-->

Wujudkan IdoLA Ditengah Paradoks Kekerasan Terhadap Anak Di KLA


Oleh: Ummu Almira

Beberapa waktu ini Pemerintah tengah kejar target menuju Indonesia Layak Anak (IdoLA) 2030 dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan peringatan Hari Anak Nasional tahun ini.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyatakan, "Kementerian PPPA terus mendorong partisipasi publik dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak di Indonesia. Dengan peran aktif semua pihak, diharapkan dapat mengoptimalkan program Pemerintah dalam rangka menciptakan generasi unggul dan berkualitas." (Republika, 16/10/2022).

Akan tetapi, target IdoLA 2030 masih sangat jauh dari harapan. Bagaimana tidak, saat ini kasus kekerasan terhadap anak justru marak. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), terdapat 2.010 kasus perlindungan anak sepanjang periode Januari-Juni 2022. Kasusnya meliputi anak telantar, korban bencana, korban konflik, korban perebutan hak asuh, korban penculikan, korban kekerasan seksual, dan korban perdagangan manusia.

Dan yang lebih memprihatinkan lagi, di tahun ini, kasus kekerasan terhadap anak yang semakin mengemuka adalah kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Berdasarkan data KPAI, sepanjang Januari-Juli 2022, terdapat 12 kasus kekerasan seksual di sekolah.

Dengan adanya data-data tersebut, proyek untuk mewujudkan IdoLA 2030 hanyalah menjadi angan-angan semata. Karena pada dasarnya kekerasan terhadap anak tetap saja terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa progres perlindungan anak masih berjalan di tempat.

Ironisnya lagi, program pemerintah berupa pemberian penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak ternyata tidak berkorelasi terhadap kasus perlindungan anak. Kabupaten/kota yang mendapatkan penghargaan KLA justru menjadi lokus kasus kekerasan terhadap anak.

Contohnya di Solo, Jawa Tengah, terjadi kasus pencabulan terhadap anak yang diduga dilakukan seorang pejabat. Kasus ini mengemuka beberapa pekan sebelum Solo meraih penghargaan kategori utama sebagai kota perintis layak anak untuk kelima kalinya! Tentu hal ini paradoks, kota yang menjadi lokasi kasus pencabulan kok malah mendapatkan penghargaan.

Dan yang lebih mirisnya lagi, Provinsi Jawa Timur tetap kembali mendapatkan penghargaan sebagai Provinsi Layak Anak tahun ini meski terdapat kasus seorang ibu membunuh bayinya yang berusia lima bulan dan jasadnya ditinggalkan pergi liburan.

Hal ini mengakibatkan pelaku kekerasan terhadap anak semakin meningkat. Karena sanksi yang diberikan kepada pelaku kekerasan terhadap anak tidaklah menimbulkan efek jera terhadap pelakunya.

Inilah ironi yang terjadi dikala pemberian penghargaan KLA tidak hanya terjadi di kota-kota tersebut, tetapi merata di seluruh Indonesia. Tampak bahwa penghargaan KLA hanya seremonial atau formalitas belaka, tidak fokus menyentuh akar masalah kekerasan terhadap anak dan kemudian menyelesaikannya.

Beginilah ketika sekularisme menjadi asas sistem bernegara. Kebijakan tidak sinkron karena hanya dilihat bagian per bagian. Padahal, memandang masalah perlindungan terhadap anak haruslah holistik sejak hulu (sumber masalah) hingga hilir (penanganan setelah terjadi masalah).

Sungguh hanya sistem Islam yang mampu memandang masalah manusia secara integral sehingga solusinya melingkupi seluruh aspek. Sistem Islam memiliki lapisan-lapisan perlindungan terhadap anak.

Pertama adalah kekuatan akidah Islam. Keimanan dalam jiwa setiap muslim akan menjadi pengontrol amalnya sehingga tidak mudah untuk berlaku maksiat. kedua adalah pendidikan oleh keluarga. Setiap orang tua diperintahkan Allah Swt. ketiga adalah sekolah dan sistem pendidikan yang menaunginya. keempat adalah sistem sosial. Islam memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan. kelima adalah sistem ekonomi. keenam adalah sistem sanksi. Khilafah akan memberi sanksi yang menjerakan terhadap pelaku kekerasan. Misalnya, pelaku pemerkosaan akan dihukum rajam atau jilid jika sampai terjadi zina, pelaku pemukulan dan pembunuh akan dihukum kisas atau diat, dan lain-lain.

Allah Swt. berfirman

الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة

Pezina perempuan dan pezina laki-laki, jilidlah masing-masing dari keduanya seratus kali." (QS An-Nur: 2)

Rasulullah saw. bersabda,"Tidak halal darah seorang muslim, kecuali karena salah satu dari tiga hal, yakni orang yang berzina, orang yang membunuh, dan orang yang murtad dan keluar dari jemaah." (HR Bukhari, Muslim, At-Tirmidzy, An-Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimy)

Terkait qisos Allah SWT berfirman

يأيها الذين امنوا كتب عليكم القصاص في القتلى

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh." (QS Al-Baqarah: 178).

Hanya Islam satu-satunya yang mampu memberikan perlindungan terhadap anak. karena hanya hukum Islam yang mampu memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan terhadap anak. Wallahu a'lam bishawwab.