subur dan memiliki cukup lahan ketika mampu di kelola dengan baik dengan memberdayakan SDM yang ada atau bahkan dengan memberikan pembinaan terlebih dahulu kepada para SDM yang baru merintis agar upaya dan usaha menunjang hasil yang diharapkan.
Masalah ketahanan pangan masih menjadi polemik yang tak pernah usai dinegeri ini. Terlebih pada pemberian jaminan pokok kepada masyarakat secara umum tidak lagi menjadi urusan utama yang diampu oleh penguasa. Sehingga muncul beberapa upaya penanggulangan yang juga diusulkan oleh penguasa demi mencapai standar ketahanan pangan tersebut.
Hal ini sejalan dengan yang di kabarkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi pada media katadata.co.id mengatakan bahwa swasembada pangan adalah tantangan besar. Negara hanya menyediakan 0,6 persen dari total anggaran negara yang diperuntukkan dalam bidang pangan.
Sejalan dengan hal tersebut Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo juga menyatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan lahan tanam kedelai seluas 10 ribu hektare untuk mendukung ketersediaan pasokan kedelai dalam negeri yang akan menunjang pada ketahanan pangan.
Tentu hal ini tak cukup untuk mempertahankan ketahanan pangan dalam jangka panjang ketika pengelolaan SDM, pendanaan untuk menyokong kelancaran produksinya serta benda-benda produksi dan hal-hal lain yang dibutuhkan oleh para SDM guna memudahkan dalam pengelolaannya tidak diberikan secara maksimal maka pasti akan berdampak pula pada catatan hasilnya.
Demi terwujudnya ketahanan pangan amat sangat membutuhkan gelontoran anggaran yang cukup dan teknologi untuk dapat memanfaatkan lahan sebagai sarana untuk mewujudkannya.
Maka pemenuhan tersebut jelas tak boleh lepas dari kontrol penguasa dalam memaksimalkan peluang pengelolaan lahan bagi rakyatnya agar hal-hal yang menghambat perkembangan lahan pertanian khususnya mampu teratasi.
Sayangnya dalam kehidupan kita saat ini dibawah kontrol mafhum kapitalis sekuler menjadikan para penguasa dan pengusaha utamanya hanya memusatkan perhatian pada keuntungan dan kemudahan sepihak sehingga pengaruhnya pada kalangan bawah menjadi tak terkontrol.
Masyarakat bawah hanya mampu menerima putusan yang dibawa dan diberlakukan oleh penguasa, juga adanya permainan harga yang dimainkan oleh para pengusaha yang berefek pada distribusi barang.
Kapitalisme juga melegalkan privatisasi lahan sehingga banyak lahan yang tak bisa dikelola hanya karena pemiliknya tak memperbolehkan pengelolaan atas lahan tersebut. Sehingga amat disesalkan bila sarana yang memang mumpuni dalam pengolahannya malah harus ditelantarkan dan menjadi lahan mati belaka.
Ketika kita menilik ini dari sisi islam maka upaya maksimal akan dilakukan didalamnya termasuk bagaimana Islam menjadikan pembentukan SDM berkualitas sebagai hal penting, demikian juga kesejahteraan seluruh rakyatnya. Pemberian dana yang maksimal demi menopang kinerja pertanian sehingga mampu berproduksi maksimal. Serta adanya pembebasan lahan bagi orang yang mampu mengelola lahan tersebut sehingga menjadi produktif tidak hanya SDM yang produktif tapi dalam pengelolaannya juga demikian.
Islam memiliki metode terbaik untuk mewujudkannya dengan berbagai sistem kehidupan yang diatur oleh Islam. Dimana islam akan mengupayakan kemaksimalan dalam pengelolaan utamanya di bidang ketahanan pangan dengan menyediakan lahan-lahan, kesiapan SDM, teknologi terbaru yang menunjang pertanian serta hal-hal lain yang mampu menopang terwujudnya ketahanan pangan tersebut.
Tentu hal ini tak lepas dari seberapa besar dana yang dibutuhkan untuk memenuhi harapan tersebut. Maka islam menerangkan bahwa melalui sistem ekonomi islam upaya tersebut tidak akan mustahil karena ketersediaan dana dalam baitul mal didapatkan dari pos-pos pemasukan yang pasti seperti hasil pengelolaan SDA, dana Zakat, harta kharaj dan lain-lain menjadi penopang kestabilan ekonomi negeri tidak hanya tercapainya ketahanan pangan lebih dari itu jaminan layanan seperti kesehatan, pendidikan, kebutuhan pokok dan lain-lain juga menjadi prioritas dalam negara untuk menyelesaikannya.
Sehingga rakyat tidak harus diperas kemudian baru dibiarkan hidup, melainkan pelayanan total negara atas kebutuhan rakyat memang sudah menjadi tanggung jawab penguasa sehinggga darinya lahir keadilan, ketentraman dan kesejahteraan.
Tentu hal ini tak akan bisa kita raih selama kita masih menggantungkan harapan pada pengaturan yang kapitalistik karena tujuan mereka hanya bagaimana menopang individu untuk unggul secara mandiri. Namun berbeda dengan islam yang memiliki konsep kemaslahatan sehingga aturan yang lahir darinya bukan dari egoisme manusia melainkan aturan langsung dari khaliknya. Wallahualam bissawab
Posting Komentar