-->

Ironi TKA Masuk Saat PPKM Darurat

Oleh: Ummu Tsabit

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah melarang warga negara asing (WNA) masuk ke Indonesia selama penerapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3 hingga 20 Juli 2021. "Selama pemberlakuan PPKM Darurat saya meminta kepada pemerintah agar mengambil langkah tegas dengan melarang WNA masuk ke Indonesia, dengan alasan berwisata maupun bekerja," kata Dasco kepada wartawan. Sejumlah pengetatan pembatasan pun diterapkan untuk menekan laju peningkatan kasus penularan covid-19. Namun, sebanyak 20 tenaga kerja asing (TKA) dari China tiba di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan, Sabtu (3/7) malam. Stakeholder Relation Manager Iwan Risdianto saat dikonfirmasi membenarkan kedatangan sekitar 20 TKA asal China tersebut "Iya benar mas mereka kerja kontrak dengan PT Smelter," kata Iwan (CNN Indonesia, 4 Juli 21).

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulsel, Andi Darmawan Bintang juga membenarkan tentang kedatangan 20 orang TKA asal Tiongkok di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Sejauh ini, total tercatat 46 TKA asal Tiongkok telah memasuki  Sulsel,  termasuk 20 orang yang datang pada Sabtu (3/7), sembilan orang pada 29 Juni dan 17 orang pada 1 Juli. 

Kendati demikian, berdasarkan pemeriksaan awal, ke  20 orang tersebut  belum mengantongi Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dari pemerintah pusat melalui Kementerian terkait. Para pekerja asing ini menyatakan sudah di karantina dan dites usap PCR di Jakarta sebelum ke Sulsel. "Tetap kita lakukan pengawasan, karena itu bagian dari UPT Disnaker di Bulukumba. Koordinasi dengan pihak perusahaan maupun Pemerintah Kabupaten Bantaeng sedang dilakukan guna memastikan tidak ada pelanggaran maupun penyebaran virus Covid-19 dibawa oleh mereka," tambahnya.

Sebelumnya Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan masuknya tenaga kerja asing (TKA) asal China dan India menggunakan pesawat sewa di tengah pandemi Covid-19 dan pelarangan mudik Lebaran merupakan sebuah ironi yang menyakitkan dan mencederai rasa keadilan. Lebih lanjut, menurut Iqbal, hal ini makin menegaskan fakta UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan dibuat pemerintah untuk memudahkan masuknya TKA yang mengancam lapangan pekerjaan pekerja lokal. Padahal saat ini, rakyat Indonesia justru lebih membutuhkan pekerjaan karena banyak yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19. 

Keberadaan dari UU Cipta Kerja membuat TKA yang masuk ke Indonesia tidak perlu menunggu memegang surat izin tertulis dari Menaker. Perusahaan pengguna TKA tersebut hanya perlu melaporkan rencana kedatangan TKA (RPTKA). Padahal, dia mengemukakan bisa jadi TKA China dan India yang masuk ke Indonesia tersebut adalah buruh kasar (unskilled workers) yang bekerja di industri-industri konstruksi, perdagangan, baja, tekstil, pertambangan nikel, dan industri-industri lain, yang semestinya bisa merekrut buruh lokal Indonesia. 

Said juga mengungkapkan keheranannya terhadap pejabat pemerintah yang selalu membantah dan membela keberadaan para TKA tersebut, terutama yang berasal dari China. Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan perusahaan mana saja yang mempekerjakan TKA tersebut. Pasalnya, pemerintah sampai saat ini seakan menutupi nama perusahaan dan lokasi dimana mereka dipekerjakan. “Janganlah hukum tajam ke buruh Indonesia tetapi tumpul ke TKA China. Batalkan omnibus law UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Khususnya pasal tentang TKA dikembalikan bunyinya menjadi setiap TKA yang datang ke Indonesia wajib mendapatkan izin tertulis dari Menteri Tenaga Kerja.” tegasnya. 

