-->

UCAPAN SELAMAT NATAL, HARAMKAH?

Oleh : Erna Tristyawati (Pendidik)

Hukum mengucapkan Selamat Natal dalam Islam hingga kini masih terjadi perbedaan pendapat. Sebagian kalangan ulama menghukumi haram mengucapkan Selamat Natal, sebagian lainnya membolehkan dengan beragam alasannya. (iNews.id, 24/12/2021)

Polemik ucapan Selamat Natal ini selalu terjadi setiap memasuki bulan Desember. Ada yang membolehkan, namun tidak sedikit pula yang mengharamkan. Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Muhammad Cholil Nafis berpendapat mengucapkan Selamat Natal kepada umat Nasrani diperbolehkan selama konteksnya untuk saling menghormati dan toleransi.  Pendapat lain datang dari KH Bahauddin Nursalim atau akrab disapa Gus Baha yang menyatakan bahwa ulama-ulama tidak mengharamkan orang Islam kuliah di perguruan tinggi non-Islam termasuk dalam mengucapkan Selamat Natal yang penting bisa menjaga imannya. (iNews.id, 24/12/2021) 

Pendapat yang rajih (benar) menurut al-Kitab, as-Sunah dan qawl para ulama adalah tidak boleh alias haram. Ucapan Selamat Natal mengandung makna yaitu : harapan, kesejahteraan dan keberuntungan untuk kaum Kristiani dengan kelahiran Tuhan Yesus Kristus; ikut bergembira dan senang atas kelahiran Tuhan Yesus Kristus; juga pengakuan dan keridhaan terhadap kelahiran Tuhan Yesus Kristus. 

Padahal Allah SWT telah berfirman, 
“Mereka berkata, “Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak.” Sungguh kalian telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar.” (TQS Maryam : 88-89)
Karena itu Allah SWT  menegaskan kekafiran kaum Nasrani, “Sungguh telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sungguh Allah itu adalah Al-Masih putra Maryam.” (TQS Al-Maidah : 72)
“Sungguh kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah seorang dari yang tiga. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Lalu mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS Al-Maidah : 73-74)

Pemberian ucapan Selamat Natal jelas bertentangan dengan ayat-ayat di atas. Jika Allah murka dan tidak meridhai kekafiran seorang pun, maka kita pun tentu tidak boleh meridhai kekafiran mereka. Sebabnya, meridhai kekafiran orang lain berarti meridhai apa yang tidak Allah ridhai. Ini tidak boleh/haram. 

Hari Raya Natal, merupakan hari raya keyakinan kufur dan perayaan kekafiran. Lalu bagaimana mungkin seorang muslim yang berkeyakinan tauhid memberikan ucapan selamat atas perayaan kekafiran dan kesyirikan? Di dalam ucapan Selamat Natal (termasuk ucapan Selamat Hari Raya kaum kafir lainnya) juga terdapat unsur tolong menolong dalam dosa dan permusuhan yang dilarang oleh Allah SWT.

Ucapan Selamat Natal juga termasuk syiar agama mereka. Jika kita turut mengucapkannya, berarti kita menyerupai mereka. Padahal Rasulullah SAW tegas melarang yang demikian, 
“Siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Keharaman mengucapkan Selamat Natal telah menjadi ijmak (disepakai) para ulama. Bahkan para ulama menyatakan, orang yang mengucapkan selamat hari raya kepada orang kafir layak dijatuhi hukuman ta’zir. Walaupun demikian ada sebagian yang membolehkan ucapan Selamat Natal kepada orang Nasrani yang tidak memerangi kaum muslim. Mereka berdalil dengan QS al-Mumtahanah ayat 8, dengan menganggap itu bagian dari al-birr (kebaikan) bersifat umum dan dapat mencakup ucapan selamat. 

Apapun alasan dan niatnya, seorang muslim tidak diperbolehkan mengucapkan Selamat Natal. Ucapan tersebut bukan sekedar kata-kata, tapi menyangkut akidah. Bagi seorang Muslim, kehati-hatian dalam menjaga ucapan adalah sangat penting. Karena dari ucapan tersebut bisa merubah status hukum suatu perbuatan. Misalnya ucapan talaq bisa mengubah sesuatu yang halal menjadi haram. Ucapan ijab qabul bisa mengubah suatu yang haram menjadi halal. Kalimat Syahadat bisa menjadikan seorang kafir menjadi muslim. Demikian pula halnya ucapan selamat atas perayaan hari besar umat lain bisa membuat seorang muslim menjadi kafir, karena itu sama halnya dengan meridhai kekafiran mereka.

Kita memang harus tetap berbuat baik dan berlaku adil kepada non muslim, dalam muamalah, bertetangga, dan interaksi lainnya yang memang dibolehkan syariat. Namun tetap tidak boleh mengucapkan selamat atas hari rayanya. 

Sayangnya di Negara yang menganut paham sekulerisme, ucapan Selamat Natal dianggap sebagai bagian dari toleransi beragama. Orang yang tidak mau mengucapkannya akan dicap sebagai orang yang intoleran. Padahal di dalam Islam, makna toleran adalah membiarkan umat lain dalam keyakinannya dan menghormati mereka dalam menjalankan ibadahnya. Bukan dengan ikut terlibat dalam ibadah dan perayaan mereka, termasuk dalam mengucapkan selamat atas perayaan hari besarnya. 

Umat Islam selama 13 abad telah lebih dulu menerapkan toleransi kepada  non-muslim. Disaat syariat Islam diterapkan dalam negara Khilafah. Mereka diberikan kebebasan dalam menjalankan ibadahnya. Dalam bermuamalah, umat muslim dan non muslim bisa menjalankannya dengan baik. Saling menghormati dan menghargai dalam setiap aktivitas kehidupan. Dan tidak pernah memaksakan keyakinannya kepada umat lain. Sungguh mengherankan, jika pada saat ini umat muslim yang tidak mau mengucapkan selamat natal karena bertentangan dengan akidahnya justru harus mendapatkan stigma negatif. Padahal Allah telah berfirman, “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. (TQS Al Kafirun : 6). Semoga syariat Islam segera tegak di muka bumi ini, sehingga kerukunan antar umat beragama dapat segera terwujud.

Wallahu ‘alam bisshowab