-->

Sistem Salah, Remaja Kian Brutal

Oleh: Khanty netta

Penamabda.com Remaja adalah masa perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Seorang remaja tidak bisa lagi disebut sebagai anak-anak, tetapi juga belum cukup dewasa untuk disebut sebagai dewasa.

Sedangkan, perilaku menyimpang remaja atau yang biasa disebut kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan, atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak ke dewasa.

Bentuk kenakalan remaja yang kita tahu pun banyak sekali, seperti;  tawuran antar sekolah, mengikuti balap liar, merokok, minum-minuman keras, berjudi, mengonsumsi obat-obatan terlarang (narkoba), pergaulan bebas (sex bebas), dan saling ejek di media sosial hingga perundungan.

Kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy, anak mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan terhadap David, menambah panjang jumlah kasus kekerasan yang dilakukan oleh remaja di Tanah Air.

Seperti yang diketahui sebelumnya, pada Januari lalu, heboh kasus pembunuhan oleh dua remaja berusia 14 dan 17 tahun di Makassar. Keduanya tergiur dengan besarnya harga jual organ manusia hingga nekat berbuat keji.

Berikutnya kekerasan juga terjadi pada November tahun lalu, Indonesia kembali digemparkan dengan video perundungan dengan kekerasan oleh siswa SMP di Kota Bandung. Masih di bulan yang sama, viral sebuah video seorang siswi SD mendapat kekerasan dari temannya di Ternate.

Kasus-kasus seperti ini bak gunung es, namun upaya penanggulangannya sangatlah lemah sehingga tidak akan memberikan efek jera bagi pelaku maupun orang lain. Sebagai contoh, upaya hukum selalu saja berbenturan dengan usia pelaku yang masih dibawah umur sehingga tak sedikit kasus kekerasan remaja hanya diselesaikan secara kekeluargaan atau mendapat hukuman ringan dengan alasan dibawah umur.

Semua yang terjadi di dunia ini tak lepas dari sistem kehidupan yang diterapkan saat ini. Begitu pula masalah yang terjadi akibat dari penerapan sistem yang tidak sesuai fitrah manusia. Sistem sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan) menjadi biang masalahnya. Bagaimana tidak, akibat dijauhkannya agama dari para remaja banyak remaja yang tidak tau aturan, tidak tau tata krama terhadap orang tua, dan tak sedikit mereka tak paham arti hidup ini. Belum lagi mereka senantiasa disuguhkan tontonan-tontonan berbau liberal. Tak bisa dipungkiri tontonan saat ini bisa menjadi tuntunan. Betapa banyak remaja saat ini yang membebek para idolanya, mirisnya tontonan yang disuguhkan justru menjerumuskan mereka kedalam kehidupan liberal yang merusak.

fungsi peran keluarga menjadi penyebab terbesar dari kasus kenakalan remaja. Ibu yang sejatinya sekolah pertama kini kehilangan fungsinya akibat tuntutan kerja. Tak sedikit mereka yang menjadi pelaku karena orang tua cerai atau ditinggal Ibu bekerja. Bahwa orang tua yang sayang anak adalah yang dapat mencukupi semua kebutuhan anak berupa materi adalah keliru, anak juga perlu dibekali pendidikan baik pendidikan agama maupun akhlak. Akibatnya, remaja memiliki sifat-sifat pemarah, egois, sombong, hedonis dan jauh dari agama.

Disaat kondisi remaja yang kian rusak, ada sebagian dari remaja yang ingin lebih mengenal agamanya justru pemerintah menakut-nakuti dengan sebutan Islam radikal, teroris, anti pancasila dsb. Padahal satu-satunya cara yang mampu membuat mereka lebih baik adalah dengan meluruskan akidahnya. Mengenalkan Islam sebagai solusi permasalahan hidup.

Dalam sistem kehidupan sekuler kapitalisme, kebebasan berperilaku dan berpendapat memang begitu diagung-agungkan. Negara seolah kehilangan nyali mengatur warga negaranya karena momok demokrasi yang mengharuskan untuk mengakomodasi semua kepentingan, termasuk kaum kapitalis dan liberalis.

Akibatnya, benar dan salah menjadi kabur, halal dan haram tidak dapat jelas untuk dibedakan. Bahkan, sistem ini telah menyeret “orang baik” untuk bermaksiat dan pelaku maksiat jadi makin kuat.

Sungguh, sistem sekuler kapitalisme telah sukses membawa remaja muslim negeri ini makin jauh dari pemahaman yang benar tentang Islam, bahkan mereka makin asing dengan agamanya sendiri. Padahal, di tangan merekalah tergenggam masa depan umat. Lantas, apakah akan kita biarkan begitu saja? Tentu tidak!

Dalam Islam, siapa pun yang telah balig, maka sudah terbebani hukum syarak. Jika sistem hukum saat ini masih mengategorikan usia remaja sebagai anak-anak, dalam Islam berbeda. Patokannya, ya pada usia balig itu. Dalam beberapa kasus kriminal yang pelakunya berusia remaja, masyarakat mulai kritis terhadap sistem hukum yang berlaku saat ini. Khususnya mengenai kategori hukum untuk usia belasan tahun.

Balig adalah fase ketika manusia sudah memahami apa saja yang terkategori baik dan buruk maupun terpuji dan tercela. Fase ini pula yang harusnya membuat seorang hamba menyadari bahwa seluruh amal perbuatannya bakal dihisab kelak pada hari kiamat.

Khalifah Utsman bin Affan pernah memerintahkan untuk memeriksa tanda balig yang ada pada seseorang yang melakukan tindakan kriminal. Saat tahu bahwa ia telah balig, maka Khalifah Utsman memerintahkan untuk memproses sang pelaku. Jadi, dalam Islam, penting banget bagi seseorang untuk memahami sandaran hukum perbuatan ketika ia balig. Aspek personal, keluarga, juga lembaga pendidikan wajib bahu-membahu membingkai pemikiran mengenai syariat pada anak.

 langkah yang tepat agar remaja tidak memandang bahwa hidup di dunia ini adalah akhir dari segalanya yakni dengan memahami tujuan hidup di dunia ini untuk apa. Pemahaman akan tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah, bakal menuntun remaja untuk melakukan perbuatan berlandaskan rida Allah.

Pemahaman ini pula yang akan mengontrol tingkah laku remaja dalam kehidupan sosial. Walhasil, cita-cita mewujudkan generasi rabani bukan angan-angan semata. Sistem yang menerapkan agama dalam kehidupan adalah jawaban atas berbagai problem yang melanda remaja saat ini.

Agar kasus kriminal remaja tidak terus berulang, yuk pahami Islam sebagai alternatif hukum yang ideal, yaitu yang sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menenteramkan  jiwa.

Wallahu alam bissawab.