Tentu kedatangan TKA saat penerapan kebijakan PPKM ini menjadi tanda tanya besar karena disatu sisi rakyat diminta membatasi diri untuk bepergian tapi di lain sisi justru terjadi pembiaran masuknya TKA. Terlihat jelas pemerintah tidak konsisten dalam penerapan aturan apalagi kebijakan PPKM diambil ditengah melonjaknya kasus Covid-19. Sehingga penerapan aturan ini diragukan ke efektifannya menekan tingginya kasus Covid-19. 

Jika pemerintah mau serius menangani pandemic tentu sejak awal melakukan opsi lockdown atau minimal karantina wilayah, namun dalam kondisi tersebut tentu biaya hidup rakyat harus ditanggung pemerintah sesuai amanat UU Karantina Wilayah. Hal ini adalah hal yang berat dan tidak memungkinkan diambil oleh negara bercorak sekuler kapitalis hingga dimunculkan istilah PPKM Darurat. Ketidakkonsistenan penerapan aturan terhadap rakyat dan TKA ini semakin menambah panjang deret ketidakpercayaan rakyat pada pemerintah yang berdampak pada pelanggaran aturan itu sendiri. 

Apalagi bukan kali ini saja terjadi berdatangannya TKA di tengah tingginya kasus Covid-19 padahal banyak kasus penyebaran varian baru virus Covid-19 yang bermula lewat kedatangan turis atau TKA baik dari Cina atau India seperti pada bulan April 2021 sekitar 117 warga India datang melalui Bandara Soekarno-Hatta dengan 12 orang diantaranya dinyatakan oleh Kemenkes positif Covid-19. Setelah itu dikabarkan varian Delta telah masuk ke Indonesia. 

Menurut data pihak imigrasi Bandara Soekarno-Hatta sebanyak 24.594 warga negara asing telah memasuki Indonesia selama periode 1 Juni hingga 6 Juli 2021. Sementara varian baru virus corona diketahui datang dari luar negeri lewat mobilitas perjalanan internasional. Namun pemerintah sendiri sejak awal tidak melakukan upaya memperketat perjalanan dari dan keluar negeri. Bahkan Indonesia termasuk negara yang memberikan kemudahan ijin bagi TKA bekerja di dalam negeri, yang semakin dimuluskan dengan adanya UU Cipta Kerja.

Semakin terlihat nyata sikap yang diambil pemerintah dalam menangani pandemi justru memberikan dampak yang berbahaya bagi warga negaranya sendiri. Disaat sektor UMKM terpaksa tutup dengan kebijakan PPKM akan tetapi sektor infrastruktur diperbolehkan berjalan 100%. Istilah yang dipakai mulai dari PSBB sampai PPKM Darurat esensinya sama yaitu berputar pada kepentingan ekonomi. Inlah ciri khas kebijakan sekuler kapitalis yang lebih berpihak kepada pemilik modal atau korporasi. Alasan yang diambil tidak jauh bahwa kedatangan TKA tersebut merupakan bagian dari proyek investasi asing. 

Artinya dengan adanya investasi di bidang infrastruktur pemerintah telah sepakat untuk menerima hadirnya para pekerja asing tak peduli banyak warga negaranya yang juga membutuhkan pekerjaan dan bahaya terselubung meledaknya kasus Covid-19 lewat kedatangan TKA tersebut. Alhasil negara tidak mandiri menetapkan kebijakan, bahkan kebijakan yang di ambil justru merugikan rakyatnya sendiri.

Tentu hal ini berbeda jika negara menjadikan islam sebagai pijakan dalam membuat aturan. Kesehatan dan keselamatan warga negara adalah hal pertama dan utama yang akan diambil oleh Khilafah yaitu dengan mengambil kebijakan lockdown dan memisahkan wilayah yang terkena wabah dengan wilayah bebas wabah. Khilafah juga menjamin kebutuhan pokok bagi rakyat yang berada di wilayah lockdown sampai wabah tersebut menghilang. Termasuk memberikan pelayanan kesehatan yang gratis dan berkualitas agar warganya yang sakit bisa kembali sehat. Dan tentu saja melarang penduduk negeri yang terkena wabah untuk datang ke wilayahnya  meski dengan alasan apapun. Dengan kebijakan ini insya Allah wabah akan bisa di atasi dan rakyat bisa melakukan kegiatan ekonomi secara normal kembali. Wallahu’alam.