-->

HIV/AIDS Tumbuh Subur dalam Sistem Sekuler

Oleh: Ratna Juwita (Muslimah Kabupaten Bandung)

Potret kehidupan generasi muda saat ini bisa dibilang generasi rapuh, rusak, lemah, tidak berkualitas dan jauh dari kemuliaan. Tidak dipungkiri wajah generasi sekarang menentukan wajah bangsa ini mendatang. Berbagai penelitian tentang dunia remaja tidak habis dibahas, mulai dari kenakalan remaja, seks bebas, sampai kekerasan yang merenggut nyawa.

Apalagi Infeksi baru HIV terus meningkat, di antaranya karena meningkatnya perilaku menyimpang pasangan sejenis, dan seks bebas yang jadi budaya.  Akibatnya  perempuan dan anak pun juga banyak yang tertular. Dinas Kesehatan Kota Batam mencatat jumlah kenaikan kasus HIV/AIDS di Kota Batam mencapai 446 orang pada 2022. Yang mencengangkan, dari temuan Dinkes itu disebutkan, kasus kenaikan didominasi penyimpangan perilaku pasangan sejenis (Liputan6.com).

Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmardjadi mengatakan, frekuensi peningkatan kasus HIV/AIDS karena pasangan sejenis bukan hanya terjadi di Batam, tapi juga Indonesia secara secara nasional bahkan di negara lain.

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Batam Melda Sari mengatakan, penularan tertinggi di kalangan pasangan jenis kelamin pria dengan usia produktif 25-49 tahun, melalui penggunaan jarum suntik.

Pada 1 Desember 2022 UNAIDS Indonesia, Jaringan Indonesia Positif, Ikatan Perempuan Positif Indonesia, Lentera Anak Pelangi, dan Yayasan Pelita Ilmu, membuat Aliansi Nasional untuk mengakhiri AIDS pada Anak di Indonesia. Aliansi ini digagas untuk memperbaiki salah satu masalah yang paling mencolok dalam respon penanggulangan AIDS (tempo.co).

Tujuan Aliansi Nasional untuk Mengakhiri AIDS pada Anak yakni, memastikan bahwa tidak ada lagi anak yang hidup dengan HIV yang tidak dapat mengakses pengobatan sebab di Indonesia, hanya 25 persen dari anak-anak yang hidup dengan HIV menjalani pengobatan ARV untuk menyelamatkan jiwa.

Sayangnya, dari angka tersebut hanya 28% yang menerima pengobatan ARV. Indonesia menduduki posisi 3 terbawah di Asia Pasifik untuk cakupan pengobatan ARV bersama dengan Pakistan dan Afghanistan.

Sejatinya, berbagai program yang diarahkan untuk menyelesaikan kasus HIV tahun 2030 tidak akan mampu menyelesaikannya, sebab solusi yang diberikan tidak dapat menyentuh akar permasalahan, apalagi legalisasi perilaku menyimpang justru malah diserukan. Ditambah Negara bahkan sampai kekurangan biaya untuk menyediakan pengobatan bagi penderita.

Sistem kapitalis sekuler menganut paham kebebasan berprilaku. Seseorang bebas berbuat apa saja, tidak ada aturan atau hukum yang mengikat. Untuk itu HIV/Aids tumbuh subur dalam sistem ini. Berbeda dengan sistem Islam, Islam sangat menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan. Di dalam Islam laki-laki harus menundukkan pandangannya dan perempuan harus menutup aurat. Bagi pelaku seks bebas apalagi seks sesama jenis ada hukuman yang berat yang akan membuat jera sekaligus sebagai penebus dosa. Seorang pezina yang belum menikah maka akan dihukum cambuk 100 kali, dan bagi yang sudah menikah akan dirajam sampai mati. Pelaku seks sesama jenis juga akan mendapatkan hukuman yang setimpal yaitu hukum mati.

Begitupun dengan orang yang terinfeksi HIV/AIDS akan diobati oleh negara, diberi penanganan khusus dan diarahkan untuk bertaubat. Supaya menjadi contoh agar orang lain tidak melakukan tindakan serupa. Hanya penerapan syariat Islam, yang mengharamkan semua kemaksiatan yang mampu mencegah penularan infeksi HIV/AIDS.

Wallahu'alam bi shawab