-->

Sekolah Kena Pajak, Makin Membebani Rakyat


Oleh: Eli Maryati

Pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa pendidikan sebesar tujuh  persen.  Rencana ini akan diterapkan setelah pandemi selesai. Agenda tersebut tertuang dalam revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) kelima atas Undang Undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam revisi RUU ini ada lima klaster yang dibahas,  yakni Ketentuan Umum cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan  (PPH), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai dan pajak karbon.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunitas Strategis,  Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah dengan legislatif sangat berhati-hati dalam membahas wacana PPN atas jasa pendidikan. Ia mengatakan, sejauh ini pemerintah sudah mendengarkan saran dari berbagai pihak mulai dari individu, kelompok ataupun komunitas tertentu yang berkepentingan khusus dalam bidang pendidikan.

Hasil sementara seluruh jasa pendidikan merupakan obyek PPN yang terutang pajak, kecuali sekolah negeri. Karena merupakan kebutuhan mayoritas masyarakat, maka akan tetap mendapatkan fasilitas pengecualian PPN. Tujuan dikenakan pajak pendidikan hanya untuk mengadministrasikan sekaligus mengafirmasi lembaga pendidikan yang taat dan komit kepada pendidikan yg nirlaba. Hal ini disampaikan oleh Prastowo dalam acara B-Talk kompas TV pada Rabu (8/9/2021).

Prastowo meyakinkan bahwa rencana perluasan objek kena pajak yang diatur dalam RUU termasuk pajak sembako, jasa pendidikan dan jasa kesehatan semata-mata didasarkan pada prinsip keadilan. Sehingga, dipastikan tidak akan berpengaruh kepada kesejahteraan ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah.

Namun, banyak kalangan menilai ketetapan khusus terkait besarnya ketetapan PPN merupakan hal yang tidak layak untuk dilakukan. Karena seluruh rakyat tanpa terkecuali belum mendapatkan kemudahan dalam memperoleh kebutuhan dasar tersebut. Terlebih selama ini, negara belum berperan maksimal dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Apalagi, di tengah harga kebutuhan pokok dan tingkat inflasi yang sering tak terkendali serta tuntutan kebutuhan lain terkait menghadapi pandemi. Maka, jika standarnya dirasionalkan bisa jadi mayoritas penduduk negeri ada di bawah garis kemiskinan.

Apa yang terjadi hari ini semestinya cukup menjadi renungan bagi umat Islam bahwa format negara sekuler kapitalis liberal memang tidak layak untuk dipertahankan. Sistem ini akan terus memproduksi kezaliman dan menjauhkan umat dari cita-cita kesejahteraan dan kebangkitan. Karena itu, umat harus segera bergerak melakukan perubahan sistem ke arah terwujudnya kepemimpinan Islam.

Semua sisi ajaran Islam (syari'ah) merupakan solusi terbaik bagi berbagai problem manusia. Mulai dari problem ekonomi, sosial, hukum, politik, pendidikan dan sebagainya .Solusi tersebut berasal dari Allah Swt Zat yang paling mengetahui kondisi manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya

Sistem pendidikan Islam yang sudah terbukti menjadi mercusuar peradaban dan rujukan dunia. Karena menjadikan akidah Islam sebagai dasar pemikiran dan penerapannya. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui penegakan negara Khilafah yang menjadikan Islam sebagai ideologi dan syariah Islam sebagai dasar pengaturan segenap aspek kehidupan manusia.

Wallahu a'lam bi ash-shawwab