-->

Tindakan Kriminal Generasi Muda Cermin Bobroknya Sistem Kehidupan

Oleh: Halimah (Aktivis Muslimah Kab. Bandung)

Sederet tindakan kriminal oleh generasi muda menjadi berita yang viral beberapa waktu ini. Kasus Mario Dandi Satrio (20 tahun) terhadap Christiano David Ozora (17 tahun) adalah satu di antaranya. Mario Dandi memukul, menendang, dan menginjak kepala David berkali-kali sampai koma. Selain Mario, beberapa temannya yang masih berumur belasan tahun juga terseret kasus ini karena memprovokasi Mario dan membiarkannya melakukan tindakan kekerasan terhadap David (cnnindonesia.com, 25/2/2023). Selain itu ada pula kasus pemerkosaan terhadap seorang siswi SMP berumur 14 tahun di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Korban meninggal setelah diperkosa beberapa temannya yang masih berusia 15 tahun (kompas.com, 25/2/2023). Kasus yang juga tidak kalah viral adalah 5 orang pemuda berusia 18 sampai 19 tahun yang melakukan pencurian dengan kekerasan di Purwakarta. Kelima pemuda ini mencoba merampas ponsel milik korban setelah sebelumnya membacok punggung korban dengan celurit (jurnalpolri.com, 22/2/2023).

Serangkaian kasus kekerasan di atas hanya sebagian kecil kasus kekerasan oleh pemuda yang diberitakan di media dan viral. Tetapi pasti jauh lebih banyak kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat, semisal fenomena tawuran antar pelajar dan klitih yang kerap terjadi dan meresahkan masyarakat. Korbannya tidak hanya pelajar tetapi menyasar warga yang lewat.

Kenakalan remaja tidak hanya marak di Indonesia tetapi telah menjadi permasalahan global. WHO menyatakan bahwa kekerasan di antara pemuda telah menjadi isu kesehatan dunia. Kasus kekerasan fisik, perundungan, kekerasan seksual, dan bahkan pembunuhan oleh pemuda terjadi di seluruh dunia, merata di berbagai negara.

Para pemuda ini apabila sejak dini mendapatkan pendidikan yang baik dari keluarga akan tumbuh menjadi sosok pemuda yang matang pada usia baligh. Tidak ada masa krisis identitas karena identitas dirinya telah terbentuk melalui proses pendidikan oleh keluarga selama bertahun-tahun bahkan sedari balita. Oleh karena itu pendidikan keluarga merupakan benteng terbaik yang dapat mencegah para pemuda berbuat kekerasan. Sayangnya hari ini pendidikan keluarga yang mereka butuhkan tidak mereka dapatkan.

Dorongan kaum ibu untuk berbondong-bondong bekerja demi nafkah keluarga telah mencabut peran ibu sebagai pihak utama untuk melakukan pendidikan terhadap anak dalam keluarga, sedangkan ayah tugasnya hanya mencari nafkah dan berlepas tangan terhadap pendidikan anak. Akibatnya, lahirlah generasi motherless dan fatherless yang galau mencari identitas diri dan bergabung dalam satu kumpulan pemuda senasib. Pertemuan dengan teman senasib ini mendorong mereka untuk memperoleh pengakuan diri dengan berbuat kriminal.

Selain rapuhnya benteng keluarga, benteng di masyarakat juga sangat rapuh. Kontrol sosial tidak berjalan karena sistem kehidupan Kapitalisme menjadikan manusia zaman sekarang bersikap individualis. Beratnya beban hidup dalam lingkungan Kapitalisme menjadikan setiap orang sibuk memikirkan dirinya sendiri sehingga abai terhadap masalah lingkungan sekitar. Di samping itu, kontrol sosial di masyarakat yang tidak berjalan ini menyebabkan gerombolan pemuda di jalan makin lengkap dengan senjata tajam, sehingga orang-orang dewasa pun takut untuk sekadar melintas di dekat mereka. Mereka layaknya preman yang menjadi sumber ketakutan di masyarakat.

Negara yang seharusnya berperan utama sebagai pelindung dan penjaga generasi muda ternyata tidak berfungsi secara sempurna. Negara abai dalam memberikan pendidikan yang membentuk kepribadian pemuda yang kuat. Revolusi mental hanya slogan semata. Pemuda gagal menemukan jati dirinya yang hakiki. Negara justru menjauhkan agama dari kurikulum pendidikan, sekularisasi pendidikan sangat masif terjadi di sekolah. Para pemuda yang ingin belajar Islam kaffah justru dilabeli dengan pemuda radikal. Akibatnya alih-alih menemukan jati dirinya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi, para pemuda justru terjebak budaya kekerasan. Potensi besar pemuda sebagai calon pemimpin di masa depan justru berbelok  menjadi hal yang merugikan masyarakat.

Solusinya, kita harus menjadikan aqidah Islam sebagai asas kehidupan dan merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam untuk menerapkan Islam secara sempurna, seperti yang tertuang pada Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 48, “Dan kami telah menurunkan kitab Al-Qur’an kepadamu Muhammad dengan membawa kebenaran yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya maka putuskanlah perkara menurut apa yang diturunkan oleh Allah.”

Islam membangun sistem pendidikan yang berasaskan aqidah Islam dan bertujuan membentuk sosok berkepribadian Islam, yaitu memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam. Dengan kepribadian Islam ini para pemuda akan menjadi orang-orang yang taat syariat dan jauh dari kekerasan.

Islam juga merevitalisasi peran keluarga sebagai madrasatul ula atau madrasah pertama bagi anak-anaknya, juga peran masyarakat sebagai pelaku amar maruf nahi mungkar. Dengan demikian, semua elemen bekerja dengan baik untuk melindungi generasi muda dari perbuatan kriminal. Jika ada pemuda sudah baligh berbuat kriminal, dia akan diberi sanksi tegas sesuai dengan syariat Islam.

Dengan solusi Islam ini budaya kekerasan akan hilang dan generasi muda Islam menjadi pemuda harapan umat pembangun peradaban Islam. Ini semua bisa terwujud hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan. Wallahualam bishsawab.