-->

SKB 3 Menteri ; Wajibkan Aturan Seragam Keagamaan Dicabut, Apakah Langkah Awal Moderasi Agama?

Oleh : Ummu Raihan

Umat Islam dan ajarannya selalu saja diusik oleh pihak-pihak yang tidak menginginkan umat Islam bangkit. Pemahaman umat Islam selalu dicekoki dengan pemahaman yang menyimpang dari Islam, hingga umat Islam semakin jauh dari ajaran Islam. Diantaranya pemahaman yang menyamakan semua agama sama, Khilafah ajaran yang salah dan lain-lain. Untuk memuluskan rencana-rencana ini, penguasa melakukan banyak hal, diantaranya mengeluarkan SKB 3 menteri. SKB ini terkait Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di lingkungan sekolah Negeri jenjang pendidikan dasar dan menengah. Menteri yang ikut dalam peluncuran SKB tersebut diantaranya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Meteri Dalam Negeri, dan menteri keagamaan. 

Lahirnya SKB 3 menteri ini, diawali dari protesnya salah satu orang tua dari siswa non muslim SMKN 2 Padang Sumatera Barat. (kompas.com, 23/1/2021). Sebab disekolah tempat ia menuntut ilmu mewajibkan agar berpakaian muslim. Kasus ini terjadi pada akhir Januari tahun 2021. SKB 3 menteri ini harus diikuti seluruh sekolah yang ada diseluruh Republik Indonesia, terkecuali daerah provinsi Aceh. Adapun dua isi dari SKB 3 menteri ini diantaranya,

1. Pemerintah Daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

2. Pemerintah daerah dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak keputusan bersama ini ditetapkan. (kompas.com, 3/2/2021).

Dari SKB 3 menteri diatas, semakin membuktikan bahwa negara mayoritas muslim ini sudah menggiring umat Islam agar jauh dari Islam. Sebab setelah ditetapkannya SKB tersebut, para kepala daerah kompak mendorong sekolah agar menerapkan moderasi agama. 

Sekolah-sekolah yang awalnya mewajibkan siswanya untuk memakai pakaian bercorak agama, misalnya dalam Islam memakai kerudung bagi perempuan, kini dicabut. Karena rata-rata sekolah takut diberikan sanksi dari kepala daerah tempat bernaung. Dana Bos pun menjadi ancaman jika sekolah tidak mengindahkan SKB 3 menteri ini. 

Sekolah yang seharusnya menjadi partner orang tua dalam mendidik siswa dan siswi agar semakin taat pada agama, malah mereka mengabaikan prinsip bahwa sekolah  merupakan tempat melatih untuk melaksanakan nilai-nilai mulia. Jika sudah seperti itu, melahirkan generasi yang berakhlak baik dan bertaqwa hanyalah sebuah ilusi. apalagi dalam SKB tersebut, pelajar muslim dan guru muslim dan tenaga kependidikan diberi kebebasan untuk memilih, apakah memakai atribut Islam atau tidak. 

Pelajar muslim yang tidak mau terikat dengan aturan Islam (syariat Islam) pasti akan memilih tidak memakai seragam muslim. Begitupula dengan gurudan tenaga kependidikan. Mereka akan berprinsip bahwa kerudung dan berjilbab (bergamis) membuat tidak leluasa bergerak. 

Ketika diingatkan, mereka akan mengambil rujukan dari ulama-ulama yang tidak mewajibkan para wanita muslim berjilbab dan berkerudung. Hal ini terbukti dengan beredarnya sebuah vidio wawancara seorang anak dengan ayahnya yang bergelar ulama. Sehingga pemaham bahwa wanita ketika keluar rumah wajib memakai kerudung dan jilbab akan berangsur hilang. Terkecuali dari wanita yang sudah mengkaji Islam.

Guru yang tidak memakai atribut agama, pasti akan menjadi panutan disekolah. Belum lagi saat ini sebagian guru ketika mengajar hanya sebatas menjelaskan dan tidak mengaitkan materinya dengan ajaran agama. Guru yang mengajar mata pelajaran agama pun tidak ada bedanya dengan gurpu-guru mata pelajaran umum. 

Gempuran moderasi beragama semakin meningkat, setelah Menteri Agama bersama Mendagri juga Mendikbud  me-launching Aksi Moderasi Beragama, bertajuk Menyemai Nilai-nilai Moderasi Beragama dalam Kebhinekaan yang diadakan Kementerian Agama RI, pada Rabu 22 September 2021, mulai pukul 19.30 WIB berlangsung hingga pukul 21.30 WIB. 

