-->

POLEMIK UCAPAN SELAMAT NATAL

Oleh : Dartem 

Seringkali dan selalu berulang ketika memasuki bulan Desember, mencuat kembali perbedaan pendapat tentang ucapan Selamat Natal kepada kaum Kristiani. Sebagian menyatakan boleh, yang lain mengatakan tidak boleh/haram. Pendapat yang râjih (benar) menurut al-Kitab, as-Sunnah dan qawl para ulama adalah tidak boleh alias haram.
 
Sebenarnya apa makna dari ucapan selamat? Dalam bahasa Arab, ucapan selamat adalah tahni’ah. Berasal dari kata hanna’a, lawan dari kata ta’ziyah, hani’a bihi artinya senang/bahagia atau gembira. Makna tahni’ah secara istilah tidak keluar dari makna bahasanya. Dalam istilah penggunaannya, tahni’ah juga mengandung makna at-tabrîk (memohonkan keberkahan) (Al-Mawsû’ah al-Fiqhiyah).

Dengan demikian, ucapan selamat kepada seseorang maknanya adalah ikut serta dengan dia dalam kegembiraannya dan menampakkan kegembiraannya itu. Kemudian makna Hari Raya Natal tentu harus dirujuk pada tuntunan agama Kristen dan kaum Kristiani. Demikian juga di dalam Pesan Natal Bersama PGI dan KWI tahun 2020 dinyatakan, “Natal adalah berita sukacita dan pewartaan cinta karena Juruselamat, Sang Raja Damai, Allah beserta kita, lahir di dunia...” Maka dari itu makna Perayaan Natal adalah perayaan atas kelahiran Tuhan Yesus Kristus di dunia. Tidak ada makna lain dari Perayaan Natal selain ini. Sejatinya ucapan itu bertentangan dengan firman Allah SWT lihat (QS Maryam [19]: 88-89).

Untuk itu, seharusnya kita mengajak mereka untuk segera bertaubat alih-alih meridhai keyakinan kufur mereka. Allah SWT telah memberitahukan (yang artinya): Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya (TQS az-Zumar: 7). Jika Allah murka dan tidak meridhai kekafiran seorang pun, maka kita pun tentu tidak boleh meridhai kekafiran mereka. Sebabnya, meridhai kekafiran orang lain berarti meridhai apa yang Allah tidak ridhai. Ketika kita mengucapkan selamat Natal, terdapat unsur tolong menolong dalam dosa dan itu dilarang oleh Allah SWT. (Lihat: QS al-Maidah [5]: 2). Dari sini jelas bahwa ucapan Selamat Natal adalah haram dilakukan oleh seorang Muslim, apalagi jika kita turut berpatisipasi dalam perayaan Natal tersebut. Karena ucapan selamat Natal juga termasuk syiar mereka, maka kita dilarang mengucapkannya, karena itu berarti akan menyerupai mereka. Padahal Rasul saw. tegas melarang yang demikian"Siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Keharaman mengucapkan Selamat Natal telah menjadi ijmak (disepakati) para ulama. Namun ada juga sebagian yang membolehkan ucapan Selamat Natal kepada orang Nashrani yang tidak memerangi kaum Muslim. Mereka berdalil dengan QS al-Mumtahanah ayat 8, dengan menganggap itu bagian dari al-birr (kebaikan) yang disyariatkan di dalam ayat tersebut. Ini jelas keliru, sebab meski al-birr (kebaikan) bersifat umum dan dapat mencakup ucapan selamat, keumuman ini di-takhshîsh dengan larangan tasyabbuh bi al-kuffâr. Begitu pula argumentasi dengan riwayat Anas bin Malik ra. yang berkata: Ada anak Yahudi yang sering melayani Nabi saw., lalu dia sakit. Nabi saw. pun menjenguk dia. Beliau duduk di dekat anak itu, lalu berkata, “Masuk Islamlah.” Anak itu melihat ke arah ayahnya di dekatnya. Ayahnya berkata, “Taatilah Abul Qasim (Nabi saw.)." Anak itu pun masuk Islam. Lalu Rasulullah keluar dan berkata, “Segala pujian milik Allah yang telah menyelamatkan dia dari neraka.” (HR al-Bukhari). 

Dalam hadis di atas, Nabi saw. mencontohkan untuk berbuat baik kepada non-Muslim. Karena itu, menurut mereka mengucapkan Selamat Natal merupakan bagian perbuatan baik kepada kaum Nasrani, yang hukumnya juga boleh selama tidak mengganggu akidah dan tidak mendukung keyakinan mereka tentang kebenaran peristiwa Natal. Argumentasi dengan hadis di atas jelas tidak pada tempatnya. Justru di situ contoh perbuatan baik Nabi saw. adalah mengajak non-Muslim masuk Islam, bukan malah mengucapkan Selamat Natal.

Oleh karena itu, sebaiknya kaum muslim harus memahami Islam secara kaffah agar tidak tergelincir kedalam kesesatan karena kurangnya pemahaman yang mendalam. Toleransi adalah membiarkan mereka merayakan hari raya tanpa kita ikut mengucapkan selamat karena itu adalah ranah akidah. Disamping itu, sebagai seorang muslim yang baik kita tetap harus berbuat baik dan berlaku adil kepada non-Muslim, dalam muamalah, bertetangga dan interaksi lainnya yang memang dibolehkan syariah. 

Wal Lahu A'lam bi ash-shaw-wab.

__________________________________________

Dukung terus Penamabda.com menjadi media rujukan umat. 

Dukung juga channel youtube dan IG Pena Mabda ya sahabat!