-->

Karena Cemburu, Jadi Pembunuh?

Oleh: Yuliatin

Ketika keimanan tak lagi kuat, maka perbuatan burukpun seakan halal dilakukan. Sebagaimana peristiwa tragis yang telah terjadi baru-baru ini.

Seorang pria berinisial A.S. asal Desa Menganti, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, tega menghabisi nyawa mantan pacarnya dan kemudian memperkosa mayat mantan kekasihnya itu. AS tega melakukan perbuatan amoral itu karena dibakar perasaan cemburu karena mantan kekasihnya atau korban berinisial RLR telah bertunangan. (Solopos.com).

AS juga sempat menyetubuhi jasad korban sebelum akhirnya dibuang ke sawah yang berjarak sekitar 700 meter dari rumahnya. (Tribun-medan.com)

Miris, perkara cinta nyawapun melayang. Masalah sepele kadang membuat orang bisa nekat melakukan kekerasan atau penganiayaan hingga pembunuhan, tidak menggunakan pikiran dan hatinya ketika berbuat.

Ini bukan perkara yang biasa saja, karena pembunuhan pada kasus ini telah merenggut nyawa korban dengan unsur kesengajaan. 

Lantas bagaimana menyikapi hal ini? Dan siapa yang akan bertanggungjawab?

Dalam kasus ini, harusnya hukum yang sepantasnya bagi pelaku adalah qishash (pembalasan yang setimpal), jika keluarga korban memaafkan maka hukumannya bisa dialihkan dengan membayar diyat atau denda. Ini akan terlaksana jika hukum yang dipakai menggunakan aturan Islam.

Masalah ini tak akan terjadi jika individu (pelaku dan korban) tidak melakukan aktivitas pacaran. Karena sebagian besar perbuatan amoral diawali dari pacaran, seperti halnya terjadinya aborsi, depresi, perceraian, bunuh diri hingga pada kasus pembunuhan.

Memang benar aturan dalam Islam, melarang perbuatan yang mendekati zina seperti  pacaran. Karena pada faktanya pacaran banyak menimbulkan dampak yang negatif.

Selain itu diri yang tidak dibentengi dengan keimanan yang kokoh, akan mudah melakukan tindakan keji semacam kasus pembunuhan ini. Oleh karena itu, perlu meningkatkan keimanan dengan terus memahamkan diri tentang Islam. 

Selain faktor individu, faktor keluarga dan masyarakat juga perlu turut andil dalam menyelesaikan dan memberantas kasus yang serupa ini dengan saling mengingatkan. Sebab jika didiamkan, tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi. Keluarga dan masyarakat yang paham akan aturan Islam akan mampu meminimalisir kekejian ini.

Saat ini memang sulit menyelesaikan persoalan pelik ini, sebab sistem sekuler kapitalis yang diterapkan cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi.

Individu, keluarga dan masyarakat tak akan mampu menyelesaikan persoalan ini, butuh peran serta negara. Sebab negara dengan penguasa didalamnya memiliki kekuasaan saat ini.

Penguasa, sebagai pemegang kekuasaan haruslah menjalankan perannya untuk memberantas kasus ini, sebagaimana pemimpin dengan kepemimpinannya dalam Islam yang mengurusi semua urusan dan kebutuhan rakyat, bersikap adil dengan seadil-adilnya sebab yang dijadikan pegangan dalam bertindak hanya dengan ridho Allah SWT.

Wallahu'alam bish showwab