-->

Adopsi Perfilman Asing, Dimana Peran Negara?

Oleh : Silahs WD
(A Muslimah Learner) 

Topik perbincangan tentang perfilman Indonesia seakan tidak habis untuk dibahas, dengan berbagai genre menjadikan pangsa pasar tersendiri bagi rumah produksi film di Indonesia. Film yang diproduksi dengan berbagai genre seperti film drama, komedi, horor, petualangan, aksi, keluarga, romantis dll. Sayangnya perfilman Indonesia dengan mayoritas muslim terbesar di dunia ini malah banyak mengadopsi film asing paham liberalisme.

Baru-baru ini misalnya, netizen gempar akan perfilman Indonesia melalui lansiran www.idntimes.com (6/4/22) bahwa drama Korea, The World of the Married yang menyita perhatian publik sejak pertama kali ditayangkan pada 27 Maret 2020 oleh stasiun JTBC ini akan dibuatkan versi Indonesia. Drama ini mengisahkan kehidupan rumah tangga yang dibumbui dengan konflik perselingkuhan, perebutan kekuasaan dan pengkhianatan.

Adinia Wirasti diumumkan sebagai karakter utama bernama dr. Sekar M Atmaja. Sedangkan suaminya yang ganteng tapi bikin emosi bakal diperankan oleh Chicco Jerikho. Sementara itu, sosok pelakor The World of The Married yang sukses bikin netizen berbagai negara geram bakal dimainkan oleh Tatjana Saphira. Dari sini kita tarik kesimpulan bahwa film drama ini mengandung paham-paham liberalisme, bertabrakan dengan ketentuan syariat Islam karena adanya perselingkuhan di dalam rumah tangga, perebutan kekuasaan dengan intrik-intrik muslihat serta sukses menggiring opini publik akan pro kontra dari cerita drama ini.

Jauh sebelum KDrama ini diadopsi, Indonesia juga melakukan adopsi  film asing seperti Meteor Garden versi Indonesia berjudul Siapa Takut Jatuh Cinta tahun 2017, Miss Granny versi Indonesia berjudul Sweet 20 tahun 2017, Tunnels judul yang sama tahun 2019, Miracle In Cell Phone No 7 dengan judul yang sama tahun 2020 dan banyak lagi. Budaya adopsi film ini tidak lepas dari laris manisnya tayangan film luar negri di tanah air dan booming di negara asalnya yang mendapatkan keuntungan fantastis. Hal inilah membuat Indonesia terinspirasi mengadopsi film asing walaupun alur cerita tidak mendidik dengan unsur pornografi atau pornoaksi.

Di Indonesia dalam menangani film lokal dan asing ada Lembaga Sensor Film, dalam laman website kemendikbud.go.id (22/3/22) berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, menyensor film dengan golongan usia. LSF pada tahun 2021 berhasil menyensor berbagai genre film dengan total materi sensor yang didaftarkan tercatat sebanyak 40.640 judul. LSF menghasilkan data kategori usia yakni golongan usia penonton semua umur (SU) sebanyak 5.082 judul, golongan usia remaja 13 tahun atau lebih sebanyak 25.019 judul. Sementara itu, golongan usia penonton dewasa 17 tahun atau lebih sebanyak 10.133 judul dan golongan usia penonton dewasa 21 tahun atau lebih sejumlah 315 judul.

Cukupkah menyensor film lokal atau asing menjamin generasi tidak menonton pornografi? Tentu tidak, karena di jaman yang serba digital ini mudah sekali mengakses hal tersebut, dengan dukungan aplikasi untuk menonton film seperti WeTv, Viu, Iflix, Netflix dan masih banyak lagi. Maka lembaga yang dibentuk negara ini menjadi sia-sia karena lembaga ini menganggap semua film adalah "produk budaya", film mendidik atau tidak mendidik namun apabila memiliki nilai budaya maka akan tetap lulus sensor dan menjadi tontonan publik.

Sebenarnya akar permasalahan dari persoalan adalah sitemik. Dunia ini menganut sistem kapitalis yang mendukung adanya kebebasan dan secara global memang mempropagandakan pemikiran kapitalis salah satunya melalui perfilman dengan tujuan menjadikan generasi liberal. Sistem ini pun memiliki konsep keuntungan materil saja sehingga adopsi film asing mengandung pornografi atau pornoaksi tetap melenggang bebas tidak peduli generasi rusak asal keuntungan berlipat serta paham kebebasan ini masuk ke Indonesia sehingga masyarakatnya senang berbuat semaunya tak melihat benar atau salah. Selain itu, hal ini juga sukses mengembangkan sifat individualisme karena mereka berpikir bahwa yang berbuat salah adalah diri mereka sehingga tidak merugikan orang lain, dengan slogan "urusi saja urusanmu".

Ini bukti suksesnya kapitalis meminggirkan agama dari generasi muslim padahal kita tahu bahwa Indonesia adalah negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia. Akan tetapi generasinya dicekoki budaya barat melalui tayangan tidak mendidik ini, timbullah masalah menjadikan generasi mencontoh film-film tersebut yakni mencoba berpacaran, akhirnya kebablasan dari hamil diluar nikah hingga melakukan aborsi. Nauzubillah.

Hanya sistem Islam solusi hakiki, atas persoalan perfilman ini. Sistem Islam bukan hanya menyangkut ibadah ritual saja tetapi juga meriayah rakyat dalam suatu negara dengan bentuk Daulah Khilafah Islamiyyah. Sistem ini akan memastikan media untuk memberikan tontonan mendidik bahkan mendekatkan generasi pada ketaqwaan. Maka tidak heran pada masa Khilafah, Generasinya cemerlang tidak hanya ahli agama tetapi juga seorang ilmuwan. Mereka masyhur di antaranya ada Ibnu Sina dengan karya fenomenalnya Qanun fi Thib dan Asy Syifa, Al Khawarizmi dengan karya fenomenalnya (aljabar) Al-Kitab al-Jabr wa Al muqabalat, Al Asma'i dengan karya fenomenalnya berbagai kitab bidang zoologi misal Al Ibil, Al Farq, Al Khail serta Ibnu Firnas karya fenomenalnya pelopor di bidang penerbangan dan masih banyak ilmuwan muslim lainnya. Generasi inilah yang mestinya menjadi standar kita di jaman ini dan kuncinya hanya sistem Islam yang mampu mewujudkannya.

Hanya Islam sistem yang sesuai bagi dunia ini. Bila syariat Islam diterapkan, maka individu, masyarakat, dan negara terhindar dari pemikiran liberal. Mereka paham bahwa Islam melindungi generasi dan memang dipersiapkan menjadi tonggak peradaban, estafet kepemimpinan. Karenanya di dalam syariat Islam kekokohan aqidah setiap muslim adalah hal utama. Ini tak lepas dari peran negara dari pembebasan biaya pendidikan serta mensukseskan kegiatan belajar mengajar hingga paham dan menjadikan amar ma'ruf nahi mungkar adalah suatu kewajiban. Termasuk mendakwahkan sistem Islam yakni Khilafah Islamiyyah. InsyaaAllah inilah yang akan mampu mendatangkan ridlo Sang Pencipta alam.