Krisis Kazakhstan dan Ancaman Intervensi Asing
Oleh : Desi Maulia (Praktisi Pendidikan)
Kazakhstan tengah menghadapi gelombang demonstrasi besar-besaran yang berimbas pada kerusuhan. Demonstrasi ini dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar yaitu kenaikan harga gas. Pemerintah Kazakhstan kemudian menerapkan keadaan darurat nasional dan jam malam akibat kerusuhan ini. Demonstrasi semakin memanas pada pekan ini di dua kota utama Kazakhstan. Hal ini berakibat pada mundurnya perdana Menteri Askar Mamin dan bubarnya kabinet. Demonstrasi ini berawal di kota Zhanaozen akibat penolakan rakyat terhadap kenaikan harga LPG yang cukup signifikan.
Selama ini Kazakhstan dianggap sebagai negara yang kaya akan bahan bakar. Bahan bakar tersebut berupa minyak dan gas bumi. Dengan sumber daya alamnya tersebut, Kazakhstan menjadi negara bekas Uni Soviet di Asia Tengah yang memiliki perekonomian terbaik. Terdapat dua ladang minyak terbesar di Kazakhstan yaitu Tengiz dan Kashagan. Sementara itu cadangan gas bumi terbesarnya ada di sekitar Laut Kaspia, tepatnya di Karachaganak. Namun meski sumber daya minyaknya besar namun pada 1 Januari 2022, pemerintah Kazakhstan mencabut subsidi gas sehingga menaikkan harga bahan bakar gas hingga dua kali lipat dari harga biasanya. Keputusan ini diambil sebagai respon atas kenaikan harga gas bumi global sejak tahun lalu.
Unjuk rasa di Kazakhstan ini berawal dari kota Zhanaozen kemudian menjalar ke kota-kota lain, termasuk ibu kota Nur-Sultan dan Almaty yang merupakan kota terbesar. Massa berhasil menerobos masuk gedung pemerintah di Almaty. Pada 5 Januari, Presiden Kassym-Jomart Tokayev menegaskan bahwa aksi kriminal dalam kerusuhan itu akan dihukum. Pemerintah juga telah meminta bantuan asing, termasuk Rusia, untuk mengirim bantuan berupa pasukan perdamaian. (www.liputan6.com).
Dalam persoalan Kazakhstan ini ada pihak asing yang terlibat. Pemerintah Kazakhstan diampit oleh pemerintahan Rusia dan China. Walaupun pada awalnya pemerintah Rusia menyerukan dialog namun pada akhirnya Rusia mengerahkan pasukannya juga. Pengerahan pasukan ini adalah atas permintaan Tokayev. Bagi Rusia Kazakhstan memiliki nilai penting yaitu sebagai mitra ekonomi. Dulu, Kazakhstan adalah bagian dari Uni Soviet. Presiden pertama Kazakhstan, Nursultan Nazarbayev, adalah sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin (www.republika.co.id).
Selain Rusia, China juga turut anduk dalam persoalan Kazakhstan ini. Presiden China, Xi Jinping menawarkan dukungannya untuk upaya Tokayev, untuk mengalahkan apa yang disebut "revolusi warna" di Kazakhstan. Di Kazakhstan, China telah menginvestasikan puluhan miliar dolar, terutama ke sektor energinya yang menguntungkan, dan menggunakan negara itu sebagai landasan peluncuran untuk proyek Belt and Road Initiative (www.merdeka.com).
Dari rangkaian peristiwa ini tampak bahwa apa yang terjadi di Kazakhstan adalah akibat dari lepasnya tanggung jawab pemerintah terhadap rakyatnya. Krisis yang tejadi di negeri muslim ini juga dipicu kondisi buruk ekonomi akibat praktik kapitalisme oligarkis. Adanya ketidakpercayaan rakyat kepada penguasa. Penguasa yang lalim dan korup serta hanya mementingkan diri sendiri. Ini adalah karakter dari penguasa di sistem Kapitalisme. Sistem Kapitalisme telah menggelapkan mata para penguasa sehingga menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan dan mendapatkan materi.
Selain itu sikap represif rezim menghadapi rakyat menegaskan bahwa sistem politik demokrasi yang lahir dari sistem Kapitalisme tidak mampu mengakomodir aspirasi rakyat. Sistem politik demokrasi ini justru melahirkan rezim otoriter. Di sisi lain melihat potensi besar SDA dan SDM di negeri Kazakhstan ini maka banyak pihak asing yang berusaha mengintervensi krisis yang terjadi. Mulai dari Rusia dan China sudah menawarkan diri masuk mengintervensi. Apalagi presiden Kazakhstan sendiri telah mengumumkan diri untuk meminta bantuan negara lain dalam menghadapi krisis tersebut.
Menyikapi persoalan Kazakhstan ini maka harus dipahami bahwa Allah SWT telah menempatkan sumber daya alam energi adalah kepemilikan umum. Umatlah pemilik sesungguhnya dari SDA energi. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: air, api, dan padang gembalaan.” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).
Dalam ketiga perkara ini tidak boleh ada upaya untuk menjadikannya sebagai milik individu dan negara. Maka tidak boleh ada harga atas ketiganya. Adapun negara berkewajiban mengelola SDA energi agar dapat memberikan kemaslahatan kepada seluruh umat. Yaitu dengan cara mengembalikan hasil pengelolaannya itu kepada rakyat.
Maka dalam persoalan Kazakhstan ini pemerintah seharusnya tidak boleh menjual LPG kepada rakyatnya. Di sisi lain terhadap persoalan krisis yang ada di Kazakhstan seharusnya penguasa tidak melibatkan pihak asing dalam penyelesaian persoalannya. Karena sejatinya melibatkan asing dalam persoalan ini akan memberikan peluang intervensi asing kepada negara tersebut. Yang hal itu akan membuat negara tersebut semakin jatuh pada krisis yang berkelanjutan. Hal ini dikarenakan intervensi yang dilakukan asing tidak semata untuk membantu tapi ada maksud di dalamnya. Karena begitulah watak Kapitalisme yang menjadi asas pada negara mereka.
Maka seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah Kazakhstan adalah mengembalikan kepada bagaimana pengaturan Allah SWT atas bahan bakar ini. Juga menempatkan posisinya sebagai penanggung jawab atas urusan rakyatnya yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda,
" Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya " (HR. Bukhari).
__________________________________________
Dukung terus Penamabda.com menjadi media rujukan umat.
Dukung juga channel youtube dan IG Pena Mabda ya sahabat!
Posting Komentar