-->

Perundungan Terjadi Lagi, Bagaimana Islam Memberi Solusi?

Oleh: Watini, S.Pd (Pemerhati Masalah Publik)

Kasus perundungan kian marak terjadi. Bukan hanya anak sekolah menengah saja, anak sekolah dasar pun mulai terjangkiti. Seolah hal ini menjadi momok tersendiri. Orang berlomba-lomba memamerkan kekuatan diri, bahkan ada pula yang membuat konten dengan penuh percaya diri. 

Seperti nahasnya kondisi MHD (9) yang tewas setelah dirundung kakak kelasnya. Siswa di salah satu SD Negeri di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat ini, meninggal setelah tiga hari kritis di rumah sakit. Sebelum meninggal, ia mengaku jika dikeroyok oleh kakak kelasnya di sekolah (kompas.com, 20/05/2023).

Sungguh miris perilaku generasi saat ini. Kondisi ini menambah deretan catatan merah kerusakan generasi. Alih-alih membuktikan diri dengan prestasi justru memperlihatkan akhlak tak terpuji. Jenis perundungan yang kerap dialami korban pun cukup beragam, fisik, verbal, sosial/relasional, bahkan secara daring (cyberbullying).

Jika dicermati, ada dua faktor besar yang menjadi akar masalah perundungan sering terjadi di dunia pendidikan.

Pertama, keluarga. Kita pasti sepakat jika pembentukan kepribadian anak bermula dari pola asuh keluarga. Sistem sekularisme berpengaruh besar terhadap pola asuh orang tua kepada anak-anak mereka. Apalagi saat ini kondisi ekonomi memaksa perempuan/para ibu menjadi tulang punggung keluarga. Alhasil, tugas utama mendidik anak terbengkala.

Kedua, lingkungan sekolah dan masyarakat. Kasus perundungan bisa terjadi di mana saja, tak terkecuali di sekolah berbasis agama. Adapun tantangan pendidikan hari ini yakni berhadapan dengan lingkungan yang rusak. Media dan tontonan mengajarkan budaya hedonis dan permisif ditambah visi misi sekolah yang bercampur dengan kepentingan bisnis serta sikap masyarakat yang individualistis dan cenderung cuek terhadap kemaksiatan. Menjadikan semakin sulitnya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak. 

Berbeda dalam sistem Islam. Akidah Islam adalah landasan dasar dalam pendidikan. Tidak heran jika pada masa Islam tampil sebagai peradaban dunia, telah lahir banyak individu berkepribadian mulia, berakhlak karimah, dan unggul dalam ilmu dunia. 

Setidaknya, ada empat faktor yang menjadi kunci kesuksesan tersebut:

Pertama, keimanan sebagai landasan dalam setiap perbuatan yang menjadi benteng dari perilaku jahat dan sadis. Seseorang yang memahami Islam dengan benar akan menjauhkan dirinya dari perbuatan tercela. Ia menyadari konsekuensi sebagai hamba Allah adalah menaati seluruh perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.

Kedua, sistem pendidikan Islam akan melahirkan individu berkepribadian dan berakhlak mulia secara komunal. Negara menerapkan sistem pendidikan ini di semua jenjang sekolah dan satuan pendidikan. Tatkala sistem pendidikannya baik, output generasi yang tercetak juga baik. Negara juga harus menjalankan fungsinya mengontrol media dan informasi yang mudah diakses anak-anak. Tidak boleh ada konten berbau kekerasan dan pornografi yang bertebaran di media mana pun.

Ketiga, dengan landasan akidah Islam, pola asuh orang tua dalam mendidik juga akan berubah. Suasana keimanan akan terbentuk dalam keluarga. Ketika anak kenyang perhatian dan kasih sayang orang tua, ia tumbuh menjadi pribadi yang hangat, peduli sesama, dan tidak mudah mencela orang lain.

Keempat, penerapan sistem pergaulan sosial berdasarkan syariat Islam akan melahirkan masyarakat Islam yang bertakwa. Membangun masyarakat dengan budaya amar makruf nahi mungkar harus dengan sistem Islam secara kafah. Berdakwah akan menjadi karakter bagi setiap individu, yakni tidak akan menoleransi tindakan apa pun yang bertentangan dengan syariat Islam, termasuk perundungan.

Wallahua'lam bish-showab