-->

Beban Rakyat Semakin Berat di Sistem Sekuler


Oleh: Rina Karlina (Aktivis Muslimah Kab. Bandung)

Seolah menjadi hal biasa menjelang bulan Ramadhan semua harga otomatis naik. Seperti yang dilansir dari beberapa media, kenaikan harga ini terjadi di antaranya karena peningkatan permintaan di masyarakat. Oleh karena itu, wapres mengimbau agar hal ini dapat diantisipasi dengan baik sehingga harga yang beredar di pasaran nantinya tidak membebani masyarakat. “Biasanya memang menjelang Ramadan itu suka ada (harga bahan pokok) yang naik, tetapi jangan sampai naiknya itu melampaui kewajaran. Fenomena di bulan Ramadan seperti itu,” ujar Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin dalam keterangan persnya di Alila Hotel Solo, Jl. Slamet Riyadi No. 562, Jajar, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah (setneg.go.id, 01/03/2023). Di sisi lain, harga komoditas di tingkat pasar tradisional dan ritel menjelang bulan Ramadan masih terjaga baik dari ketersediaan stok maupun harga yang masih terkendali stabil. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar Noneng Komara Nengsih mengatakan, setiap hari petugas Disperindag Jabar selalu ke lapangan khususnya untuk memantau harga sembako terkini. “Kami rutin turun ke pasar untuk memantau kondisi stok dan harga sembako. Sementara laporan dari lapangan masih terkendali,” ujar Noneng di Kota Bandung (jabarprov.go.id, 28/02/2023).

Kenaikan harga membuat sejumlah masyarakat terutama para ibu mengeluh keberatan, sebab ketika harga pokok naik tentu pengeluaran semakin bertambah, namun pendapatan yang didapatkan tetap, bahkan tidak ada kenaikan gaji bagi para pekerja. Tentu ini membuat semakin sulitnya pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Belum lagi harus memenuhi kebutuhan lainnya seperti biaya pendidikan dan kesehatan.

Jenis pangan yang paling banyak disinggung adalah bawang, beras, cabai, minyak goreng, gula, mie instan, sayur, daging ayam, dan telur. Bahan-bahan pokok ini yang sering digunakan oleh banyaknya masyarakat. Kenaikan harga pokok menurunkan kesejahteraan masyarakat, dan ini menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan penduduk. Jika hal tersebut terus berlanjut maka daya beli masyarakat kelas bawah akan terganggu. Apalagi menjelang bulan Ramadhan tentu setiap keluarga menginginkan tercukupinya kebutuhan pokok, namun melihat kenaikan harga pokok ini membuat para ibu yang sebagian besar sebagai pengatur keuangan rumah tangga harus memutar otak dalam mencukupi kebutuhan sehari-harinya.

Negara yang seharusnya menjadi harapan untuk kesejahteraan masyarakat, nyatanya belum mampu mengatasi kenaikan harga ini. Negara menenangkan rakyat dengan dalih pemerintah sudah berupaya untuk tidak menaikkan harga yang tinggi. Tetapi, yang kita lihat upaya itu tidak maksimal dilakukan. Di sisi lain ada juga pihak yang bermain curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu. Fenomena yang terus terjadi ini sejatinya menunjukkan kegagalan negara dalam menjaga dan menyediakan pasokan yang cukup sesuai kebutuhan rakyat.

Terdapat sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Anas: suatu ketika Anas berkata “Wahai Rasulullah tentukanlah harga untuk kita!” Beliau menjawab, “Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan, pencurah, serta pemberi rizki. Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku dimana salah seorang dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta.” Karena itulah Islam melarang adanya kenaikan harga tinggi yang menyebabkan sulitnya rakyat mendapatkannya. Pemerintah harus menjamin bahan transaksi perdagangan di pasar, individu, dan negara berada dalam keseimbangan, tidak boleh ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga salah satunya menjadi dominan dari yang lain. Ini menjadi tanggung jawab negara sebagai pengatur yang akan membuat rakyat hidup sejahtera dan tenang serta nyaman. Tentu semua akan dirasakan oleh rakyat ketika sistem yang diterapkan adalah sistem Islam kaffah. Wallahu'alam bi shawab.