Umat Islam yang menyimpang dari ajaran Islam semakin leluasa, mereka tidak dikenakan sanksi karena tidak aturan yang baku mengatur penyimpangan tersebut. Hal itu juga tak luput dari sistem yang diterapkan saat ini, yang menjunjung tinggi kebebasan. Pendidikan yang dijalankan juga masih mengikuti metode peninggalan penjajah dahulu. 

Penguasa sekaligus pengambil kebijakan tidak menyadari bahwa dengan adanya moderasi agama akan melahirkan kerugian misalnya: Pertama, pendangkalan akidah umat Islam. Memahamkan umat Islam untuk tidak menganggap agamanya adalah satu-satunya agama yang benar (pluralisme), ini akan menimbulkan keraguan pada diri umat Islam atas kebenaran agamanya. Ditambah lagi orang tua yang minim pengetahuan terhadap Islam, sehingga makin komplit. 

Kedua, makin tertancap kuatnya paham sekuler liberal pada umat Islam. Ini mengajarkan bahwa untuk tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidup.  Sekularisme memberi dogma pada manusia untuk menjauhkan agama dari kehidupannya. Dari sinilah lahir kebebasan bertingkah laku, generasi muslim akan pacaran, aborsi, seks bebas, narkba, tidak lagi menutup aurat dan berbagai tingkah laku remaja lainnya. 

Ketiga adalah hilangnya pemahaman Islam politik. Ketika moderasi terus diaruskan untuk melawan pemahaman radikal yang sebenarnya ditujukan pada ajaran Islam politik. Hal ini juga yang menyebabkan generasi muda makin tidak peduli walau SDA-nya dikeruk asing. Mereka menganggap Islam hanya sebuah agama bukan sebagi ideologi.

Umat Islam dan penguasa harus menyadari bahwa seruan moderasi agama ini adalah salah satu agenda global barat untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya. Barat atau musuh-musuh Islam takut jika Islam bangkit, sebab barat akan kehilangan tempat untuk mengeruk kekayaan.  Oleh karena itu mereka mulai melakukan dari hal-hal terkeci. Seperti SKB 3 menteri yang mencabut wajibnya seragam agama. Bagi diluar agama Islam,   ini tidak masalah, tetapi Islam adalah masalah besar yang harus dilawan. 

Penguasa atas nama toleransi dan melindungi  minoritas, sehingga melarang adanya seragam atribut agama. Jika alasannya seperti itu, Bagaimana hak setiap anak muslim dan orang tua agar sekolah bisa melatih melaksanakan perintah agama (Islam)?. Melatih anak agar taat pada perintah Islam akan susah jika masih dalam sistem buatan manusia. Sebab tidak ada kerja sama antar orang tua, sekolah dan negara. 

Orang tua dan sekolah akan berhasil melatih anak menjadi anak yang taat pada perintah Allah hanya dalam aturan yang berasal dari Islam. Orang tua, sekolah dan negara akan saling mendukung dalam mendidik generasi muda menjadi generasi yang bertakwa. Penguasa dalam negara Islam akan melindungi umatnya dari serangan ide moderasi agama. 

Disisi lain, negara juga melindungi SDA yang dimiliki. Penguasa tidak menyerahkan pengelolaan SDA ini pada asing. Negara akan kelola sendiri, dan hasilnya akan dikembalikan pada umat. Salah satunya pendidikan. Negara menggrtiskan sekolah dan perguruan tinggi, sehingga generasi muslim dengan mudah menuntut ilmu sesuai dengan minatnya, selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. 

Sekolah mewajibkan seluruh siswanya untuk berseragam agama, begitu pula dengan orang kafir yang tinggal dalam daulah Islam. Orang tua yang beragam Islam akan mendidik anaknya sejak dini untuk menjalankan perintah agama, salah satunya memakai kerudung saat keluar rumah. 

Sedangkan negara akan memberikan sanksi kepada yang melanggar aturan Islam atau umat Islam yang tidak mau menjalankan aturan agama. Karena sejatinya Islam bisa diterapkan dengan sempurna ketika didukung oleh ketakwaan individu masyarkat, adanya kontrol dari masyarakat dan negara yang mau menerapkan Islam secara kaffah. 

Wallahu'alam bishowab.

__________________________________________

Dukung terus Penamabda.com menjadi media rujukan umat. 

Dukung juga channel youtube dan IG Pena Mabda ya sahabat!